Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi

Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas social ekonomi guna terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hokum. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung, setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis Bangunan Gedung.

Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bahwa fungsi serta klasifikasi bangunan Gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Dalam proses pemeriksaan dokumen permohonan PBG dan SLF, SKK merupakan salah satu syarat untuk menerbitkannya, yang mana jika tidak memenuhi persyaratan akan dikembalikan ke pemohon untuk diperbaiki/dilengkapi sesuai dengan hasil rekomendasi TPA.

Tenaga kerja konstruksi harus memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan mendapatkan lisensi dari Kementerian PUPR. Kontraktor/Konsultan wajib memiliki sejumlah tenaga kerja yang berkualifikasi dan memiliki jenjang kerja yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat SKK Konstruksi dalam melakukan pekerjaan proyek di lapangan dan sebagai syarat untuk mengajukan SBU – Sertifikat Badan Usaha.

Sertifikat Kompetensi Kerja merupakan tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi. Setiap tenaga kerja konstruksi harus memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi (SKK) sebagai Operator, Teknisi atau Analis maupun Tenaga Ahli melalui proses Sertifikasi Kompetensi Kerja yang mana setiap tenaga kerja di uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional dan/atau standar khusus. Klasifikasi dari ketiga kualifikasi Tenaga Kerja Konstruksi tersebut meliputi Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Tata Lingkungan, Arsitektur lansakap, iluminasi dan desain interior, Perencanaan wilayah dan kota, Sains dan rekayasa teknik dan Manajemen pelaksanaan.

Tenaga Kerja Konstruksi dibutuhkan sebagai Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU), Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU), dan Penanggung Jawab Sub Klasifikasi Badan Usaha (PJSKBU).

Sertifikat Kompetensi juga digunakan sebagai syarat utama untuk badan usaha jasa konstruksi nasional (BUJK Nasional), badan usaha jasa konstruksi asing (BUJK asing), maupun badan usaha jasa konstruksi penanaman modal asing (BUJK PMA) untuk dapat mengajukan permohonan sertifikasi dan registrasi uasaha jasa konstruksi dalam rangka mendapatkan sertifikasi badan usaha (SBU) yang terakreditasi LPJK.

Kepemilikan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi terbagi untuk setiap tenaga kerja konstruksi sebagai berikut :

  1. Kualifikasi operator : Paling banyak 5 (lima) sertifikat kompetensi kerja konstruksi pada 3 (tiga) klasifikasi yang berbeda. (Klasifikasi hanya boleh paling banyak untuk 5 subklasifikasi dalam 3 klasifikasi yang berbeda).
  2. Kualifikasi teknisi atau analis : Paling banyak 5 (lima) sertifikat kompetensi kerja konstruksi pada 2 (dua) klasifikasi yang berbeda dan klasifikasi hanya boleh paling banyak untuk 5 subklasifikasi dalam 2 klasifikasi yang berbeda
  3. Kualifikasi ahli : paling banyak 5 (lima) Sertifikat kompetensi kerja konstruksi pada 2 (dua) klasifikasi yang salah satu klasifikasinya merupakan manajemen pelaksanaan. Dan klasifikasi hanya boleh paling banyak  untuk 3 subklasifikasi dalam 1 klasifikasi yang sama. Klasifikasi manajemen pelaksanaan hanya boleh paling banyak untuk 2 subklasifikasi dalam 1 klasifikasi yang sama.

Adapun rincian persyaratan kompetensi khusus tenaga kerja konstruksi, yaitu :

Kualifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Ahli

Persyaratan Pendidikan Jenjang 9 :

  • Doktor/Doktor Terapan/Pendidikan Spesialis 2, persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi Jabatan Ahli jenjang 9.
  • S2/S2 Terapan/Pendidikan Spesialis 1, persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 8 tahun dan lulus Ujikompetensi Jabatan Ahli Jenjang 9.
  • Pendidikan profesi, persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 10 tahun dan lulus Ujikompetensi Jabatan Ahli Jenjang 9.
  • S1/S1 Terapan/D4 terapan, persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 12 tahun dan lulus Ujikompetensi Jabatan Ahli Jenjang 9.

Persyaratan Pendidikan Jenjang 8:

  • Magister/Magister Terapan/S2/S2 Terapan/Pendidikan Spesialis 1, Persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan ali jenjang 8
  • Pendidikan profesi, persyaratan pengalaman dengan jabatan kerja yang sama minimal 10 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Ahli jenjang 8
  • S1/S1 Terapan/D4 Terapan, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 12 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Ahli jenjang 8

Persyaratan Pendidikan Jentang 7 :

  • Pendidikan Profesi, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Ahli jenjang 7
  • S1/S1 Terapan/D4 Terapan (dengan pemberian kompetensi tambahan untuk fresh graduate, masa berlaku SKK adalah 1 tahun), persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Ahli jenjang 7
  • S1/S1 Terapan/D4 Terapan, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 2 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Ahli jenjang 7

Kualifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Teknisi/Analis

Persyaratan Pendidikan Jenjang 6 :

  • S1/S1 Terapan/D4 Terapan, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 6
  • D3, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 4 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 6
  • D2, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 8 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 6
  • D1, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 12 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 6

Persyaratan Pendidikan Jenjang 5 :

  • D3, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 5
  • D2, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 4 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 5
  • D1/SMK Plus, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 8 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 5
  • SMK, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 10 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 5
  • SMA, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 12 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 5

Persyaratan Pendidikan Jenjang 4 :

  • D2, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 4
  • D1/SMK Plus, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 2 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 4
  • SMK, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 4 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 4
  • SMA, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 6 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 4

Kualifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Operator

Persyaratan Pendidikan Jenjang 3

  • D1/SMK Plus, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 3
  • SMK, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 3 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 3
  • SMA, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 4 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 3
  • Pendidikan Dasar, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 5 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 3

Persyaratan Pendidikan Jenjang 2

  • SMK, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 2
  • SMA, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 1 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 2
  • Pendidikan Dasar, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 2 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 2

Persyaratan Pendidikan Jenjang 1

  • Pendidikan Dasar, persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 0 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 1
  • Non Pendidikan (dengan PBK), persyaratan pengalaman dengan jabatan minimal 2 tahun dan lulus Ujikompetensi jabatan Teknisi/Analis Jenjang 1

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan satu kesatuan system yang terdiri atas pembinaan, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan system pembiayaan, serta peran masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2021, Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman bertujuan untuk, Pertama mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, Kedua, memberikan kepastian hokum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas serta hak dan wewenang kewajibannya dalam penyelenggaraan perusahan dan kawasan permukiman, Ketiga, mewujudkan keadilan bagi seluruh seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar yang meliputi ketentuan umum dan standar teknis. Perancangan rumah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan arsitektur, struktur, mekanilak, dan elektrikal, beserta perpipaan (plumbing) bangunan rumah. Perencanaan dan perancangan rumah dilaksanakan melalui penyusunan dokumen rencana teknis yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan harus memenuhi standar seperti ketentuan umum dan standar teknis. Ketentuan umum paling sedikit harus memenuhi kebutuhan daya tamping perumahan, kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat, mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan, dan terhubung dengan jaringan perkotaan existing. Sedangkan standar teknis paling sedikit meliputi standar prasarana, sarana dan utilitas.

Badan hokum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang, dikecualikan untuk badan hokum yang membangun perumahan yang seluruhnya ditunjukan untuk pemenuhan rumah umum. Adapun pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. Dan pembangunan perumahan dengan hunian berimbang harus memenuhi kriteria lokasi, klasifikasi rumah dan komposisi.
pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret dan rumah susun.

Pembangunan dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui system PPJB. System PPJB berlaku untuk rumah umum milik dan rumah komersial milik yang berbentuk rumah tunggal, rumah deret dan rumah susun. PPJB dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, hal yang diperjanjikan, PBG, ketersediaan prasarana,, sarana dan utilitas, dan keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Status kepemilikan tanah dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah yang diperlihatkan kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB. Hal yang diperjanjikan paling sedikit terdiri atas:

  1. Kondisi rumah
  2. Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran
  3. Penjelasan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB
  4. Status tanah dan/atau bangunan dalam hal menjadi agunan

PBG disampaikan Salinan sesuai asli kepada calon pembeli pada saat penandatangan PPJB. Dan ketersediaan Prasarana, Sarana dan utulitas umum untuk perumahan dibuktikan dengan :

  1. Terbangunnya prasarana paling sedikit jalan dan saluran pembuangan air hujan/drainase
  2. Lokasi pembangunan sarana sesuai peruntukan
  3. Surat pernyataan pelaku pembangunan mengenai tersedianya utilitas umum berupa sumber listrik dan sumber air

Ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum untuk rumah susun dibuktikan dengan surat pernyataan dari pelaku pembangunan mengenai ketersediaan tanah siap bangun di luar tanah bersama yang akan diserahkan kepada Peerintah Daerah kabupaten/kota atau pemerintah daerah provinsi khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% dibuktikan dengan :

  1. Untuk rumah tunggala atau rumah deret keterbangunan paling sedikit 20% dari seluruh jumlah unit rumah serta ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang direncanakan
  2. Untuk rumah susun keterbangunan paling sedikti 20% dari volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan

Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pembangunan Rumah umum, Rumah khusus dan Rumah negara. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan tanggung jawab dalam pembangunan rumah umum kepada Pemerintah Daerah.

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menugasi atau membentuk lembaga atau badan yang menangani pembangunan perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. adapaun tanggung jawab dari lembaga atau badan tersebut yaitu menyediakan tanah bagi perumahan dan melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian.

Upaya untuk meningkatkan minat investor untuk berinvestasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Peraturan Pemerintah ini juga terlihat dari dilakukannya perubahan kebijakan strategis pada pengaturan terkait pengenaan sanksi. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengedepankan pengenaan sanksi administrative pada setiap peraturan perundang-undangan sectoral dengan pengecualian bagi kegiatan yang berdampak pada kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan (K3L). Penerapan sanksi pidana bersifat ultimum remedium yang bermakna bahwa sanksi pidana merupakan sanksi terakhir yang digunakan dalam penegakan hokum.

Penilik Bangunan Gedung

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, serta jati diri. Dalam menjamin kelangsungan, peningkatan kehidupan, serta mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya, maka diperlukan suatu pengaturan yang menjamin kelaikan bangunan gedung.

Kementerian PUPR telah menetapkan Permen Nomor 11 tahun 2018 tentang Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji Teknis dan Penilik Bangunan. Dalam ketetapan ini, telah disebutkan adanya kemudahan pemilik/pengguna bangunan gedung untuk menggunakan jasa konsultan SLF atau Pengkaji Teknis dalam rangka menilai kelaikan bangunan gedung.

Penilik bangunan (Building Inspector) adalah orang perseorangan yang memiliki kompetensi, yang diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan inspaksi terhadap penyelenggaraan bangunan gedung agar sesuai dengan persyaratan bangunan gedung. Penilik bangunan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang menangani sub-urusan bangunan gedung. Penilik bangunan memiliki status kepegawaian sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Aparatur Sipil Negara yang dimaksud meliputi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

Penilik bangunan memiliki tugas untuk memastikan penyelenggaraan bangunan gedung yang dilaksanakan oleh penyelenggara bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas penilik bangunan dilaksanakan pada masa konstruksi dan pemanfaatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Penilik bangunan menyelenggarakan fungsi sebagai :

  1. Pemantauan terhadap pelaksanaan aturan bangunan gedung yang dilakukan oleh penyelenggara bangunan gedung
  2. Pemeriksaan terhadap pelaksanaan aturan bangunan gedung yang dilakukan oleh penyelenggara bangunan gedung
  3. Evaluasi terhadap pelaksanaan aturan bangunan gedung yang dilakukan oleh penyelenggara bangunan gedung

Penanggung jawab pelaksana pengelolaan penilik bangunan dipegang oleh Kepala dinas yang menangani sub-urusan bangunan gedung. Kepala dinas akan menugaskan unit kerja dibawahnya sebagai pelaksana pengelolaan penilik bangunan, seperti :

  1. Mengelola operasional penilik bangunan
  2. Memmemfasilitasi pelaksanaan tugas penilik bangunan
  3. Memfasilitasi pembinaan terhadap penilik bangunan
  4. Mengelola pembiayaan penilik bangunan
  5. Melakukan pengawasan terhadap kinerja pelaksanaan tugas penilik bangunan

Adapun persyaratan Penilik bangunan dari unsur pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah yaitu:

  1. Pejabat fungsional teknik tata bangunan dan perumahan tingkat ahli
  2. Memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1) bidang teknik terkait bangunan gedung
  3. Memiliki masa kerja sebagai pejabat fungsional teknik tata bangunan dan perumahan ahli paling sedikit 2 (dua) tahun

Dan persyaratan dari unsur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja meliputi :

  1. Memiliki sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli madya dan utama dalam bidang arsitektur, konstruksi, geoteknik dan struktur, mekanikal, elektrikal, tata ruang luar, pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung
  2. Memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1)
  3. Memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam melakukan pemeliharaan, perawatan, pengoperasian, dan pengawasan konstruksi bangunan gedung

Pembiayaan Penilik bangunan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dinas yang menangani sub-urusan bangunan gedung. Pembiayaan Penilik bangunan meliputi biaya operasional dan honorarium.

Biaya operasional Penilik bangunan digunakan untuk operasional penilik bangunan, pengadaan peralatan dan pengadaan alat tulis kantor. Sedangkan honorarium yang dimaksud adalah pemberian honorarium orang per bulan, diberikan sesuai dengan beban kerja dan pembiayaannya mengacu pada standar biaya orang per bulan yang berlaku di kabupaten/kota tempat penilik bangunan bertugas. Untuk bentuk dan besaran honorarium penilik bangunan ditetapkan dalam keputusan bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta.

Tata cara penugasan penilik bangunan diatur berdasarkan tugas penilik bangunan melalui surat penugasan Kepala dinas yang menangani sub-urusan bangunan gedung. Surat penugasan itu mencantumkan objek sasaran penilikan bangunan dan jangka waktu penugasan. Dan tata cara penugasan terdiri atas penugasan pada masa konstruksi dan penugasan pada masa pemanfaatan bangunan gedung.

Tata cara pelaksanaan tugas penilik bangunan pada masa konstrukti diantaranya yaitu :

  1. Penilik bangunan menerima surat penugasan dari Kepala Dinas  yang menangani sub-urusan bangunan gedung
  2. Penilik bangunan melakukan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung sesuai dengan penugasa
  3. Penilik bangunan menyusun laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung
  4. Penilik bangunan menyerahkan laporan kepada pengelola penilik bangunan dengan tembusan kepada pelaksana konstruksi

Pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung dilaksanakan terhadap kesesuaian dengan persyaratan teknis dan standar nasional Indonesia, kesesuaian pelaksanaan pekerjaan dengan dokumen IMB, pemenuhan prosedur prosedur dan tata cara pelaksanaan pekerjaan dan pemenuhan keselamatan dan kesehatan kerja. Penilik bangunan gedung dalam memantau, memeriksa dan mengevaluasi pelaksanaan bangunan gedung paling sedikit harus memastikan kesesuaian terhadap spesifikasi teknis dan dokumen teknis Izin Mendirikan Bangunan terhadap persyaratan K3, tata letak sumbu, kelurusan horizontal dan vertical, dan elevasi struktur.

Laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi memuat diantaranya :

  1. Hasil  temuan ketidaksesuaian pekerjaan
  2. Foto  yang diambil pada saat kunjungan di lokasi pekerjaan
  3. Hasil pengukuran
  4. Hasil pengujian

Tata cara pelaksanaan tugas penilik bangunan pada masa pemanfaatan bangunan gedung yaitu :

  1. Penilik bangunan menerima surat penugasan dari kepala dinas yang menangani sub-urusan bangunan  gedung
  2. Penilik bangunan melakukan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung sesuai dengan penugasan
  3. Penilik bangunan menyusun laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung
  4. Penilik bangunan menyerahkan laporan kepada pengelola penilik bangunan dengan tembusan kepada penilik atau pengguna bangunan

Pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung dilaksanakan terhadap :

  1. Kewajiban pemilik bangunan gedung dalam pemeliharaan, perawatan dan pengoperasian bangunan gedung untuk mempertahankan persyaratan keandalan bangunan gedung
  2. Pemeriksaan berkala bangunan gedung
  3. Proses Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

Laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi memuat diantaranya:

  1. Hasil temuan ketidaksesuaian pemanfaatan bangunan gedung
  2. Foto yang diambil pada saat kunjungan di lokasi bangunan gedung
  3. Hasil pengukuran

Hasil pengujian

Pengkaji Teknis Bangunan Gedung

Untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan juga kemudahan dalam penyelenggaraan bangunan gedung diperlukan Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji Teknis Bangunan Gedung dan Penilik Bangunan.

Diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11 tahun 2018 tentang Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji Teknis dan Penilik Bangunan. Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbadan hokum maupun tidak berbadan hokum yang mempunyai sertifikasi kompetensi kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi bangunan gedung.

Salah satu syarat sebelum mengurus SLF yaitu adanya Laporan hasil pemeriksaan awal kelaikan fungsi bangunan gedung oleh Pengkaji Teknis, Dokumen pengkajian teknis bangunan gedung, dan hasil pemeriksaan kualitas bangunan atau pengkajian teknis dari penyedia jasa atau konsultan pengkaji teknis bangunan gedung yang meliputi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Penyedia jasa perseorangan hanya dapat menyelenggarakan jasa pengkajian teknis pada bangunan gedung yang berisiko kecil, berteknologi sederhana dan berbiaya kecil. Penyedia jasa harus memiliki hubungan kerja dengan pemilik atau pengguna bangunan gedung berdasarkan kontrak kerja konstruksi. Dalam hal pengkajian teknis menggunakan tenaga pengkajian teknis bangunan gedung, pengadaan jasa pengkajian teknis bangunan gedung dilakukan melalui e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat atau tender.

Dalam menjalankan penyelenggaraan bangunan, pengkaji teknis bangunan gedung mempunyai tanggung jawab atas hasil pengkajian teknis dalam suatu dokumen rekomendasi pengkajian teknis bangunan sesuai dengan kontrak kerja.

Tugas dan Fungsi Pengkaji Teknis

Pengkaji Teknis mempunyai tugas untuk melakukan pemerikasaan kelaikan fungsi bangunan gedung dan melakukan pemeriksaan berkala bangunan gedung. Pemeriksaan bangunan gedung yang dilakukan oleh Pengkaji Teknis dilakukan untuk :

  1. Memastikan keandalan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan prasarana dan sarana
  2. Memverifikasi catatan riwayat kegiatan operasi, pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung

Dalam melaksana tugas, Pengkaji Teknis menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

  1. Pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis untuk penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan gedung yang sudah (existing)
  2. Pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis untuk perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
  3. Pemeriksaan pemenuhan  persyaratan teknis keandalan bangunan gedung pascabencana
  4. Pemeriksaan berkala bangunan gedung

Pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis meliputi pemeriksaan fisik bangunan gedung terhadap kesesuaiannya dengan persyaratan teknis, pelaksanaan verifikasi dokumen riawayat operasional, pemeliharaan, dan perawatan bangunan gedung. Pemeriksaan fisik bangunan gedung meliputi diantaranya pemeriksaan visual, pengujuan nondestruktif dan pengujian destruktif. Pemeriksaan fisik bangunan gedung dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu seperti dokumen gambar terbangun (as built drawing) yang disediakan oleh pemilik bangunan gedung, peralatan uji nondestruktif dan peralatan uji destruktif.

Persyaratan Pengkaji Teknis

Pengkaji teknis yang berbentuk penyedia jasa orang perseorangan harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Adapun persyaratan teknis tersebut diantaranya yaitu :

  1. Memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1) dalam bidang teknik arsitektur dan/atau sipil
  2. Memiliki pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam melakukan pengkajian teknis, pemeliharaan, perawatan, pengoperasian dan pengawasan konstruksi bangunan gedung
  3. Memiliki keahlian pengkajian teknis dalam bidang arsitektur, struktur dan utilitas yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli

Pengkaji Teknis yang berbentuk badan usaha juga harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan teknis yang dimaksud meliputi :

  1. Memiliki pengalaman perusahaan paling sedikit 2 tahun dalam melakukan pengkajian teknis dan pengawasan konstruksi bangunan gedung
  2. Memiliki tenaga ahli pengkaji teknis di bidang arsitektur, struktur, mekanikal,. Elektrikal dan tata ruang luar yang masing-masing paling sedikit 1 (satu) orang.

Pengkaji Teknis perorangan harus memiliki pengetahuan dasar dan kemampuan dasar. Kemampuan dasar yang di maksud yaitu untuk :

  1. Melakukan pengecekan kesesuaian gambar (as-built drawing) terhadap dokumen IMB
  2. Melakukan pengecekan kesesuaian fisik bangunan gedung terhadap gambar terbangun (as built drawing)
  3. Melakukan pemeriksaan komponen terbangun arsitektural bangunan gedung, seperti dinding dalam, langit-langit, lantai, penutup atap, dinding luar, pintu dan jendela, lisplang dan talang
  4. Melakukan pemeriksaan komponen terbangun structural bangunan gedung, seperti fondasi, dinding geser, kolom danbalok, plat lantai, dan atap
  5. Melakukan pemeriksaan komponen terpasang utilitas bangunan gedung, seperti system mekanikal, system jaringan elektrikal dan system jaringan perpipaan
  6. Melakukan pemeriksaan komponen terbangun tata ruang luar bangunan gedung, seperti jalan sepetak, jalan lingkungan, tangga luar, gili-gili, parker, dinding penahan tanah, pagar, penerangan luar, pertamanan dan saluran

Dan pengetahuan dasar yang harus dimiliki pengkaji teknis yaitu pengetahuan mengenai :

  1. Desain prototype bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai
  2. Persyaratan pokok tahan gempa bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai
  3. Inspeksi sederhana saat pelaksanaan konstruksi bangunan gedung
  4. Pengisian daftar simak pemeriksaan kelaikan fungsi
  5. Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung secara visual
  6. Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung menggunakan peralatan nondestruktif

Tugas dan Fungsi Tim Ahli Bangunan Gedung

Untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan juga kemudahan dalam penyelenggaraan bangunan gedung diperlukan Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji Teknis Bangunan Gedung dan Penilik Bangunan.

Tim Ahli Bangunan Gedung atau biasa disingkat menjadi TABG adalah tim yang terdiri atas para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompeksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

Tim ahli bangunan gedung dibentuk berdasarkan keputusan bupati/walikota atau gubernur untuk Provinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta. TABG terdiri atas unsur perguruan tinggi, Asosiasi Profesi Khusus, masyarakat ahli dan instansi pemerintah.

TABG  harus memiliki keahlian di bidang bangunan gedung yang meliputi :

  1. Arsitektur bangunan gedung dan perkotaan
  2. Struktur dan konstruksi
  3. Mekanikal dan elektrikal
  4. Pertamanan/lanskap
  5. Tata ruang dalam/interior
  6. Keselamatan dan kesehatan kerja
  7. Keahlian lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan fungsi bangunan gedung

Keahlian di bidang bangunan gedung dapat dipenuhi dari unsur perguruan tinggi, asosiasi profesi khusus dan masyarakat ahli. Selain unsur masyarakat ahli, anggota TABG dapat ditambahkan dari masyarakat ahli di luar bidang bangunan gedung dan masyarakat adat sepanjang diperlukan. Unsur instansi pemerintah meliputi pejabat sturktural bidang tata bangunan/bangunan gedung pada dinas yang membidangi sub-urusan bangunan gedung, pejabat fungsional teknik tata bangunan dan perumahan, pejabat structural dari instansi teknis terkait di daerah dan pejabat fungsional dari instansi terkait di daerah.

Pejabat structural dan fungsional dari instansi teknis terkait dapat berasal dari instansi teknis bidang jalan, perhubungan/transportasi, telekomunikasi, K3, pertahanan, keamanan, penataan ruang, lingkungan hidup, perhubungan, kebakaran, ketenagakerjaan, energy dan sumber daya mineral, komunikasi dan informatika, kesehatan dan keterntraman atau ketertiban umum serta pelindungan masyarakat.

TABG secara aktif dan proaktif memberikan pertimbangan teknis, pendapat dan pandangan kepada Pemerintah Daerah secara professional, independen, objektif, dan tidak terdapat konflik kepentingan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Pertimbangan teknis, pendapat dan pandangan dapat disampaikan oleh TABG kepada Walikota melalui Kepala Dinas.

Tugas dan fungsi TABG terdiri dari tugas dan fungsi rutin tahunan dan tugas dan fungsi insidentil

Tugas rutin tahunan TABG meliputi :

  1. Memberikan pertimbangan teknis berupa nasihat, pendapat dan pertimbangan professional sebagai dasar penyusunan rekomendasi teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum
  2. Memberikan masukan tentang program dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi yang terkait

Adapaun Fungsi tahunan TABG yaitu :

  1. Menyusun analisis terhadap rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum, seperti :
  2. Memeriksa dokumen rencana teknis berdasarkan persetujuan/rekomendasi dari instansi/pihak berwenang
  3. Memeriksa dokumen rencana teknis berdasarkan ketentuan tentang persyaratan tata bangunan
  4. Memeriksa dokumen rencana teknis berdasarkan ketentuan tentang persyaratan keadalan bangunan gedung
  5. Khusus TABG dari unsur Pemerintah Daerah menyatakan persyaratan teknis tata ruang yang harus dipenuhi bangunan gedung berdasarkan pertimbangan kondisi yang ada, program yang sedang dan akan dilaksanakan di/melalui atau dekat dengan lokasi rencana.

Tugas insidentil TABG meliputi :

  1. Memberikan pertimbangan teknis berupa nasihat, pendapat, dan pertimbangan professional dalam penetapan jarak bebas untuk bangunan gedung fasilitas umum di bawah permukaan tanah, rencana teknis perawatan bangunan gedung tertentu, dan rencana teknis pembongkaran bangunan gedung tertentu yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
  2. Memberikan pertimbangan teknis berupa masukan dan pertimbangan professional dalam penyelesaian masalah secara langsung atau melalui forum dan persidangan dengan :
  3. Membantu Pemerintah Daerah menampung pendapat dan pertimbangan masyarakat tentang RTBL, rencana teknis bangunan gedung tertentu dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting
  4. Memberikan pertimbangan untuk menjaga objektivitas serta nilai keadilan dalam pemutusan perkara tentang pelanggaran di bidang bangunan gedung
  5. Memberikan pertimbangan teknis berupa pertimbangan professional terhadap masukan dari masyarakat dalam membantu pemerintah daerah untuk menyempurnakan peraturan, pedoman dan standar teknis di bidang bangunan gedung.

Fungsi insidentil TABG meliputi :

  • Menyusun analisis untuk penetapan  jarak bebas bangunan gedung fasilitas umum di bawah permukaan tanah meliputi :
  • Mengkaji dasar ketentuan jarak bebas berdasarkan pertimbangan batas-batas lokasi
  • Mengkaji dasar ketentuan jarak bebas berdasarkan pertimbangan keamanan dan keselamatan
  • Mengkaji dasar ketentuan jarak bebas berdasarkan pertimbangan kemungkinan adanya gangguan terhadap fungsi utilitas kota, serta akibat dalam pelaksanaan
  • Mengkaji kemungkinan pemanfaatan ruang di bawah tanah untuk perkembangan prasarana umum yang makin meningkat sesuai tuntutan kebutuhan
  • Menyusun analisis untuk menilai pendapat dan pertimbangan masyarakat terhadap RTBL, rencana teknis bangunan gedung tertentu, dan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
  • Menyusun analisis untuk perumusan masukan sebagai pertimbangan dalam memutuskan perkara di pengadilan yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung, meliputi :
  • Mengkaji aspek teknis penyelenggaraan bangunan gedung yang menjadi kasus
  • Mengkaji aspek lainnya yang terkait
  • Menyusun analisis terhadap masukan dari masyarakat meliputi :
  • Mengkaji saran dan usul dari masyarakat untuk penyempurnaan peraturan-peraturan, termasuk peraturan daerah di bidang bangunan
  • Mengkaji saran dan usul dari masyarakat untuk pedoman teknis di bidang bangunan gedung termasuk untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
  • Mengkaji saran dan usul dari masyarakat untuk standar teknis di bidang bangunan gedung termasuk untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat dan bangunan gedung yang dibangun pada lokasi bencana

ANDALALIN

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah diatur dalam alinea ke-4 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahana nasional, diperlukan system transportasi nasional yang memiliki posisi penting dan strategis dalam pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan.

Transportasi merupakan salah satu sarana untuk memperlancar roda perekonomian, membuka akses ke daerah pedalaman atau terpencil, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, menegakkan kedaulatan negara, serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat yang dilaksanakan melalui penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pentingnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dank e luar negeri, serta berperan sebagai pendorong, dan penggereak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah.

Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan sebagai upaya untuk mendorong kemajuan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu dilakukan dengan cara memberikan kemudahan berusaha untuk mendorong investasi di bidang penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Analisis Dampak Lalu Lintas

Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas. Dokumen analisis dampak lalu lintas terintegrasi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

Rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrasturktur dapat berupa pembangunan baru atau pengembangan.

Adapun Kriteria Ukuran Wajib Andalalin, Jenis Rencana Pembangunan dan Kategori Bangkitan Lalu Lintas, sebagai berikut:

  • Pusat kegiatan berupa bangunan untuk :
  • Kegiatan perdagangan dan perbelanjaan : Diatas 3000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 1001 m2 s.d 3000 m2 luas lantai bangunan,bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 500 m2 s.d 1000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan perkantoran : Diatas 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 4.001 m2 s.d 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 1.000 m2 s.d 4000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan industry : Diatas 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 5001 m2 s.d 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 2500 m2 5000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan pergudangan : Diatas 500.000 m2 luas lantai bangunan, bangkita tinggi (Dokumen Andalalin), 170.001 m2 s.d 500.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 40.000 m2 s.d 170.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kawasan pariwisata  :Wajib, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Tempat wisata : Diatas 10,0 hektare luas lahan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 5,0 s.d 10,0 hektar luas lahan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 1,0 s.d 5,0 hektar luas lahan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Fasilitas pendidikan  : Diatas 1.500 siswa, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Fasilitas pelayanan umum (Rumah Sakit) : Di atas 700 tempat tidur, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 201 s.d 700 tempat tidur, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 75 s.d 200 tempat tidur, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Untuk permukiman dapat berupa :
  • Perumahan sederhana : di atas 1000 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 401 s.d 1000 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 150 s.d 400 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Perumahan menengah-atas/Townhouse/Cluster : Di atas 500 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 301 s.d 500 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 100 s.d 300 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Rumah susun sederhana : Di atas 800 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknos), 150 s.d 800 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Apartement : Di atas 800 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 301 s.d 500 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis, 50 s.d 300 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Sedangkan Infrastruktur dapat berupa :
  • Akses ke dan dari jalan tol : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Utama : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Pengumpan : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Pengumpan Regional : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi), Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Pelabuhan Pengumpan Lokal : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan dalam kabupaten/kota) Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Pelabuhan Khusus : Luas lahan di atas 100.000 m2, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), Luas lahan 50.001 m2 s.d 100.000 m2, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis), Luas Lahan di bawah 50.000 m2, Bangkitan Rendah (Standar Teknis)
  • Pelabuhan sungai, danau dan penyebrangan : Penyebrangan Lintas Provinsi dan/atau antarnegara, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), Penyebrangan Lintas Kabupaten/Kota, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis), Penyebrangan Lintas dalam Kabupaten Kota, Bangkitan Rendah (Standar Teknis)
  • Bandar udara Pengumpul Skala Pelayanan Primer : Wajib ≥ 5juta orang pertahun, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Bandar Udara Pengumpul Skala Pelayanan Sekunder : Wajib 1 juta orang s.d ≤ 5 juta orang pertahun, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Bandar Udara Pengumpul Skala Pelayanan Tersier : Wajib ≥ 500 ribu orang s.d  ≤ 1 juta orang pertahun, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Bandar Udara Pengumpan (Spoke): Wajib, Bangkitan Rendah (Standar)
  • Terminal Penumpang A : Wajib ((melayani hingga kendaraan penumpang umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) dan angkutan lintas batas  antar negara)), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Terminal Penumpang Tipe B : Wajib (melayani hingga kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP) dan angkutan kota (AK)), Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Terminal Penumpang Tipe C : Wajib ((melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan pedesaan (ADES)), Bangkitan Rendah (Standar)
  • Terminal Angkutan Barang : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Terminal Peti Kemas : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Stasiun kereta api kelas besar : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Stasiun kereta api kelas sedang : Wajib, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Stasiun kereta api kecil : Wajib, Bangkitan Rendah (Standar)
  • Tempat penyimpanan kendaraan (pool) : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Fasilitas parkir untuk umum : Di atas 300 SRP, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), 100 s.d 300 SRP, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)

Pengembang atau pembangun wajib melaksanakan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan skala dampak bangkitan lalu lintas untuk kegiatan yang diajukan oleh pengembang atau pembangun.

Dokumen andalalin paling sedikit memuat diantaranya :

  • Perencanaan dan metodologi andalalin
  • Analisis kondisi lalu lintas dan angkutan saat ini
  • Analisis bangkitan/tarikan lalu lintas dan angkutan jalan akibat pembangunan berdasarkan kaidah teknis transportasi dengan menggunakan factor trip rate yang ditetapkan secara nasional
  • Analisis distribusi perjalanan
  • Analisis pemilihan moda
  • Analisis pembebanan perjalanan
  • Simulasi kinerja lalu lintas yang dilakukan terhadap andalalin
  • Rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak lalu lintas
  • Rincian tanggung jawab pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak lalu lintas
  • Rencana pemantauan dan evaluasi
  • Gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan

Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari Menteri (untuk jalan nasional), Gubernur (untuk jalan provinsi), Bupati (untuk jalan kabupaten/jalan desa), dan Walikota (untuk jalan kota). Untuk memperoleh persetujuan, pengembang atau pembangun harus menyampaikan hasil andalalin sesuai dengan skala dampak bangkita lalu lintas kegiatan yang ditimbulkan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

Dalam hal hasil andalalin berupa dokumen andalalin  untuk kegiatan dengan skala dampak bangkitan lalu lintas yang tinggi, maka persetujuan diberikan setelah mendapat persetujuan teknis dari tim evaluasi penilai analisis dampak lalu lintas. Tim evaluasi penilai andalalin dibentuk oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, yang merupakan unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, yang berjumlah 3 (tiga) orang.

Tim evaluasi penilai analisis dampak lalu lintas mempunyai tugas :

  • Melakukan penilaian terhadap hasil andalalin yang berupa dokumen andalalin untuk kegiatan dengan skala dampak bangkita lalu lintas yang tinggi
  • Menilai kelayakan persetujuan yang diusulkan dalam hasil andalalin

Jika hasil andalalin sudah memenuhi persyaratan, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani oleh penanggung jawab perusahaan diatas materai untuk melaksanakan semua kewajiban andalalina.

Terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban pengembang atau pembangun yang tercantum dalam persetujuan hasil andalalin dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala yag dilaksanakan oleh tim monitoring dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Tim monitoring dan evaluasi diketuai oleh instansi pembina di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta beranggotakan unsur dari instansi pembina di bidang jalan dan kepolisian negara republic Indonesia.

Tim monitoring dan evaluasi memiliki tugas diantaranya :

  • Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan persetujuan hasil analisi dampak lalu lintas baik pada masa konstruksi maupun operasional kegiatan usaha
  • Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan pemenuhan atas persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas yang telah ditetapkan

Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar pernyataan kesanggupan akan dikenai sanksi administrative oleh pemberi izin, seperti peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan/pelayanan umum, dendan administrative dan pembatalan persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas atau Perizinan Berusaha.

Bangunan Gedung Hijau

Bangunan Gedung Hijau atau yang biasa disingkat BGH merupakan bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energy, air dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan.

Dijelaskan lebih detail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis bangunan gedung. Standar teknis bangunan gedung merupakan acuan yang memuat ketentuan, kriteria, mutu, metode dan tata cara yang harus dipenuhi dalam proses Penyelenggaraan Bangnan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung. Salah satu Standar Teknis yang ada dalam Peraturan Pemerintah No 16 tahun 2021 yaitu Ketentuan penyelenggaraan BGH.

Ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau

Standar teknis penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau dikenakan pada Bangunan Gedung baru dan Bangunan Gedung yang sudah ada. Pengenaan standar teknis BGH dibagi berdasarkan kategori wajib (mandatory) atau disarankan (recommended). Bangunan gedung dengan kategori wajib (mandatory) meliputi :

  1. Bangunan gedung klas 4 (empat) dan 5 (lima) di atas 4 (empat) lantai dengan luas paling sedikit 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi)
  2. Bangunan gedung klas 6 (enam), 7 (tujuh) , dan 8 (delapan) di atas 4 (empat) lantai dengan luas lantai paling sedikit 5.000 m2 (lima rebut meter persegi)
  3. Bangunan gedung klas 9a dengan luas di atas 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi)
  4. Bangunan gedung klas 9b dengan luas di atas 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi)

Bangunan gedung dengan kategori disarankan (recommended) meliputi bangunan gedung selain bangunan gedung yang masuk dalam kategori wajib (mandatory).

Prinsip Bangunan Gedung Hijau meliputi :

  1. Perumusan kesamaan tujuan, pemahaman, serta rencana tindak
  2. Pengurangan (reduce) penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material air, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia
  3. Pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun nonfisik
  4. Penggunaan kembali (reuse) sumber daya yang telag digunakan sebelumnya
  5. Penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recyle)
  6. Perlindungan dan pengelolaan terhdap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian
  7. Mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim dan bencana
  8. Orientasi pada siklus hidup
  9. Orientasi pada pencapaian mutu yang diinginkan
  10. Inovasi teknologi untuk perbaikan yang berkelanjutan, dan
  11. Peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan,

Bangunan Gedung Hijau harus memenuhi standar teknis sesuai dengan tahap penyelenggaraan yang meliputi pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran. BGH diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat untuk BGH milik negara/Pemerintah Daerah untuk BGH milik daerah, Pemilik BGH yang berbadan hokum atau perseorangan, Pengguna atau pengelola BGH yang berbadan hokum atau perseorangan, penyedia jasa yang kompeten di bidang bangunan gedung. Dalam penyelenggaraan, penyedia jasa melibatkan tenaga ahli Bangunan Gedung Hijau.

Standar Bangunan Gedung Hijau untuk Bangunan yang Sudah Ada

Penyelenggaraan BGH pada bangunan gedung yang sudah ada dan belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis serta pelaksanaan konstruksi BG dilakukan dengan mengikuti prinsip adaptasi dan penerapan adaptasi. Prinsip adaptasi pada bangunan gedung yang sudah ada terdiri dari :

  1. Pemenuhan kelaikan fungsi dan ketentuan bangunan gedung
  2. Pertimbangan biaya operasional pemanfaatan dan perhitungan tingkat pengembalian biaya yang diterima atas penghematan
  3. Pencapaian target kinerja yang terukur secara signifikan sebagai BGH

Penerapan adaptasi merupakan metode yang efektif digunakan untuk menerapkan prinsip adaptasi pada bangunan gedung yang sudah ada tetapi tidak mengalami perubahan atau penambahan fungsi dan tanpa penambahan bangunan baru, dan bangunan gedung yang sudah ada dengan perubahan atau penambahan fungsi yang dapat mengakibatkan penambahan bagian baru dan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan. Penerapan adaptasi BGH pada bangunan gedung dilakukan secara bertahap dan/atau parsial sesuai dengan standar teknis BGH melalui pengubahsuaian (retrofitting) dan ketentuan Pelestarian.

Hunian Hijau Masyarakat

Kumpulan rumah tinggal dapat menyelenggarakan BGH melalui mekanisme H2M yang diselenggarakan secara kolektif atas inisiatif masyarakat. Penyelenggaraan H2M dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan pendampingan dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan memenuhi indicator kinerja.

Penyelenggaraan H2M terdiri dari penyusunan dokumen rencana kerja H2M, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran. Penyelenggaraan H2M dituangkan dalam dokumen penyusunan dokumen rencana kerja H2M pada awal kegiatan sebagai bagian dari rencana aksi implementasi BGH di kabupaten/kota.

Indicator kinerja H2M berupa :

  1. Pengurangan konsumsi energy rata-rata 25% (dua puluh lima persen)
  2. Pengurangan konsumsi air rata-rata 10% (sepuluh persen)
  3. Pengelolaan sampah secara mandiri
  4. Penggunaan material bangunan local dan ramah lingkungan
  5. Optimasi fungsi ruang terbuka hijau pekarangan

Indicator kinerja H2M dilaksanakan dengan metode dan teknologi yang mengutamakan kelaikan fungsi, keterjangkauan, dan kinerja terukur.

Sertifikat Bangunan Gedung Hijau

Sertifikasi BGH diberikan untuk tertib pembangunan dan mendorong penyelenggaraan Bangunan Gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien, aman, sehat, mudah, nyaman, ramah lingkungan, hemat energy dan air, dan sumber daya lainnya.

Sertifikat BGH diberikan berdasarkan kinerja BGH sesuai dengan peringkat seperti BGH Pratama, BGH Madya dan BGH Utama. Pemilik atau pengelola menyerahkan dokumen keluaran pada setiap tahap penyelenggaraan BGH kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota untuk mendapatkan sertifikat BGH sesuai dengan kriteria peringkat BGH. Proses verifikasi daftar simak penilaian kinerja BGH beserta dokumen pembuktiannya dilakukan oleh TPA, TPA akan menetapkan peringkat BGH berdasarkan hasil verifikasi penilaian kinerja.

Sertifikat BGH dapat berupa sertifikat perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi atau pemanfaatan. Sertifikat atau Plakat BGH tahap pelaksanaan konstruksi akan diberikan kepada pemilik atau pengelola Bangunan Gedung yang telah memiliki SLF dan memenuhi ketentuan Standar Teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan. Sedangkan sertifikat dan plakat BGH tahap pemanfaatan akan diberikan kepada pemilik atau pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF perpanjangan dan memenuhi ketentuan standar teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan.

Jika bangunan gedung yang sudah ada tetapi belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi BGH, sertifikat dan plakat BGH tahap pemanfaaatan diberikan kepada pemilik atau pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF dan memenuhi ketentuan standar teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan. Jangka waktu berlakunya sertifikat BGH yaitu untuk 5 (lima) tahun.

Penilaian Kinerja dan Insentif Bangunan Gedung Hijau

Terdapat 3 (tiga) macam penilaian kinerja pada Bagungan Gedung Hijau, diantaranya:

  • Penilaian kinerja BGH pada tahap perencanaan teknis meliputi kesesuaian pengelolaan tapak, efisiensi penggunaan energy, efisiensi penggunaan air, kualitas udara dalam ruang, penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan limbah dan pengelolaan sampah.
  • Penilaian kinerja BGH pada  tahap pelaksanaan meliputi ketentuan pada tahap perencanaan teknis terhadap bangunan gedung yang  telah di bangun
  • Penilaian kinerja BGH pada tahap pemanfaatan meliputi penyusunan SOP pemanfaatan BGH dan pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan.

Pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan dilakukan dengan membandingkan kinerja BGH pada tahap pemanfaatan dengan penetapan kinerja pelaksanaan konstruksi. Jika bangunan gedung yang sudah ada (existing) yang belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi BGH, penilaian kinerja BGH pada tahap pemanfaatan yang meliputi penyusunan SOP pemanfaatan BGH, pelaksanaan SOP pemanfaatan BGH, dan kinerja BGH yang sudah ada pada masa pemanfaatan, penilaian kinerjanya ditetapkan berdasarkan ketentuan tentang pemenuhan standar teknis BGH.

Pemilik atau pengelola BGH dapat memperoleh insentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemberian insentif bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan BGH oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung. Pemberian insentif dapat berupa :

  • Keringanan retribusi PBG dan keringanan jasa pelayanan
  • Kompensasi berupa tambahan koefisien lantai bangunan
  • Dukungan teknis atau kepakaran antara lain berupa advis teknis dan bantuan jasa tenaga ahli BGH yang bersifat percontohan
  • Penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat, dan tanda penghargaan
  • Insentif lain berupa publikasi dan promosi

Pemberian insentif juga diberikan kepada masyarakat atau komunitas yang memiliki komitmen dalam pelaksanaan H2M, insentif dapat berupa :

  • Keringanan retribusi PBG
  • Dukungan sarana, prasarana dan peningkatan kualitas lingkungan
  • Dukungan teknis dan kepakaran antara lain berupa advis teknis atau pendampingan yang dilakukan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
  • Penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat atau tanda penghargaan
  • Insentif lain berupa publikasi atau promosi dalam rangka memperkenalkan praktik terbaik (best practices) penyelenggaraan BGH ke masyarakat luas, laman internet dan forum terkait dengan penyelenggaraan BGH

Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya, maupun kegiatan khusus. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Bangunan Gedung dengan tertib, baik secara administrative maupun secara teknis, agar terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Penyelenggaraan bangunan gedung sendiri merupakan kegiatan pembangunan yang meliputi perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran. Dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung, penyelenggara berkewajiban memenuhi standar teknis. Pemilik yang belum dapat memenuhi standar teknis bangunan gedung tetap harus memenuhi ketentuan tersebut secara bertahap.

Kegiatan pembangunan meliputi kegiatan perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi. Dalam kegiatan perencanaan teknis, penyedia jasa perencanaan bangunan gedung membuat dokumen rencana teknis untuk memperoleh PBG yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam kegiatan pelaksanaan konstruksi, penyedia jasa pelaksanaan konstruksi harus melaksanakan konstruksi sesuai dengan PBG yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Perencanaan teknis dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuan kerja dan dokumen ikatan kerja dan harus memenuhi standar teknis. Dalam hal BGFK, perencanaan teknis dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan BGFK yang memiliki kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan juka belum tersedia, perencanaan teknis dilaksanakan oleh penyedia jasa perencanaan yang melibatkan Tenaga Ahli Fungsi Khusus terkait bangunan gedung yang direncanakan.

Persetujuan Bangunan Gedung dilakukan untuk membangun bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung. PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan. Proses konsultasi perencanaan meliputi diantaranya pendaftaran, pemeriksaan pemenuhan standar teknis dan pernyataan pemenuhan standar teknis. Konsultasi perencanaan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap dokumen rencana teknis. Pemeriksaan dilakukan oleh TPA atau TPT.

Pelaksanaan konstruksi dimulai setelah pemohon memperoleh PBG. Dalam BGFK, pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi bidang bangunan gedung yang memiliki kompetensi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pemohon harus menyampaikan informasi jadwal dan tanggal mulai pelaksanaan konstruksi kepada Dinas Teknis melalui SIMBG. Jika pemohon tidak menyampaikan informasi maka diminta untuk klarifikasi. Dan jika tidak menyampaikan informasi dan juga klarifikasi, maka PBG dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan pemohon diminta untuk mengulangi pendaftaran.

Pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung. Pengawasan konstruksi bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara pelaksanaan konstruksi dengan PBG. Pengawasan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi dan bagi BGFK, pengawasan konstruksi melibatkan tim kementerian/lembaga yang memiliki kompetensi di bidang pengawasan pembangunan instalasi fungsi khusus.

Dinas teknis melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung setelah mendapatkan informasi. Inspeksi dilakukan sebagai bentuk pengawasan dari Pemerintah Daerah/Kota yang dapat menyatakan lanjut atau tidaknya pekerjaan konstruksi ke tahap berikutnya. Bagi BGFK, kementerian/lembaga terkait yang akan melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan konstruksi BGFK setelah mendapat informasi. Dalam pekerjaan rehabilitasi, renovasi dan restorasi, inspeksi dilakukan pada tahap sesuai pekerjaan yang dilaksanakan.

Dalam melaksanakan inspeksi, dinas teknis akan menugaskan Penilik. Dan pada saat inspeksi, penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi harus menyampaikan laporan pengawasan konstruksi kepada Penilik. Hasil inspeksi didasarkan pada hasil pengawasan kondisi lapangan dan laporan pengawasan konstruksi terhadap kesesuaian dengan PBG atau SMKK.

Jika ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan konstruksi dengan PBG atau ketentun SMKK, Penilik akan melapor pada Dinas teknis. Dalam hal Pemilik tidak melakukan penyesuaian konstruksi, maka Pemilik harus mengurus ulang PBG. Dalam hal penyeseuaian konstruksi atau pengurusan ulang PBG tidak dilakukan oleh Pemilik, Dinas Teknis dapat menghentikan pelaksanaan konstruksi hingga pengurusan ulang PBG selesai. Jika ketidaksesuaian pelaksanaan konstruksi dengan ketentuan SMKK tidak ditindaklanjuti oleh Pemilik, Dinas Teknis dapat menghentikan pelaksanaan konstruksi.

Dalam hal kumpulan bangunan gedung yang dibangun dalam satu kawasan dan memiliki rencana teknis yang sama, surat pernyataan kelaikan fungsi bangunan gedung akan dikeluarkan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi. SLF harus diperoleh oleh Pemilik sebelum bangunan gedung dapat dimanfaatkan. SFL yang dimaksud berupa dokumen SLF, lampiran dokumen SLF dan label SLF.

Surat kepemilikan bangunan gedung terdiri dari

  • SBKBG, dokumen SBKBG meliputi informasi mengenai kepemilikan atas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung, alamat bangunan gedung, status hak atas tanah, nomor PBG dan nomor SLF atau perpanjangan SLF
  • sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun
  • sertifikat hak milik satuan rumah susun.

Pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. Pemanfaatan gedung harus dilaksanakan oleh Pemilik atau Pengguna sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya. Pemilik atau pengguna harus melaksanakan pemeliharaan dan perawatan agar bangunan gedung tetap laik fungsinya.

Pemilik atau pengguna bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan gedung yang terjadi akibat pemanfaatan yang tidak sesuai dengan fungsi dan klasifikasi yang ditetapkan dalam PBG dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan manual pengoperasian, pemeliharaan, dan perawatan bangunan gedung. Pemilik dapat mengikuti program pertanggungan terhadap kemungkinan kegagalan bangunan gedung selama pemanfaatan bangunan gedung.

Pemeriksaan berkala bangunan gedung dilakukan oleh Pemilik atau pengguna untuk mengetahui kelaikan fungsi seluruh atau sebagian bangunan gedung. Pemeriksaan berkala dapat dilakukan pada komponen, peralatan, dan sarana atau prasarana bangunan gedung. Pemilik atau pengguna dapat menggunakan penyedia jasa pengkajian teknis untuk melakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaaan berkala dilakukan sesuai dengan periode yang ditentukan oleh standar teknis untuk setiap jenis elemen bangunan gedung atau paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali.

Pekerjaan perawatan meliputi diantaranya rehabilitasi, renovasi dan restorasi. Pekerjaan pemeliharaan bangunan gedung meliputi diantaranya pembersihan, perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung. Pekerjaan pemeliharaan dilakukan berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung. Hasil dari pemeliharaan dituangkan dalam bentuk laporan.

Perpanjangan SLF didahului dengan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan. SLF diperpanjang dalam jangka waktu tertentu seperti 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan gedung. Kelaikan fungsi mempertimbangkan kesesuaian kondisi lapangan dan gambar bangunan gedung terbangun (as built drawings) terhadap SLF terakhir serta standar teknis. Hasil pemeriksaan kelaikan fungsi terdiri dari surat pernyataan kelaikan fungsi dan surat rekomendasi seperti rekomendasi perbaikan tanpa pembaruan PBG, rekomendasi pembaruan PBG tanpa perbaikan dan rekomendasi pembaruan PBG dengan perbaikan.

Penatausahaan SBKBG dilaksanakan dalamhal sebagian atau seluruh isi SBKBG sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada. Penatausahaan SBKBG dilakukan apabila terjadi peralihan hak SBKBG, pembebanan hak SBKBG, penggantian SBKBG, perubahan SBKBG, penghapusan SBKBG dan perpanjangan SBKBG.

Pembongkaran bangunan gedung harus dilaksanakan secara tertib dan mempertimbangkan keamanan, keselamatan masyarakat, dan lingkungannya. Pembongkaran melalui penetapan perintah pembongkaran atau persetujuan pembongkaran oleh dinas teknis. Penetapan pembongkaran dilakukan apabila :

  • bangunan gedung tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi
  • pemanfaatan bangunan gedung menimbulkan bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya
  • pemiliki tidak menindaklanjuti hasil inspeksi dengan melakukan penyesuaian dan/atau memberikan justifikasi teknis pada masa pelaksanaan konstruksi bangunan gedung

persetujuan pembongkaran dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui tahap pengajuan pembongkaran, konsultasi pembongkaran dan penerbitan surat persetujuan pembongkaran. Pelaksanaan pembongkaran dimulai setelah Pemilik memperoleh surat persetujuan.

Persetujuan Lingkungan, Amdal dan SPPL

Untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan yang disebabkan pembangunan, Pemerintah Indonesia telah memberlakukan dan mewajibkan para pelaku usaha untuk memenuhu Amdal, UKL-UPL dan SPPL dalam pengurusan izin Persetujuan Bangunan. Dengan diterbitkannya regulasi tersebut, diharapkan dapat mendorong kesadaran masyarakat dalam mengedepankan konsep pembangunan yang lebih bertanggung jawab. Tujuan utamanya adalah agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang dapat merugikan hajat hidup masyarakat luas, termasuk generasi mendatang.

Sama halnya dengan mendirikan sebuah bangunan gedung. Jika dalam mendirikan sebuah bangunan gedung kita harus memiliki dokumen seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang memiliki manfaat untuk mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administrative, andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan dan kemudahan bagi penggunanya, Persetujuan Lingkungan seperti Amdal, UKL-UPL dan SPPL juga memberikan manfaatkan yaitu sebagai suatu cara untuk mengendalikan perubahan lingkungan sebelum suatu pembangunan dilaksanakan. Pembangunan yang mengabaikan analisis dampak lingkungan dan pengurusan izin lingkungan tentunya sangat merugikan banyak masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Hidup, dijelaskan tentang Persetujuan Lingkungan, Amdal, UKL-UPL dan SPPL seperti berikut.

Persetujuan Lingkungan

Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Persetujuan Lingkungan diberikan kepada Pelaku Usaha atau Instansi Pemerintah sebagai prasyarat penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui;

  • penyusunan Amdal dan uji kelayakan Amdal
  • penyusunan Formulir UKL-UPL dan pemeriksaan UKL-UPL

Masa berlaku Persetujuan Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Setiap rencana usaha atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal, UKL-UPL dan juga SPPL.

AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau biasa disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Amdal wajib dimiliki bagi setiap rencana Usaha/Kegiatan yang memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup. Adapun rencana Usaha/Kegiatan yang wajib memiliki Amdal diantaranya :

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang besaran skalanya wajib Amdal
  • jenis rencana usaha/kegiatan yang lokasinya dilakukan di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung

Adapun kriteria usaha/kegiatan yang memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup yang wajib memiliki Amdal terdiri atas;

  1. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
  2. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan
  3. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya
  4. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan social dan budaya
  5. proses dan kegiatan yang hasilnya akan memperngaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya
  6. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik
  7. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati
  8. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara
  9. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi Lingkungan Hidup

Rencana usaha/kegiatan yang lokasinya berada di dalam kawasan lindung meliputi jenis rencana usaha/kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana usaha/kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawan lindung meliputi jenis rencana usaha/kegiatan yang batas tapak proyeknya bersinggungan langsung dengan batas kawasan lindung, berdasarkan pertimbangan ilmiah memiliki potensi dampak yang mempengaruhi fungsi kawasan lindung tersebut.

Jika rencana kegiatan/usaha telah memenuhi ketentuan, penanggung jawab usaha/kegiatan meminta arahan instansi Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan ringkasan pertimbangan ilmiah. Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan telaahan dan memberikan arahan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan berupa :

  • rencana usaha.kegiatan mempengaruhi fungsi kawasan lindung
  • rencana usaha/kegiatan tidak mempengaruhi fungsi kawasan lindung

UKL-UPL

Upaya Pengelolaan Lingkungan  Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

UKL-UPL juga wajib dimiliki bagi Usaha/Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap lingkungan hidup. Rencana usaha/kegiatan yang wajib dimiliki UKL/UPL meliputi :

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting
  • jenis usaha/kegiatan yang lokasi usaha/kegiatan dilakukan di luar atau tidak berbatasan langsung dengan kawasan lindung
  • termasuk jenis rencana usaha/kegiatan yang dikecualikan dari wajib Amdal

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau yang biasa disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha/Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha/Kegiatan yang wajib Amdan atau UKL-UPL.

Rencana Usaha/Kegiatan yang wajib memiliki SPPL meliputi;

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting dan tidak wajib UKL-UPL
  • merupakan usaha/kegiatan Usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup
  • termasuk jenis rencana Usaha/Kegiatan yang dikecualikan dari wajib UKL-UPL

untuk menentukan rencana usaha/kegiatan yang wajib memiliki Amdan, UKL-UPL atau SPPL, penanggung jawab Usaha/Kegiatan melakukan proses penapisan secara mandiri. Penanggung jawab Usaha/Kegiatan mengajukan penetapan penapisan dari instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Dan penetapan penapisan yang disampaikan oleh instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memuat diantaranya :

  1. rencana Usaha/kegiatan wajib memiliki Amdal, UKL-UPL atau SPPL
  2. kewenangan uji kelayakan Amdal, pemeriksaan UKL-UPL atau SPPL

Pentingnya SLF, PBG dan SBKBG dalam Bangunan Gedung

Bangunan Gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Karena itu, penyelenggaraan Bangunan Gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan Bangunan Gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan Gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pengaturan Bangunan Gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung, setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis Bangunan Gedung.

Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bahwa fungsi serta klasifikasi bangunan Gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan juga Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG).

Persetujuan Bangunan Gedung

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menggunakan istilah IMB atau Izin Mendirikan Bangunan, namun peraturan tersebut telah dicabut sehingga kini istilah IMB tidak lagi digunakan dan diganti dengan PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung.

Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan/atau merawat bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis bangunan Gedung. Pemenuhan Standar Teknis adalah standar yang harus dipenuhi untuk memperoleh PBG.

Adapun fungsi dari bangunan Gedung yang terdiri dari 5 jenis diantaranya yaitu fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi social budaya, dan fungsi khusus. Fungsi dari Persetujuan Bangunan Gedung (PGB) ini sendiri adalah agar bangunan-bangunan yang didirikan nantinya tidak menyebabkan dampak negative terhadap Pengguna dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenya itu, seluruh standar teknis harus dipenuhi sebelum dilakukannya pelaksanaan konstruksi.

Selain untuk membangun bangunan baru, PBG ini juga diwajibkan untuk suatu bangunan yang nantinya mengalami perubahan fungsi, atau disebut PGB perubahan. Untuk bangunan Gedung yang telah berdiri dan belum memiliki surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), maka terlebih dahulu pemilik Gedung harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) baru bisa memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Sertifikat Laik Fungsi

Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung, baik secara administratif maupun teknis sebelum pemanfaatannya. Secara hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus selalu dalam kondisi kokoh dan laik fungsi. Sebagai bukti legalnya, pemerintah daerah dapat menerbitkan SLF bangunan gedung.

Begitu pentingnya SLF sehingga pengembang yang tidak memiliki sertifikat ini tidak dapat menerbitkan Akta Jual Beli (AJB), tidak dapat membuka cabang bank di gedung tersebut, dan tidak dapat memungut biaya layanan dari penghuni.

Dengan kepemilikian SLF, pengembang bisa melakukan proses penyerahan hak milik kepada pembeli, memulihkan masing-masing unit dan membuat akta akuisisi.

Selama ini, banyak orang yang beranggapan bahwa dalam proses mendirikan sebuah bangunan gedung (selain rumah tinggal) hingga difungsikan/digunakan cukup dengan mengantongi IMB. Padahal, terdapat dokumen penting lainnya yang perlu diurus kelengkapannya, yaitu SLF (Sertifikat Laik Fungsi).  

Secara umum, adapun manfaat penilaian kelaikan bangunan gedung secara umum dan manfaat memiliki SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bagi pemerintah maupun pengguna/pemilik bangunan gedung adalah sebagai berikut:

  1. Mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administratif dan andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan bagi penggunanya
  2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB dan operasionalisasi bangunan gedung
  3. Meningkatkan nilai bangunan gedung, dan
  4. Mendorong investasi di daerah, karena persyaratan penerbitan SLF dapat digunakan sebagai:
  5. Syarat agar perumahan (formal dan swadaya) dapat dihuni
  6. Syarat pembuatan akta pemisahan (rumah susun dan bangunan gedung dengan konsep strata title/hak milik atas satuan ruman susun)
  7. Syarat WTO (World Trade Organization) dan ILO (International Labour Organization) untuk bangunan industri
  8. Mendorong perkembangan sektor pariwisata dan perekonomian daerah

Namun demikian saat artikel ini dimuat, beberapa Pemda belum memberlakukan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) tersebut. Beberapa Pemda masih memproses izin Mendirikan Bangunan (IMB) baik yang dilakukan secara online ataupun offline. IMB merupakan salah satu pernyataan komitmen yang harus dipenuhi dalam sistem Online Single Submission (OSS), disamping itu juga syarat dalam mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Surat Bukti Kepemilikan Bangunan

SBKBG adalah surat tanda bukti hak atas status kepemilikan bangunan Gedung. Dinas teknis akan menindaklanjuti surat pernyataan kelaikan fungsi dengan penerbitan SLF dan surat kepemilikan Bangunan Gedung yang meliputi SBKBG, sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung satuan rumah susun atau sertifikat hak milik satuan rumah susun.

SBKBG meliputi diantaranya dokumen SBKBG dan lampiran dokumen SBKBG. Dokumen SBKBG mengatur informasi mengenai :

  1. Kepemilikan atas Bangunan Gedung atau bagian Bangunan Gedung
  2. Alamat Bangunan Gedung
  3. Status hak atas tanah
  4. Nomor Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
  5. Nomor SLF atau nomor perpanjangan SLF

Adapun lampiran dokumen SBKBG meliputi informasi diantaranya :

  1. Surat pernjanjian pemanfaatan tanah
  2. Akta pemisahan
  3. Gambar situasi
  4. Akta fidusia bila dibebani hak

SBKBG diterbitkan berbarengan dengan SLF melalui laman SIMBG. Proses penerbitan SLF dan SBKBG dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak surat pernyataan kelaikan fungsi diunggah melalui SIMBG.

Dalam hal kumpulan Bangunan Gedung yang dibangun dalam satu Kawasan dan memiliki rencana teknis yang sama, SLF dan SBKBG diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap Bangunan Gedung. Jika Bangunan Gedung menggunakan desain prototipe/purwarupa, proses penerbitan SLF dan SBKBG dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak surat pernyataan kelaikan fungsi diunggah melalui SIMBG.

Penerbitan SBKBG untuk BGN berlaku mutatis mutandis mengikuti ketentuan penerbitan SBKBG. SBKBG untuk BGN tidak dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani fidusia. Penerbitan sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung satuan rumah susun dan sertifikat hak milik satuan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk Anda yang belum memiliki dokumen PBG, SLF, SBKBG dan kesulitan dalam mengurusnya, silahkan konsultasi pada Kami. Kami siap membantu Anda.

Sumber : Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung