Perencanaan Tata Ruang

Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yag mengubah sebagian muatan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sector, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang, pemaduserasian antara kehidupan manusia dengan lingkungan, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta penciptaan kondisi peraturan perundang-undangan bidang Penataan Ruang yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Untuk mewujudkan pengaturan mengenai Penyelenggaraan Penataan Ruang yang lebih komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang memuat diantaranya :

  1. Perencanaan Tata Ruang yang mengatur ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang
  2. Pemanfaatan Ruang yang mengatur ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang
  3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang, yang mengatur penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, penilaian perwujudan RTR, pemberian insentif dan disinsentif pengenaan sanksi, dan penyelesaian sengketa Penataan Ruang
  4. Pengawasan Penataan Ruang, yang meliputi pemantauan evaluasi dan pelaporan, yang merupakan upaya untuk menjaga kesesuaian Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun Masyarakat
  5. Pembinaan Penataan Ruang yang mengatur tentang bentuk dan tata cara Pembinaan Penataan Ruang yang diselenggarakan secara sinergis oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Pembinaan Penataan Ruang mencakup juga pengaturan mengenai pengembangan profesi perencanaan tata ruang untuk mendukung peningkatan kualitas dan efektivitas Penyelenggaraan Penataan Ruang
  6. Kelembagaan Penataan Ruang yang mengatur mengenai bentuk, tugas, keanggotaan dan tata kerja Forum Penataan Ruang

Perencanaa Tata Ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Perencanaan Tata Ruang meliputi penyusunan dan penetapan RTR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan RTR dilakukan melalui tahapan diantaranya :

  1. Persiapan penyusunan RTR
  2. Pengumpulan data
  3. Pengolahan dan analisis data
  4. Perumusan konsepsi RTR, dan
  5. Penyusunan rancangan peraturan tentang RTR

RTR sebagai hasil dari Perencanaan Tata Ruang merupakan acuan bagi penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan pembangunan sectoral dan pengembangan wilayah dan kawasan yang memerlukan ruang, dan penerbitan perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut serta pemberian hak atas tanah dan hak pengelolaan.

  • Penyusunan rencana umum tata ruang meliputi:
  1. Penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional, mencakup ruamg darat, ruang udara dan ruang laut yang meliputi wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi
  2. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, mencakup muatan pengaturan Perairan Pesisir yang dirumuskan berdasarkan materi teknis yang disusun oleh perangkat daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
  3. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
  4. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota
  • Penyusunan rencana rinci tata ruang meliputi:
  1. Penyusunan Rencana Tata Ruang pulau/kepulauan,
  2. Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
  3. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah
  4. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu
  5. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara
  6. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota

Penetapan rencana umum tata ruang diantaranya yaitu penetapan rencana tata ruang wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota. Sedangkan penetapan rencana rinci tata ruang meliputi penetapan rencana rinci tata ruang dan rencana zonasi ruang laut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang kabupaten kota

Peninjauan Kembali RTR meliputi peninjauan kembali terhadap rencana umum tata ruang dan peninjauan kembali terhadap rencana rinci tata ruang. Peninjauan kembali RTR dilakukan sebanyak 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa :

  1. Bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
  2. Perubahan batas territorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang
  3. Perubahan batas daerah yang ditetapkan dengan undang-undang
  4. Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis

Dalam rangka pelaksanaan peninjauan kembali RTR yang penyusunannya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah menyampaikan permohonan peninjauan kembali RTR kepada Menteri. Menteri akan memberikan rekomendasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan berupa:

  • RTR yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya
  • RTR yang ada perlu direvisi

Jika terjadi ketidaksesuaian antara RTR dengan batas daerah, RTR dengan kawasan hutan dan rencana tata ruang wilayah provinsi dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten kota, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang koordinasi perekonomian dapat merekomendasikan kepada Menteri agar dilakukan peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Revisi RTR sebagai tindak lanjut dari peninjauan kembali menggunakan prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Revisi RTR dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki Orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika revisi RTR mengubah fungsi ruang, perubahan fungsi ruang tidak serta merta mengakibatkan perubahan pemilikan dan penguasaan tanah. Perubahan pemilikan dan penguasaan tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Untuk mencapai tujuan negara yang menjamin hak warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana tecantum pada Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanatkan perlunya dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah. Amanat Pasal 50 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut memberikan implikasi hukum berupa lahirnya Perubahan Peraturan Pemerintahan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan system pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar rumah yang meliputi ketentuan umum dan standar teknis.  Dalam ketentuan umum paling sedikit memenuhi aspek keselamatan bangunan, kebutuhan minimum ruang dan aspek kesehatan bangunan. Standar teknis terdiri atas pemilihan lokasi rumah, ketentuan luas dan dimensi kaveling, dan perancanan rumah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan arsitektur, struktur, mekanikal, dan elektrkal beserta perpiaan (plumbing) bangunan rumah. Perencanaan dan perancangan rumah dilaksanakan melalui penyusunan dokumen rencana teknis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi standar yang meliputi:

  1. Ketentuan umum, yang memenuhi :
  2. Kebutuhan daya tamping perumahan
  3. Kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat
  4. Mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan
  5. Terhubung dengan jaringn perkotaan existing.
  6. Standar teknis, yang meliputi :
  7. Standar prasarana seperti jaringan jalan, drainase, penyediaan air minum, sanitasi dan tempat pembuangan sampah
  8. Standar sarana seperti ruang terbuka hijau dan sarana umum
  9. Standar utilitas umum seperti jaringan listrik

Pemerintah daerah wajib melaksanakan pengawasan standar Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sesuai kewenangannya.

Badan hukum yang akan melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang, dalam melaksanakan pembangunan perumahan dengan hunian yang berimbang badan hukum dapat bekerjasama dengan badan hukum lain. Perumahan dengan hunian berimbang adalah perumahan dengan skala besar dan perumahan selain skala besar. Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang harus memenuhi kriteria lokasi, klasifikasi rumah dan komposisi. Lokasi pembangunan perumahan berskala besar dengan hunian berimbang harus dilakukan dalam 1 hamparan dan pembangunan perumahan selain skala besar dengan hunian berimbang dilakukan dalam 1 hamparan atau tidak dalam 1 hamparan. Klasifikasi rumah terdiri atas rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana. Yang dimaksud dengan komposisi adalah perbandingan jumlah rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana. Dalam melaksanakan tugasnya, badan percepatan penyelenggaraan perumahan dapat berkoordinasi dengan unit organisasi yang menyelenggarakan system informasi manajemen bangunan Gedung untuk mendapatkan notifikasi pada saat badan hukum mengajukan permohonan kewajiban hunian berimbang.

Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun. Pembangunan rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Rumah tunggal, rumah deret dan rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui system PPJB. PPJB dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan, hal yang diperjanjikan, PGB, ketersediaan Prasarana, Sarana, Utilitas umum dan keterbangunan paling sedikit 20%. System dalam PPJB terdiri atas pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pembangunan pada saat tahap proses pembangunan pada rumah tinggal atau deret, sebelum proses pembangunan pada rumah susun dan PPJB. Pelaku pembangunan yang melakukan pemasaran harus memiliki paling sedikit kepastian peruntukan ruang, kepastian ha katas tanah, kepastian status penguasaan rumah, perizinan pembangunan perumahan atau rumah susun dan jaminan atas pembangunan perumahan atau rumah susun dari lembaga penjamin.

Pelaku pembangunan dapat menjelaskan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB pada saat melakukan pemasaran. Pemasaran dapat dilakukan dengan kerjasaa antara pelaku pembangunan dengan agen pemasaran dan pelaku pembangunan bertanggung jawab penuh atas informasi yang dijelaskan kepada calon pembeli yang disampaikan oleh agen pemasaran atau penjualan. Jika pelaku pembangunan lalai memenuhi jadwal, maka calon pembeli dapat membatalkan pembelian rumah dan pembayaran yang telah diterima pelaku pembangunan sepenuhnya dikembalikan kepada calon pembeli. Jika pembatalan dilakukan oleh calon pembeli, maka pelaku pembangunan dapat mengembalikan 25% pembayaran yang telah diterimanya dengan biaya pajak yang telah diperhitungkan. Dalam hal kredit pemilikan rumah yang diajukasn calon pembeli tidak disetujui oleh bank atau perusahaan pembiayaan, pelaku pembangunan dapat mengembalikan pembayaran yang telah diterima dengan potongan 10% ditambah dengan biaya pajak yang telah diperhitungkan. Dalam waktu pengembalian pembayaran, jika terjadi keterlambatan maka pelaku pembangunan dapat dikenakan denda sebesar 1% per harinya. Calon pembeli berhak untuk mempelajari PPJB sebelum ditandatanganinya PPJB dalam jangka waktu paling singkat 7 hari kerja. PPJB ditandatangani oleh calon pembeli dan pelaku pembangunan yang dibuat di hadapan notaris.

Pemerintah Pusat/Daerah bertanggung dalam pembangunan rumah umum, rumah khusus dan rumah negara. Dalam pertanggung jawabannya Pemerintah Pusat/Daerah menugasi atau membentuk lembaga yang menangani pembangunan perumahan dan pemukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga atau badan yang bertanggung jawab akan menyediakan tanah bagi perumahan dan melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian.

Pengendalian perumahan mulai dilakukan dari tahap perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan. Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk perizinan, penerbitan dan penataan. Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah tidak memiliki sertifikat keahlian di bidang perencanaan dan perancangan rumah akan dikenai sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan perizinan berusaha dan denda administrative. Bagi orang perseorangan akan dikenai denda paling sedikit sebesar Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak sebesar Rp. 200.000.000,00. Untuk badan hukum akan dikenakan sanksi paling sedikit sebesar Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak sebesar Rp. 1.000.000.000,00. 

Orang perseorang atau badan hukum yang melakukan perencanaan dan peranangan rumah yang hasilnya tidak memenuhi standar juga akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan perizinan berusaha dan denda administrative. Peringatan tertulis diberikan paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 hari kerja. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis dikenai sanksi administrative berupa denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp. 50.000.000,00.

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan yang tidak memenuhi standar akan dikenakan sanksi administrative yang sama, yaitu berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan perizinan berusaha dan denda administrative. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis dikenai sanksi administrative paling sedikit Rp. 10.000.000,00 dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 . bagi badan hukum akan dikenakan sanksi paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan yang tidak mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, pembekuan PBG, pencabutan PBG, pembekuan perizinan berusaha dan pencabutan perizinan berusaha.

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pembangunan rumah dan perumahan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembekuan PBG, pencabutan PBG dan pembongkaran bangunan.

Badan hukum yang tidak melaksanakan perhitungn konversi dan tidak melaksanakan penyerahan dana hasl konversi akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan bangunan, pembekuan PBG dan pencabutan perizinan berusaha.

Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal atau rumah deret yang melakukan serah terima atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan insentif dan denda administrative paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan atau tidak menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas umum yang telah selesai dibangun kepada Pemerintah Kabupaten/Kota akan dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara pelaksanaan pembangunan, pencabutan insentif dan perintah pembongkaran.

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian yang tidak memastikan terpeliahranya perumahan dan lingkungan hunian akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembekuan surat bukti kepemilikan rumah, denda administrative dan pencabutan surat bukti kepemilikan rumah.

Badan hukum yang melakukan penyelenggaraan Kawasan permukiman yang tidak melalui tahapan dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan insentif dan denda administrative.

Badan hukum yang melakukan penyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan insentif dan denda administrative.

Badan hukum yang melakukan pembangunan Kawasan permukiman tidak mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung akan dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, pembekuan perizinan berusaha, pencabutan insentif dan denda administrative.

Dengan diberlakukannya perubahan dan/atau penyempurnaan pengaturan Peraturan Pemerintah ini, diharapkan tujuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja untuk melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan, dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila dapat tercapai.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Menteri PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (BNRI Tahun 2019 Nomor 777) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Referensi : Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum

Penyelenggaraan Rumah Susun Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021

Pemenuhan hak atas rumah merupakan salah satu tanggung jawab Negara dalam kerangka melindungi segenap bangsa. Sebagai salah satu hak asasi, rumah mempunyai fungsi strategis sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Ketersediaan rumah khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan oleh seluruh masyarakat terlebih lagi pada Kawasan perkotaan yang cukup padat dengan lahan yang terbatas. Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkembangkan norma-norma kehidupan perkotaan yang menunjang kehidupan masyarakat yang heterogen dan berorientasi pada kepentingan masyarakat dilakukan melalui pembangunan rumah susun.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan social yang terjadi di masyarakat dengan menciptakan peluang bagi MBR untuk memiliki Sarusun yang layak dan terjangkau. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51 dan Pasal 185 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Rumah Susun.

Ada banyak jenis rumah susun diantaranya adalah rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara dan rumah susun komersial. Pemanfaatan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan fungsi hunian atau fungsi campuran yang merupakan campuran antara fungsi hunian dan bukan hunian, fungsi campuran juga dapat dikembangkan dalam satu bangunan rumah susun atau berbeda bangunan rumah susun dalam satu tanah Bersama. Pemanfaatan rumah susun dapat berubah dari fungsi hunian ke fungsi campuran karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah. Perubahan fungsi yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang wilayah menjadi besar mengganti sejumlah rumah susun atau memukimkan kembali pemilik yang dialihfungsikan. Perubahan fungsi karena rencana tata ruang wilayah wajib mendapatkan PBG dari bupati/walikota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta mendapatkan izin Gubernur.

Pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum dengan luas paling sedikit 20% dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Rumah susun tersebut dapat berada dalam satu Kawasan maupun tidak dalam satu Kawasan. Rumah susun umum yang berada dalam satu Kawasan dengan rumah susun komersial dapat berupa satu bangunan rumah susun dalam satu tanah Bersama, berbeda bangunan rumah susun dalam satu tanah Bersama atau berbeda bangunan rumah susun tidak dalam satu tanah Bersama. Rumah susun umum yang lokasinya tidak berada dalam satu Kawasan dengan rumah susun komersial harus dalam satu kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Daerah kabupaten/kota menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan Rumah Susun Umum sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan Rumah Susun Umum memiliki akses terhadap system transportasi public dan dukungan pelayanan utilitas umum.

Pembangunan rumah susun umum yang menjadi kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial dapat dikerjasamakan dengan pelaku pembangunan lain tanpa mengalihkan tanggung jawab pelaku pembangunan rumah susun komersial. Perjanjian kerjasama wajib dilampirkan pada saat pelaku pembangunan rumah susun komersial mengajukan permohonan PBG kepada Pemerintah Daerah. Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun komersial dapat dibangun diatas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara dan hak guna bangunan atau hak pakai diatas hak pengelolaan. Rumah susun umum yang dibangun dengan menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah merupakan barang milik negara/daerah. Pembangunan rumah susun umum atau rumah susun komersial yang dibangun diatas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan, pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum menjual sarusun.

Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan izin rencana fungsi dan pemanfaatannya. izin rencana fungsi dan pemanfaatan menjadi bagian dalam proses PBG yang diterbitkan bupati/wali kota, khusus untuk DKI Jakarta harus mendapatkan izin Gubernur. Pada saat pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan dapat mengakibatkan pengubahan NPP. Dalam membangun rumah susun pelaku pembangunan harus mengikuti standar pembangunan rumah susun seperti persyaratan administrative, persyaratan teknis dan persyaratan ekologis.

Pendayagunaan tanah wakaf dalam rangka pembangunan rumah susun umum dilakukan sesuai rencana tata ruang wilayah, dan dilakukan oeh Nazhir dengan melakukan pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf secara produktif sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya sesuai dengan persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerj sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ikrar wakaf yang sesuai dengan prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal Akta Ikrar Wakaf/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf menetapkan peruntukan tanah wakaf bukan untuk pembangunan rumah susun umum, Nazhir dapat mengajukan permohonan perubahan peruntukan tanah wakaf kepada Badan Wakaf Indonesia. Pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerja sama oemanfaatan dilakukan dengan perjanjian tertulis dihadapan pejabat berwenang dan melibatkan Badan Wakaf Indonesia dan disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Perjanjian tertulis akan dicatat dalam sertifikat dan buku tanah wakaf pada kantor pertanahan. Penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga jual sarusun umum bagi MBR. Sarusun umum yang berdiri diatas tanah wakaf dengan cara sewa, penguasaan sarusun dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.

Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun komersial milik wajib memisahkan rumah susun atau sarusun, benda Bersama, bagian Bersama dan tanah Bersama. Pemisahan rumah susun bertujuan untuk memberikan kejelasan atas batas sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap pemilik, Batasan dan uraian atas bagian Bersama dan benda Bersama yang menjadi hak setiap sarusun, batas dan uraian tanah Bersama dan besarnya bagian yang menjadi hak setiap sarusun.

Pelaku pembangunan membuat pemisahan rumah susun yang wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian menjadi dasar untuk menetapkan NPP, SHM Sarusun atau SKBG Sarusun dan perjanjian pengikatan jual beli. Rencana pembangunan rumah susun dalam satu Kawasan dapat dilakukan secara keseluruhan atau bertahap. Perhitungan NPP terhadap pembangunan rumah susun secara bertahap dihitung untuk keseluruhan unit sarusun berdasarkan dokumen rencana teknis yang sudah ditetapkan.

Pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun dengan prasarana, sarana dan utilitas umum yang harus mempertimbangkan kemudahan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari hari, pengamanan jika terjadi hal yang membahayakan, dan struktur, ukuran dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum merupakan acuan dalam perencanaan program pencapaian target standar pelayanan minimal yang dilakukan secara bertahap oleh pemerintah daerah. Standar pelayanan yang dimaksud merupakan target standar pelayanan minimal yang meliputi jenis pelayanan dasar, indicator kinerja, nilai standar pelayanan minimal dan batas waktu pencapaian.

Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai atau sewa yang dilihat berdasarkan prioritas kebutuhan khusus. Penguasaan sarusun hanya sah apabila mendapatkan persetujuan pemilik bangunan rumah susun. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dilakukan dengan perjanjian tertulis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penguasa sarusun pada rumah susun khusus mempunyai hak untuk memanfaatkan sarusun sesuai dengan fungsinya dan memanfaatkan prasarana, sarana dan utilitas umum sesuai dengan fungsinya. Dan juga memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan penghunian dan memelihara sarusun beserya prasarana, sarana dan utilitas umum. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dilarang untuk mengalihkan hak penghunian,  mengubah bentuk atau fungsi sarusun dan mengubah bentuk atau fungsi prasarana, sarana dan utilitas umum

Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:

  • Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah Bersama dan bagian Bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukan sarusun yang dimiliki
  • Pertelaan mengenai besarnya bagian ha katas bagian Bersama, benda Bersama, dan tanah Bersama bagi yang bersangkutan

Pelaku pembangunan mengajukan permohonan penerbitan SHM sarusun kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dengan melampirkan dokumen akta pemisahan yang telah disahkan dilampiri dengan pertelaan. SHM sarusun diterbitkan terlebih dahulu atas nama pelaku pembangunan. Setelah terjual, pelaku pembangunan mengajukan pencatatan peralihan SHM sarusun menjadi atas nama pemilik kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. Sertifikat ha katas tanag yang diatasnya telah terbit SHM sarusun atas nama Pemilik disimpan di instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan sebagai warkah. SHM dapat dialihkan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

SKBG sarusun merupakan surat tanda bukti kepemilikan atas sarusun diatas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa. Jangka waktu berlakunya SKBG tidak melebihi jangka waktu sewa atas tanah tersebut. Penerbitan SKBG sarusun meliputi penerbitan pertama kali, peralihan hak, pembebanan hak, penggantian, perubahan/penghapusan, pembatalan dan pembaharuan.

Sarusun negara hanya dapat disewa kepada pejabat, PNS, anggota TNI, dan anggota Polri. Ketentuan mengenai penyewaan rumah negara berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyewaan sarusun negara.

Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh MBR. Setiap orang yang memiliki sarusun umum hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal pewarisan, perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 tahun. Jika pemilik sarusun umum pindah domisili yang menyebabkan perpindahan tempat tinggal, sarusun umum dapat dialihkan kepada badan percepatan penyelenggaraan perumahan. Masyarakat yang mengajukan kepemilikan sarusun umum harus memenuhi persyaratan antara lain berkewarganegaraan Indonesia, tercatat sebagai penduduk di satu daerah kabupaten/kota sesuai lokasi sarusun umum, dan belum pernah mendapatkan bantuan dana kemudahan perolehan rumah. Kemudahan yang didapatkan berupa kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah, keringanan biaya sewa sarusun, asuransi/penjaminan kredit kepemilikan rumah susun, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sertifikasi sarusun.

Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) berkewajiban mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan benda Bersama, bagian Bersama, tanah Bersama, dan penghunian. PPPSRS akan membentuk atau menunjuk pengelola yang berbadan hukum, terdaftar dan memiliki izin dari Bupati atau Guburnur.

Pengelolaan rumah susun umum sewa dilaksanakan oleh Kementerian/lembaga pemerintahan yang melakukan penatausahaan barang milik negara/daerah berupa bangunan rumah susun. Pengelolaan rumah susun khusus dilakukan oleh institusi lain sesuai dengan kewenangannya setelah proses serah terima selesai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun komersial milik dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola rumah susun. Biaya pengelolaan rumah susun pada masa transisi ditanggung oleh pelaku pembangunan dan pemilik NPP setiap sarusun. Jika pemilik belum memiliki bukti seperti akta jual beli dan SHM sarusun atau SKBG sarusun maka biaya pengelolaan rumah susun ditanggung oleh pelaku pembangunan.

Penyerahan pertama kali sarusun oleh pelaku pembangunan dilakukan dengan menyerahkan kunci setelah sertifikat laik fungsi diterbitkan dan dilengkapi dengan penyerahan dokumen berita acara serah terima kunci, akta jual belu dan SHM sarusun atau SKBG sarusun.

Peningkatan kualitas wajib dilakukan oleh pemilik terhadap rumah susun yang tidak laik fungsi/tidak dapat diperbaiki dan dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan rumah susun atau lingkungan rumah susun. Peningkatan kualitas rumah susun dilakukan dengan tujuan melindungi hak kepemilikan sarusun setiap orang baik pemilik atau penghuni dengan memperhatikan factor social, budaya, dan ekonomi yang berkeadilan. Peningkatan kualitas dilakukan dengan pembangunan kembali dengan melakukan pembongkaran, penataan dan pembangunan. Dalam hal peningkatan kualitas rumah susun umum milik dan rumah susun komersial, PPPSRS harus menyampaikan perencanaan paling sedikit perubahan NPP dan gambar rencana yang menunjukan bagian Bersama, benda Bersama dan tanah Bersama kepada pemilik.  Peningkatan kualitas rumah susun dilakukan berdasarkan rekomendasi teknis dan prakarsa pemilik. Pemrakarsan bertanggung jawab terhadap penghunian kembali pemilik dan penghuni lama rumah susun yang telah selesai dilakukan peningkatan kualitas, sang pemilik akan memperoleh sarusun hasil peningkatan kualitas sesuai dengan NPP yang dimiliki setelah dilakukan penyesuaian. Dalam penghunian kembali rumah susun kepada pemilik lama, pemilik tidak dikenakan BPHTB.

Pemerintah pusat atau daerah dapat memberikan insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta memberikan bantuan dan kemudahan bagi MBR. Insentif yang diberikan kepada pelaku pembangunan dapat berupa fasilitas dalam pengadaan tanah, fasilitas dalam proses sertifikasi tanah, fasilitas dalam perizinan, fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bantuan penyediaan prasarana, sarana dan utulitas umum. Dan bantuan kemudahan yang diberikan kepada MBR dapat berupa kredit kepemilikan sarusun dengan suku Bunga rendah, keringanan biaya sewa sarusun, asuransi dan penjaminan kredit kepemilikan rumah susun, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sertifikasi sarusun.

Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain jenis dan pemanfaatan Rumash susun, penyediaan rumah susun umum, pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun umum, pemisahan rumah susun, penguasaan sarusun pada rumah susun khusus, bentuk dan tata cara penerbitan SHM sarusun, bentuk dan tata cara penerbitan SKBG sarusun, penyewaan sarusun pada rumah susun negara, pengelolaan rumah susun, masa transisi dan tata cara penyerahan pertama kali, PPPSRS, peningkatan kualitasrumah susun, pengendalian penyelenggaraan rumah susun, dan bentuk tata cara pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR.

Referensi : Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan investasi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah pengangguran dan menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Pusat telah mengundangkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai langkah kebijakan strategis untuk menciptakan dan memperluas kerja melalui peningkatan investasi, mendorong pengembangan dan peningkatan kualitas koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan mengenai penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan dan Kawasan ekonomi. Sector Jasa Konstruksi sebagai salah satu bidang dari pekerjaan umum dan perumahan rakyat harus menyesuaikan dengan cita-cita dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja, salah satunya dengan menyesuaikan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Konstruksi adalah rangkaian kegiatan untuk mewujudkan, memelihara, menghancurkan bangunan sebagian atau seluruhnya menyatu dengan tanah atau tempat kedudukannya menyatu dengan tanah. Sedangkan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi konstruksi atau pekerjaan konstruksi.

Penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat yang mengikutsertakan Masyarakat Jasa Konstruksi terdiri atas

  • Akreditasi bagi asosiasi Badan Usaha dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi,
  • Akreditasi bagi Asosiasi Profesi dan pemberian rekomendasi Lisensi bagi LSP
  • pencatatan Penilai Ahli melalui system informasi Jasa Konstruksi terintegrasi
  • menetapkan Penilai Ahli yang terdaftar dalam hal terjadi kegagalan bangunan
  • penyetaraan tenaga kerja asing
  • membentuk LSP atau panitia teknis uji kompetensi untuk melaksanakan tugas Sertifikasi Kompetensi Kerja yang belum dapat dilakukan LSP yang dibentuk Asosiasi Profesi/Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
  • lisensi LSBU
  • pencatatan Badan Usaha Jasa Konstruksi melalui Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi
  • pencatatan tenaga kerja melalui Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi
  • pencatatan pengalaman badan usaha melalui Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi
  • pencatatan pengalaman professional Tenaga Kerja Konstruksi melalui Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi
  • pencatatan LSP yang dibentuk Lembaga Pendidikan dan Pelatihan kerja di bidang konstruksi dan Asosiasi Profesi terakreditasi melalui Sistem Informasi Jasa Konstruki terintegrasi
  • pencatatan LSBU yang dibentuk Asosiasi Badan Usaha terakreditasi melalui SIstem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi

Penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat yang mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dilakukan melalui satu lembaga yaitu LPJK. LPJK merupakan lembaga nonstructural yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. LPJK memiliki tugas yang harus dilaksanakan, diantaranya adalah pencatatan pengalaman, akreditasi, penetapan penilai ahli, pembentukan LSP, pemberian lisensi, penyetaraan di bidang Jasa Konstruksi dan tugas lain yang diberikan oleh Menteri. Layanan akreditasi, lisensi dan registrasi badan usaha Jasa Konstruksi nasional dan Tenaga Kerja Konstruksi nasional dibiayai dari keuangan negara. Institusi pengguna jasa konstruksi terdiri atas pengurus Pemerintah Pusat dan swasta. Menteri mengusulkan calon yang telah lulus uji kelayakan dan kepatutan kepada DPR-RI sebanyak 2 (dua) kali jumlah pengurus yang akan ditetapkan oleh Menteri. DPR-RI Bersama Menteri memiliki paling banyak 7 (tujuh) calon pengurus dan pemilihan pengurus dilaksanakan sebelum berakhirnya masa kepengurusan LPJK periode sebelumnya. Kepengurusan terdiri dari ketua dan anggota. Dimana ketua merangkap sebagai anggota dan memiliki masa jabat selama 4 (empat) tahun. Adapun tugas dari ketua yaitu memimpin pelaksanaan tugas, menetapkan tata cara pelaksanaan tugas dan fungsi LPJK, mengoordinasikan para anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, menetapkan program kerja, menetapkan rencana kerja dan anggaran belanja tahunan, menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala kepada Menteri, melakukan pengawasan kerja internal, dan melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait pelaksanaan tugas LPJK.

Pengawasan terhadap LPJK dilakukan oleh Menteri melalui dewan pengawas yang diangkat dan ditetapkan oleh Menteri. Komposisi keanggotaan dewan pengawas terdiri atas unsur pemerintahan dan non pemerintahan yang menangani bidang jasa konstruksi. Pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan kewenangan LPJK bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. setiap badan usaha jasa konstruksi harus melakukan pencatatan pengalaman badan usaha kepada pemerintah pusat melalui system informasi Jasa Konstruksi terintegrasi. Pencatatan pengalaman badan usaha terdiri atas nama paket pengerjaan, nama pengguna jasa, nama dan porsi pembagian modal bila melakukan KSO, durasi dan tahun pelaksanaan pekerjaan, nilai pekerjaan, berita acara serah terima pekerjaan dan kinerja penyedia jasa tahunan. LPJK akan melakukan uji petik verifikasi dan validasi terhadap pengalaman badan usaha dan pengalaman professional tenaga kerja konstruksi yang telah tercatat dalam Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi.

Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi jenis, sifat, klasifikasi dan layanan usaha, bentuk dan kualifikasi usaha. Jenis usaha yang dimaksud adalah usaha jasa konsultasi konstruksi, usaha pekerjaan konstruksi dan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai subklasifikasi dan kriteria subklasifikasi diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang perizinan berusaha berbasis risiko. Layanan usaha jasa konstruksi memiliki 2 sifat diantaranya bersifat umum dan spesialis.

Sumber daya material dan peralatan konstruksi yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi harus lulus uji dan mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri, juga dilakukan pencatatan menggunakan system informasi jasa konstruksi terintegrasi. Tahapan dalam pencatatan sumber daya material konstruksi meliputi permohonan pembuatan akun, pengisian data dan informasi serta pengunggahan dokumen pencatatan, verifikasi dan validasi, penerbitan dan penetapan nomor pencatatan, publikasi dan pengarsipan data dan informasi. Dalam hal pencatatan sumber daya material konstruksi belum terdapat Standar Nasional Indonesia, sertifikat kesesuaian dapat mengacu pada regulasi atau standar lain.

Sumber daya manusia harus mempekerjaan Tenaga Kerja Konstruksi yang memenuhi standar kompetensi kerja. Tenaga kerja konstruksi terdiri atas kualifikasi jabatan operator, teknisi atau analis dan ahli. Tenaga kerja konstruksi wajib memiliki Sertifikat kompetensi kerja konstruksi yang telah dicatat melalui system informasi jasa konstruksi terintegrasi yang diterbitkan oleh LSP. Persyaratan kompetensi untuk Tenaga Kerja Konstruksi terdiri atas persyaratan umum dan khusus. Penetapan klasifikasi tenaga kerja konstruksi berdasarkan bidang keilmuan yang terkait jasa konstruksi, klasifikasi tenaga kerja konstruksi pada kualifikasi jabatan operator, teknisi atau analis dan ahli meliputi arsitektur, sipil, mekanikal, tata lingkungan, arsitektur lanskap, iluminasi dan desain interior, perencanaan wilayah kota, sains dan rekayasa teknis atau manajemen pelaksanaan.

Pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait ketenagakerjaan. Tenaga kerja konstruksi asing yang dapat melakukan layanan jasa konstruksi hanya terbuka pada kualifikasi ahli dengan jabatan tertentu yang dapat diduduki. Tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan kualifikasi ahli wajib melaksanakan alih pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja pendamping. Tenaga kerja konstruksi asing dapat melakukan penyetaraan kompetensi melalui sekema pengaturan saling pengakuan (mutual recognition arrangement) dan mengajukan permohonan kepada LPJK melalui system informasi jasa konstruksi terintegrasi. Hasil penyetaraan kompetensi merupakan penetapan bahwa jabatan tertentu pada kualifikasi ahli yang diduduki oleh tenaga kerja konstruksi asing menurut peraturan perundang-undangan terait ketenagakerjaan telah memenuhi kriteria persyaratan. Jika tidak terpenuhinya kesesuaian hasil penyetaraan kompetensi tenaga kerja konstruksi asing, maka LPJK menyampaikan rekomendasi kepada pemberi kerja terkait perlunya pertimbangan kembali terhadap penggunaan tenaga kerja konstruksi asing. Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap penggunaan Tenaga Kerja Konstruksi asing yang terdiri atas kesesuaian penetapan kualifikasi, kalsifikasi dan subklasifikasi sebagai hasil penyetaraan kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi asing terhadap jabatan kerja tertentu yang diduduki, penggunaan tenaga kerja pendamping dan pelaksanaan alih pengetahuan dan alih teknologi.

Lembaga Pendidikan merupakan lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan di bidang jasa konstruksi, yang meliputi sekolah menengah kejuruan dan perguruan Teknik/politeknik. Lembaga pelatihan kerja diantaranya ada lembaga pelatihan kerja swasta, kerja pemerintah dan kerja perusahaan. Lembaga Pendidikan dan pelatihan kerja melakukan registrasi kepada Menteri melalui LPJK. LSP yang dibentuk oleh lembaga Pendidikan dan pelatihan kerja yang telah memenuhi ketentuan sesuai undang-undang merupakan badan hukum atau unit yang dibentuk oleh badan hukum lembaga induknya atau lembaga pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, LSP memiliki kewenngan dan struktur organisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

LSBU mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan proses sertifikasi badan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberikan sanksi kepada asesor badan usaha dan mengusulkan skema sertifikasi ke LPJK. Persetujuan terhadap skema sertifikasi menjadi dasar penerbitan lisensi LSBU. LSBU mempunyai struktur organisasi yang meliputi adanya pengarah, pelaksana dan asesor badan usaha. LSBU memiliki rekaman personel terkini yang mencakup kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status kepegawaian, serta kompetensi yang relevan.

Akreditasi asosiasi dilakukan untuk mendapatkan status Akreditasi asosiasi.  Status akreditasi terdiri dari terakreditasi dan tidak terakreditasi. Jika terakreditasi, maka masa berlakunya adalah 4 (empat) tahun, dan periode penetapan akreditasi asosiasi diselenggarakan setiap 4 (empat) bulan. Asosiasi Badan Usaha meliputi Asosiasi Badan Usaha yang memiliki jenis usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum atau khusus, Asosiasi Badan Usaha yang memiliki jenis usaha jasa Konsultasi Konstruksi, Asosiasi Badan Usaha yang memiliki jenis usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. Akreditasi diberikan kepada asosiasi yang memenuhi persayratan diantaranya telah terdaftar di administrasi hukum umum, jumlah dan sebaran anggota, pemberdayaan kepada anggota, pemilihan pengurus secara demokratis, sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah, pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata cara akreditasi asosiasi dilaksanakan melalui tahapan permohonan, verifikasi dan validasi, dan penilaian dan penetapan. Asosiasi yang dinyatakan gugur atau tidak terakreditasi dapat mengajukan permohonan akreditasi kembali.

Penggunaan tenaga kerja konstruksi pada kualifikasi ahli harus memperhatikan standar remunerasi minimal. Standar remunerasi minimal ditetapkan paling sedikit berdasarkan kualifikasi, pengalaman professional dan tingkat Pendidikan. Dalam setiap penyelenggaraan proyek konstruksi ketentuan alih teknologi harus dimasukkan dalam dokumen kontrak dan harus menggunakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia disbanding tenaga kerja asing untuk jabatan pada jenjang ahli. Penyedia jasa yang terbentuk badan usaha dapat melaksanakan KSO. KSO tidak dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha besar dengan kualifikasi usaha kecil dan penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil dengan kualifikasi usaha kecil untuk pekerjaan konstruksi.

Pemilihan penyedia jasa konstruksi untuk pembangunan kepentingan umum wajib melalui cara pemilihan penyedia jasa. Pengguna jasa akan memanfaatkan layanan jasa konstruksi dari penyedia jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum, wajib melalui tender, seleksi atau katalog elektronik. Ketentuan pemilihan penyedia jasa konstruksi yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan negara diatur dengan Pengaturan Presiden. Penyelenggaraan jasa konstruksi untuk mendirikan bangunan Gedung dan bangunan sipil harus memenuhi prinsip berkelanjutan, sumber daya, dan siklus hidup bangunan Gedung atau bangunan sipil yang selanjutnya akan disebut sebagai konstruksi berkelanjutan.

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi harus dilaksanakan dengan pendekatan konstruksi berkelanjutan, dimanfaatkan dengan optimal, dipelihara agar kinerjanya dapat dipertahankan sesuai dengan umur layanan sehingga dapat berkontribusi kepada ketercapaian tujuan dengan pendekatan pengelolaan asset, serta dapat dibongkar pada akhir masa layanan dengan pendekatan dekonstruksi agar tercapai tujuan penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan secara utuh.

Setiap pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi harus menerapkan SMKK yang merupakan penyedia jasa yang memberikan layanan Konsultasi Manajemen Penyelenggaraan Konstruksi, Konsultasi Konstruksi pengawasan, Pekerjaan Konstruksi, dan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. SMKK merupakan pemenuhan terhadap standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. Untuk pekerjaan pengkajian, perencanaan, dan perancangan, produk yang dihasilkan yang tercantum dalam uraian pekerjaan, termasuk menyusun dokumen rancangan konseptual SMKK sesuai dengan format untuk mendukung penerapan SMKK.

Kriteria dan tolok ukur kegagalan bangunan merupakan kondisi atau ukuran yang menjadi dasar penilaian dan penetapan kegagalan bangunan, yang didasarin dari aspek strukturan dan aspek fungsional. Tolok ukur kegagalan bangunan digunakan untuk menentukan tingkat keutuhan dan tidak berfungsinya suatu bangunan. Pengguna jasa, pemilik/penanggung jawab bangunan dan pihak lain yang dirugikan akibat kegagalan bangunan dapat melaporkan terjadinya suatu kegagalan bangunan.

Peraturan Pemerintah ini disusun untuk menindaklanjuti Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan melakukan beberapa perubahan dan inovasi. Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah beberapa substansi dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 yaitu terkait tanggung jawab dan kewenangan serta perizinan berusaha, penetapan bentuk dan kualifikasi usaha, sertifikasi dan registrasi badan usaha, registrasi pengalaman badan usaha, penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi, perizinan berusaha bagi lembaga Pendidikan dan pelatihan kerja, registrasi dan tata cara pemberian tanda daftar pengalaman professional, penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat dan sanksi.

Referensi : Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021

Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan yang disusun berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Praktik arsitek yang andal dan prosefional mampu meningkatkan nilai tambag, daya guna, dan hasil guna karya arsitektur. Hasil karya arsitektur tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moril, materil, maupun dihadapan hukum sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat juga terhadap karya arsitektur Indonesia. Selain itu, hasil karya arsitektur dapar mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab kepada public ini maka peran arsitek dalam penyelenggaraan perizinan bangunan Gedung dan perizinan lainnya memerlukan lisensi. Dengan demikian arsitek menjadi salah satu profesi yang membantu pemerintah memfasilitasi tertib pembangunan melalui perencanannya. Dalam hal ini untuk memiliki lisensi dinilai perlu melalui sebuah ujian, maka ini akan menguji penguasaan arsitek atas peraturan bangunan dan peraturan membangun di provinsi penerbit lisensi. Dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 185 huruf b Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2017.

Dalam standar kinerja arsitek, pemberian layanan praktik arsitek wajib memenuhi standar kinerja arsitek yang merupakan tolol ukur yang menjamin efisiensi, efektivitas, dan syarat mutu yang dipergunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Praktik Arsitek. Pelayanan praktik arsitek dilakukan Bersama dengan profesi lain, standar kinerja arsitek mengacu pada standar kinerja bersama profesi dimaksud. Dalam menyesuaikan standar kinerja bersama profesi lain, arsitek harus menjaga karakter, kompleksitas dan kekhusussan aspek keilmuan bidang arsitektur, dan Arsitek pun berhak menolak untuk memberikan layanan yang tidak sesuai. Dalam melakukan praktik arsitek, jenis layanan beserta tahapan kerja harus dicantumkan di dalam dokumen perjanjian kerja. Didalam dokumen perjanjian kerja memuat lebih dari 1 (satu) jenis layanan praktik arsitek dan mencakup sebagian dari tahapan kerja dalam setiap jenis layanan. Jika arsitek sedang melanjutkan pekerjaan dalam rangkaian tahapan kerja atau rancangan, arsitek wajib untuk melakukan klarifiksi atas status pekerjaan arsitek sebelumnya sesuai dengan kode etik profesi.

Standar kinerja arsitek pada lingkup penyusuan studi awal arsitektur harus memenuhi standar kinerja arsitek dalam tahapan kerja yang meliputi tahap identifikasi dan tahap kesimpulan. Tolok ukur kinerja pada tahap identifikasi yaitu terpenuhinya sasaran tahapan kerja berupa kejelasan data dan informasi dari pengguna jasa arsitek atau pihak lain mengenai kebutuhan, tujuan dan Batasan kegiatan. Layanan studi awal arsitejtur yang dimaksudkan untuk dilanjutkan kepada layanan praktik arsitek terkait perancangan kedalaman infrmasi harus ditambahkan substansu hasil kerja paling sedikit meliputi identifikasi mengenai batasan perancangan, pihak terkait dengan persetujuan rancangan, kebutuhan tenaga ahli atau profesi lain beserta system kolaborasi, dan kebutuhan atas kegiatan lain yang mendahului atau menyertai. Tolok ukur kinerja pada tahap kesimpulan yaitu terpenuhinya sasaran tahapan kerja yang terdiri dari saran atas kegiatan pendahuluan atau lanjutan yang perlu dilakukan untuk memenuhi studi, hasil kesimpulan survei atas objek studi terkait bangunan atau lingkungan, saran atas rancangan yang tepat untuk dilakukan pada lokasi objek studi, dan saran atas system kegiatan perancanan atau pembangunan yang tepat untuk dilakukan pada lokasi objek studi atau penyusunan, pengembangan dan perubahan kerangan acuan rancangan kerja. Pemenuhan sasaran tahapan kerja dibuktikan dengan kedalaman informasi yang memuat substansi hasil kerja paling sedikit meliputi analisis hasil identifikasi dan kesimpulan atau saran.

Pemberian layanan praktik arsitek perancangan bangunan Gedung dan lingkungannya harus memenuhi standar kinerja arsitek dalam tahapan kerja yang meliputi tahap konsep rancangan arsitektur, pra rancangan arsitektur, pengembangan rancangan arsitektur, gambar kinerja arsitektur, pengadaan pelaksana pekerjaan konstruksi dan pengawasan berkala. Selain rangkaian tahapan kerja tersebut, praktik arsitek perancangan bangunan Gedung dan lingkungannya dapat dilanjutkan dengan perjanjian kerja khusus ke tahap evaluasi pasca huni. Tahap gambar kerja arsitektur, tahap pengadaan pelaksana pekerjaan konstruksi, tahap pengawasan berkala dan tahap evaluasi pasca huni hanya dapat dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi. Pekerjaan konstruksi hanya dapat dilaksanakan berdasarkan hasil kerja gabungan aspek bidang perancangan atau telah memenuhi kedalaman informasi yang diperlukan untuk pembangunan.

Dalam layanan praktik arsitek pelestarian bangunan Gedung dan lingkungannya memenuhi standar kinerja arsitek dalam tahapan kerja yang meliputi tahap konsep rancangan pelestarian arsitektur, pra rancangan pelestarian arsitektur, pengemangan rancangan arsitektur, gambar kerja arsitektur, pengadaan pelaksana pekerjaan konstruksi dan pengawasan berkala. Selain rangkaian tahapan kerja tersebut, rangkaian tahapan kerja layanan pelestarian bangunan Gedung dan lingkungannya dapat dilanjutkan dengan perjanjian kerja khusus mengenai tahap evaluasi pasca huni. Seluruh tahapan kerja hanya dapat dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi dan memiliki atau bekerjasama dengan tenaga ahli yang memenuhi syarat untuk menangani bangunan Gedung dan lingkungan cagar budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cagar budaya. Dalam hal ini ditemukan informasi baru terkait aspek pelestarian pada setiap tahapan kerja, rangkaian tahapan kerja harus disesuaikan kembali. Pekerjaan konstruksi hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil kerja bangunan aspek bidang perancangan atau telah memenuhi kedalaman informasi yang diperlukan untuk pembangunan.

Pemberian layanan praktik arsitek perancangan tata bangunan dan lingkungannya harus memenuhi standar kinerja arsitek dalam tahapan kerja yang meliputi tahap evaluasi dan perencanaan. Dan dalam tahap perencanaan hanya dapat dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi. Dalam hal ini ditemukan potensi cagar budaya dalam seluruh rangkaian tahapan maka potensi tersebut harus diklarifikasi dan arsitek berhak menunda pekerjaan untuk menunggu hasil klarifikasi.

Standar kinerja arsitek pada lingkup layanan penyusunan dokumen perencana teknis hanya dapat dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi. Dokumen perencanaan teknis ini merupakan dokumen yang digunakan dalam tahap pengadaan pelaksana pekerjaan konstruksi. Tolok ukur kinerja pada layanan praktik arsitek penyusunan dokumen perencanaan teknis yaitu terpenuhinya sasaran tahapan kerja untuk mendapatkan dokumen tender yang terdiri atas gabungan seluruh aspek perancangan. Pemenuhan sasaran tahapan kerja dibuktikan dengan kedalaman informasi yang terdiri atas keselarasan gabungan gambar kerja dari seluruh aspek bidang perancangan terkait, keselarasan gabungan rencana kerja dan syarat dari seluruh aspek bidang perancangan terkait dan perhitungan rencana anggaran biaya.

Pemberian layanan praktik arsitek pengawasan aspek arsitektur pada pelaksanaan konstruksi bangunan Gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi. Tolok ukur kinerja pada layanan praktik arsitek pengawasan aspek arsitektur yaitu terpenuhinya sasaran untuk memenuhi pengawasan aspek arsitektur dalam pengawasan terpadu. Pemenuhan sasaran dibuktikan dengan kedalaman informasi yang memuat substansu paling sedikit meliputi pengendalian terhadap rencana anggaran biaya aspek arsitektur, rencana waktu pelaksanaan konstruksi aspej arsitektur terhadap pelaksanaan konstruksi dan kualitas pelaksanaan konstruksi aspek arsitektur terhadap rencana kerja dan syarat teknis.

Untuk melakukan praktik arsitek, seseorang wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang diterbitkan oleh Dewan. Dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pada lingkup layanan praktik arsitek, STRA digunakan untuk memenuhi ketentuan sertifikat kompetensi kerja konstruksi. Dalam penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya arsitektur beerupa bangunan Gedung sederhana dan bangunan Gedung adat tidak wajib dilakukan oleh arsitek. Perancangan bangunan Gedung sederhana dan bangunan Gedung adar tidak dilakukan oleh arsitek, proses PBG harus tetap dilakukan oleh arsitek yang memiliki lisensi.

Untuk memperoleh STRA, pemohon harus melalui tahapan mengikuti magang paling sedikit 2 (dua) tahun secara terus-menerusan bagi yang lulus program Pendidikan arsitektur dalam negeri atau luar negeri yang disetarakan dan diakui oleh Pemerintah Pusat atau memiliki pengalaman kerja praktik arsitek paling sedikit 10 (sepuluh) tahun bagi yang melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau dan lulus uji kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi. Program Pendidikan arsitektur merupakan program studi arsitektur alur profesi, dan Rekognisi merupakan pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh dari Pendidikan formal, non formal atau informal dan pengalaman kerja selama 10 tahun. Permohonan STRA akan dikenakan biaya sesuai dengan yang ditetapkan oleh Dewan. Arsitek juga harus mengajukan permohonan perpanjangan STRA paling lambat 4 (empat) bulan sebelum jangka waktu STRA berakhir. Dewan berwenang untuk mencabut dan membekukan STRA dalam rangka penjatuhan sanksi atau kondisi khusus. STRA dapat dicabut apabila arsitek meninggal dunia, yang dibuktikan dengan surat keterangan kematian atau arsitek mengalami gangguan jiwa, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter jiwa. STRA juga dapat dibebukan apabila arsitek tidak memperpanjang masa berlaku STRA dalam waktu yang telah ditentuka atau arsitek mengajukan surat permohonan pembekuan STRA atas kehendaknya sendiri. Dalam kondisi khusus arsitek dapat mengajukan permohonan pemberlakuan kembali STRA dengan cara melaporkan dan memohon pemberlakuan kembali STRA kepada Dewan, dan Dewan dapat menyetujui atau menolak permohonan pemberlakuan kembali STRA.

Setiap arsitek dalam penyelenggaraan bangunan Gedung wajib memiliki lisensi. Penyelenggaraan bangunan Gedung merupakan kegiatan yang terkait dalam penyelenggaraan PBG dan perizinan lain dalam rangka perlindungan public. Lisensi diterbitkan dan ditandatangani oleh perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan bangunan dan berlaku pada provinsi tempat diterbitkannya. Arsitek dapat memiliki lebih dari 1 (satu) lisensi.

Arsitek harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada organisasi profesi ditingkat provinsi. Rekomendasi didapatkan setelah dinyatakan lulus ujian pemahaman materi terkait kaidah tata ruang dan arsitektur local di wilayah provinsi dimana lisensi diterbitkan. Untuk mendapatkan lisensi, arsitek harus memahami kondisi dan kaidah tata ruang dan arsitektur local dari tempat rancangannya berdiri.

Arsitek yang sudah memiliki STRA dan rekomendsi dari Organisasi Profesi dapat mengajukan permohonan penerbitan lisensi kepada perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan perizinan di tingkat provinsi. Perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan perizinan melakukan verifikasi kelengkapan permohonan penerbitan lisensi paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan penerbitan lisensi. Jika semua permohonan sudah lengkap dan sah, perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan perizinan di tingkat provinsi menerbitkan lisensi paling lambat 2 (dua) hari kerja. Perpanjangan lisensi dapat dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum habis masa berlakunya oleh pemilik lisensi kepada perangkat daerah. Jika ditemukan kerusakan pada lisensi, arsitek pemilik lisensi dapat mengajukan permohonan penggantian lisensi yang rusak kepada perangkat daerah yang menyelenggarakan urusa perizinan di tingkat provinsi dengan melampurkan KTP, STRA dan lisensi yang rusak.

Pemilik lisensi memiliki hak untuk menolak mendatangani dokumen permohonan PBG dan perizinan lainnya yang bertentangan dengan peraturan, melaksanakan praktik arsitek dalam penyelenggaraan PBG dan perizinan lain yang mempersyaratkan lisensi dalam wilayah provinsi penerbit lisensi, mencantumkan nama arsitek dan nomor lisensi dala setiap pekerjaan termasuk dalam hal bekerja sama dengan arsitek lain atau arsitek asing. Dan pemilik lisensi juga memiliki kewajiban diantaranya menggunakan lisensi dan tidak dapat dipinjamkan dalam pengurusan dokumen PBG dan perizinan lain, menyampaikan data dan informasi yang benar dalam penyelenggaraan bangunan Gedung, bertanggung jawab terhadap kesesuaian karya arsitektur dengan PBG pada tahap penerbitan sertifikat laik fungsi, bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Badan Usaha atau arsitek yang akan melaksanakan kerja sama dengan arsitek asing harus melapor kepada dewan dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tenaga asing. Arsitek asing yang melakukan praktik arsitek di Indonesia wajib melakukan alih keahlian dan alih pengetahuan. Alih keahlian dan alih pengetahuan dilakukan dengan mengembangkan dan meningkatkan jasa praktik arsitek pada kantor tempat bekerja, mengalihkan pengetahuan dan kemampuan professional kepada arsitek, memberikan Pendidikan atau pelatihan kepada lembaga Pendidikan, lembaga penelitian atau lembaga pengembang dalam bidang arsitektur tanpa dipungut biaya. Arsitek yang bermitra dengan arsitek asing bertanggung jawab untuk menjelaskan kewajiban arsitek asing dan wajib melaporkan bahwa arsitek asing telah melakukan alih keahlian dan alih pengetahuan kepada dewan. Pengawasan pelaksanaan alih keahlian dan alih pengetahuan arsitek asing dilaksanakan oleh dewan dan dapat bekerja sama dengan organisasi profesi.

 Pemerintah berwenang mengenakan sanksi administrative terhadap pelanggaran. Sanksi administrative dikenakan terhadap pelanggaran kepemilikan STRA, pemenuhan standar kinerja arsitek, pemenuhan persyaratan kompetensi arsitek asing, alih keahlian dan alih pengetahuan arsitek asing, kemitraan arsitek asing dengan arsitek dan penggunaan lisensi. Pengenaan sanksi administrative ditetapkan berdasarkan telaahan atas laporan yang berasal dari pengaduan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran dan tindak lanjut hasil pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, organisasi profesi atau dewan. Arsitek yang tidak memenuhi standar kinerja arsitek dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara praktik arsitek, pembekuan STRA dan pencabutan STRA. Pengenaan sanksi dilakukan terhadap pelanggaran sesuai dengan kategori ringan, sedang, dan berat.

Sanksi administrative terhadap pelanggaran kepemilikan STRA berupa penghentian praktik arsitek dan diberlakukan kembali hingga arsitek teregistrasi kembali. Sanksi administrative terhadap pelanggaran pemenuhan persyaratan kompetensi arsitek asing berupa penghentian praktik arsitek kepada arsitek asing yang yang terbukti tidak memiliki surat registrasi. Dan arsitek asing yang tidak melakukan kegiatan alih keahlian dan alih pengetahuan akan dikenakan sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara praktik arsitek dan pembekuan surat registrasi. Sanksi juga diberukan kepada arsitek asing yang terbukti tidak bermitra dengan arsitek. Pelanggaran terhadap penggunaan lisensi oleh arsitek meliputi peminjaman atau penyewaan lisensi, penyampaian data dan informasi yang tidak benar dalam penyelenggaraan bangunan Gedung, kelalaian atas tanggung jawab terhadap kesesuaian karya arsitektur dengan PBG pada tahap pembangunan dan kelalaian atas tanggung jawab terhadap keandalan karya arsitektur pada tahap pemanfaatan bangunan Gedung selama karya arsitektur tersebut sesuai dengan PBG.

Pemerintah Pusat akan melakukan pembinaan terhadap profesi arsitek dengan menetapkan kebijakan pengembangan profesi arsitek dan praktik arsitek, melakukan pemberdayaan arsitek, melakukan pengawasan terhadap kepatuhan arsitek dalam pelaksanaan peraturan dan standar penataan bangunan dan lingkungannya, dan menyediakan system aplikasi terintegrasi dalam rangka pelayanan penerbitan lisensi. Dalam membantu pelaksanaan pembinaan arsitek, dewan memiliki kewenangan meliputi :

  • Menetapkan gelar profesi Arsitek (A.r) bagi seseorang yang telah memiliki STRA
  • Menyelenggarakan sertifikasi kompentensi selaku lembaga sertifikasi profesi arsitek
  • Menjaga kesetaraan arsitek di tingkat internasional dalam hal mencapai kesetaraan standar yang berlaku secara internasional
  • Menetapkan dan mengembangkan system praktik arsitek dalam pemberian layanan praktik secara sendiri/berkelompok
  • Menetapkan besaran biaya penerbitan STRA dan lisensi
  • Melakukan kerja sama dalam hal pengawasan dengan kementerian/lembaga, Pemda, instansi/aparat penegak hukum, Organisasi Profesi dan masyarakat.

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Referensi : Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah

Pada tanggal 2 Februari 2021 Pemerintah telah menerbitkan 49 peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Perarturan Presiden. Jumlah 49 peraturan pelaksana tersebut menambah daftar aturan turunan yang telah diundangkan. Sebelumnya, sudah ada 2 PP yang ditetapkan menjadi aturan, yakni PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi. Adapun secara keseluruhan aturan turunan yang menjadi implementasi UU Cipta Kerja rencananya akan ditetapkan sebanyak 49 PP dan 5 Perpres. Menurut kata Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM  “Sejak awal, UU Cipta kerja dibuat untuk menjadi stimulus positif bagi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang akan membuka banyak lapangan kerja masyarakat. UU Cipta Kerja juga merupakan terobosan dan cara Pemerintah menangkap peluang investasi dari luaar negeri lewat penyerdehanaan izin dan pemangkasan birokrasi”. Yasonna Laoly juga berharap pemberlakuan aturan turunan UU Cipta Kerja bisa secepatnya memulihkan perekonomian nasional. 

Beberapa aturan mencabut atau merevisi aturan terkait yang sudah ada sebelumnya. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan dapat berasal dari Tanah Negara dan Tanah Ulayat. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara/daerah, badan hukum milik negara/daerah, badan bank tanah dan badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara atau Tanah Ulayat ditetapkan dengan keputusan Menteri dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan. Pemegang Hak Pengelolaan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan Hak Pengelolaan

Pemegang Hak Pengelolaan diberikan kewenangan untuk :

  • Menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang.
  • Menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain.
  • Menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak lain sesuai dengan perjanjian

Hak Pengelolaan yang penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanahnya digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain dapat diberikan Hak Atas Tanah berupa hak guna usaha, hak guna bangunan dan/atau hak pakai di atas Hak Pengelolaan sesuai dengan sifat dan fungsinya, yaitu pemegang Hak Pengelolaan sepanjang diatur dalam Peraturan Pemerintah atau pihak lain apabila Tanah Hak Pengelolaan dikerjasamakan dengan perjanjian pemanfaatan tanah.

Untuk penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan Hak Pengelolaan disesuaikan dengan tujuan dari pemanfaatan untuk kepentingan umum, kepentingan social, kepentingan pembangunan dan kepentingan ekonomi. Penentuan tarif Hak Pengelolaan dengan pihak lain tidak boleh mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak.

Sertifikat Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan untuk jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan dan juga tidak dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Pengelolaan hanya dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau ketentuan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak Pengelolaan yang dilepaskan merupakan Tanah barang milik negara/barang milik daerah. Pelepasan Hak Pengelolaan dibuat dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Hapusnya Hak Pengelolaan dikarenakan dibatalkan haknya oleh Menteri, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya, dilepaskan untuk kepentingan umum, dicabut berdasarkan Undang-Undang, diberikan hak milik, ditetapkan sebagai tanah telantar atau tanah musnah. Dengan dihapusnya Hak Pengelolaan mengakibatkan tanah tersebut menjadi tanah negara atau sesuai dengan amar putusan pengadilan. Hapusnya Hak Pengelolaan diatas Tanah Ulayat juga mengakibatkan kembalinya tanah tersebut ke dalam penguasaan masyarakat hukum adat.

Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang atas tanah dan/atau ruang di bawah tanah.

Penggunaan dan pemanfaatan bidang tanah yang dipunyai oleh pemegang Hak Atas Tanah dibatasi oleh :

  • Batas ketinggian sesuai koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan yang diatur dalam rencana tata ruang.
  • Batas kedalaman yang diatur dalam rencana tata ruang atau sampai dengan kedalaman 30 meter dari permukaan Tanah dalam hal belum diatur dalam rencana tata ruang.

Tanah yang secara struktur fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah merupakan ruang atas tanah atau ruang bawah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Ruang bawah tanah terdiri dari ruang bawah tanah dangkal dan ruang bawah tanah dalam. Dalam hal pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi serta mineral dan batu bara, Hak Atas Tanah pada Ruang Bawah Tanah tidak dapat diberikan.

Ruang atas tanah atau ruang bawah tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai setelah ruang atas tanah atau ruang bawah tanah dimanfaatkan. Hak guna bangunan dan hak pakai pada ruang atas tanah atau ruang bawah tanah yang diberikan diatas Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.

Terhapusnya Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah apabila :

  • Dibatalkan oleh Menteri karena :
  • Cacat administrasi
  • Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
  • Bangunan/satuan ruangnya atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi.
  • Dilepas secara sukarela oleh pemegang haknya
  • Dilepaskan untuk kepentingan umum
  • Dicabut berdasarkan Undang-Undang

Hak guna bangunan dan hak pakai pada ruang atas tanah atau ruang bawah tanah terhapus apabila :

  • Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan hak nya
  • Dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena :
  • Tidak memenuhi kewajiban atau melanggar larangan
  • Tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemanfaatan Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah
  • Cacat administrasi
  • Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
  • Diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain
  • Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir
  • Dicabut berdasarkan Undang-Undang
  • Bangunan/satuan ruangnya dan/atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi
  • Berakhirnya perjanjian pemberian haka tau pemanfaatan tanah untuk hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan
  • Pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak

Satuan Rumah Susun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan utama. Hak milik atas satuan rumah susun diberikan kepada warna negara Indonesia (WNI) , badan hukum Indonesia , orang asing yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan perautran perundang-undangan, badan hukum asing yang mempunyai perwakilah di Indonesia, perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan Indonesia. Hak milik atas satuan rumah susun juga dapat diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat atau Instansi Pemerintah Daerah, dengan catatan tidak dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan.

Hak milik atas satuan rumah susun dapat dilakukan pemecahan atau penggabungan dengan melampirkan perubahan akta pemisahan hak milik atas satuan rumah susun yang sudah disetujui atau disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Orang asing yang dapat memiliki hunian tempat tinggal merupakan orang asing yang mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika orang asing tersebut meninggal, maka hunian tempat tinggalnya dapat diwariskan kepada ahli waris dengan catatan harus mempunyai dokumen keimigrasian yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Warga negara Indonesia yang melakukan perkawinan dengan orang asing dapat memiliki Hak Atas Tanah yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya, yang bukan merupakan harta Bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami istri yang dibuat dengan akta notaris.

Rumah hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing antara lain rumah tapak diatas tanah, dan rumah susun yang dibangun diatas bidang tanah. Rumah susun yang dibangun diatas bidang tanah merupakan satuan rumah susun yang dibangun di Kawasan ekonomu khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Kawasan industry dan ekonomi lainnya. Kepemilikan  rumah tempat tinggal untuk orang asing diberikan dengan Batasan minimal harga, luas bidang tanah, jumlah bidang tanah atau satuan rumah susun dan peruntukan rumah tinggal atau hunian.

Dan Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dilakukan secara elektronik. Penerapan pendaftaran tanah elektronik dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan system elektronik yang dibangun oleh kementerian. Hasil pendaftaran tanah elektronik itu berupa data, informasi elektronik, dan dokumen elektronik yang mana hasil cetaknya dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah.

Seluruh data dalam rangka pendaftaran tanah secara bertahap disimpan dalam bentuk dokumen elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Seluruh data disimpan secara elektronik dipangkalan data Kementerian. Dan untuk keperluan pembuktian dipengadilan atau informasi pertanahan lainnya dapat diberikan akses melalui system elektronik.

Pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dilakukan secara elektronik. Dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah maka pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan secara sistematik dan wajib diikuti oleh pemilik tanah, jika pemilik tanah tidak mengikuti pendaftaran tanah secara sistematik maka wajib mendaftarkan tanahnya secara sporadic. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, pengumuman hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis adalah 14 hari, dan pendaftaran tanah secara sporadic pengumumannya selama 30 hari. Pengumuman dapat dilihat melalui website yang disediakan oleh pihak Kementerian. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan secara elektronik paling lama 7 hari setelah dokumen yang diperlukan dinyatakan memenuhi syarat.

Dalam penertiban administrasi pendaftaran tanah, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas tanag terdaftar ke Kantor Pertanahan. Pencatatan dilakukan pada daftar umum atau sertifikat Hak Atas Tanah. Jika tanah sedang dalam objek perkara di pengadilan, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan ke Kantor Pertanahan untuk suatu Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun menjadi objek perkara di pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan. Catatan akan terhapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 hari terhitung dari tanggal pencatatan apabila pihak yang mengajukan pencatatan mencabut permintaannya sebelum jangka waktu berakhir. Apabila hakim yang memeriksa perkara memerintahkan status quo atas Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan maka atas perintah hakum permohonan tersebut dicatatkan ke Kantor Pertanahan. Dan perintah status quo akan terhapus dengan sendirinya dalam waktu 30 hari.

Alat bukti tertulis tanah bekas hak barat dinyatakan tidak berlaku dan statusnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Pendaftaran Tanah bekas hak barat mendasar pada surat pernyataan penguasaan fisik yang diketahui 2 orang saksi yang bertanggung jawab secara perdata dan pidana dengan menerangkan bahwa;

  • tanah tersebut adalah benar milik yang bersangkutan dan bukan milik orang lain yang statusnya adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara bukan tanah bekas milik adat.
  • Tanah tersebut secara fisik dikuasai.
  • Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah
  • Penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan pihak lainnya.

Alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan juga wajib mendaftarkan tanahnya dalam waktu paling lama 5 tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, jika jangka waktu dinyatakan berakhir maka alat bukti tertulis tanah bekas adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian Hak Atas Tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah. Surat keterangan tanah, surat keterangan ganti rugi, surat keterangan desa yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah/camat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Hak Pengelolaan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau hak pakai yang telah diberikan sebelum berlakunya peraturan ini tetap sah dan berlaku. Permohonan hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai yang telah diterima lengkap dan belum diterbitkan surat keputusan pemberian haknya sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diselesaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Referensi : Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional , Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Bangunan Gedung

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung telah resmi dikeluarkan oleh Pemerintah pada tanggal 2 Februari 2021. Presiden telah menetapkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang terdiri atas 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden. 49 peraturan itu antara lain menyangkut penyederhanaan penyelenggaraan izin berusaha, lingkungan hidup dan kehutanan, pertanahan hingga ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dimana dalam peraturan ini disebutkan bahwa Pemerintah menghapus status Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantikannya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Persetujuan Bangunan Gedung merupakan perizinan yang digunakan untuk dapat membangun bangunan baru atau mengubah fungsi teknis bangunan tersebut. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung, Standar Teknis, Proses Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Sanksi Administrasi, Peran Masyarakat dan Pembinaan.

Bangunan Gedung ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Fungsi bangunan gedung sendiri merupakan ketetapan pemenuhan standar teknis yang ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya maupun keandalan banguna gedung. Fungsi bangunan gedung meliputi:

  • fungsi hunian, mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia
  • fungsi keagamaan, mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah
  • fungsi usaha, mempunya fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha
  • fungsi social budaya, mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan social dan budaya
  • fungsi khusus, mempunyai fungsi dan kriteria khusus yang ditetapkan oleh Menteri

Fungsi tersebut ditentukan berdasarkan aktivitas yang diprioritaskan pada Bangunan Gedung. Bangunan Gedung dengan fungsi harus didirikan pada lokasi sesuai dengan ketentuan RDTR. Dalam hal RDTR belum disusun atau belum tersedia maka fungsi Bangunan Gedung digunakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam rencana tata ruang.

Penetapan klasifikasi Bangunan Gedung diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat resiko bahaya kebakaran, lokasi, ketinggian bangunan Gedung, kepemilikan bangunan Gedung dan klas bangunan. Fungsi bangunan Gedung serta klasifikasi bangunan Gedung dicantumkan dalam PGB, SLF dan SBKBG. Jika terdapat perubahan fungsi atau klasifikasi bangunan Gedung maka pemilik wajib mengajukan perubahan PBG.

Pemilik yang tidak memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PGB) akan dikenai sanksi administrative yang berupa:

  1. peringatan tertulis
  2. pembatasan kegiatan pembangunan
  3. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan
  4. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan Gedung
  5. pembekuan PBG
  6. pencabutan PBG
  7. pembekuan SLF Bangunan Gedung
  8. pencabutan SLF Bangunan Gedung
  9. perintah Pembongkaran Bangunan Gedung

Adapun standar Teknis dalam Bangunan Gedung, yaitu :

A. Standar perencanaa dan perancangan Bangunan Gedung

Standar perencanaa dan perancangan bangunan Gedung meliputi ketentuan tata bangunan, ketentuan keandalan bangunan Gedung, ketentuan bangunan Gedung di atas atau di dalam tanah atau air, dan ketentuan desain prototipe atau purwarupa. Ketentuan pada tata bangunan dimaksudkan agar dapat mewujudkan bangunan Gedung yang fungsional, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Penampilan bangunan Gedung juga harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur, dan lingkungan yang ada disekitarnya. Penampilan bangungan di Kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan ketentuan tata bangunan terutama persyaratan arsitektur pada Kawasan BGCB. Pertimbangan adanya ruang luar bangunan Gedung dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan ketentuan daerah resapan, akses penyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana diluar bangunan Gedung. Setiap bangunan Gedung yang sesuai fungsi dan klasifikasi wajib memenuhi ketentuan peruntukan intensitas bangunan Gedung. Struktur bangunan Gedung pun harus direncanakan dengan kuat, stabil, dan memenuhi ketentuan pelayanan dalam memikul beban selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Gedung, loksai, keawetan, dan kemudahan pelaksanaan konstruksi. Ketentuan teknis mengenai standar system struktur bangunan Gedung yaitu struktur atas bangunan Gedung dan struktur bawah bangunan Gedung. Dalam perencanaan struktur bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa, struktur bangunan Gedung harus memperhitungkan pengaruh gempa rencana sesuai dengan tingkat resiko gempa dan tingkat kinerja struktur. Disetiap bangunan Gedung harus dilindungi dengan system proteksi bahaya kebakaran dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, mutu, dan biaya pada tahap perawatan dan pemulihan setelah terjadi kebakaran. Dalam system proteksi petir pada bangunan Gedung digunakan untuk perancangan, isntalasi dan pemeliharaan system proteksi petir pada bangunan Gedung yang bertujuan untuk mengurangi risiko kerusakan bangunan Gedung dan peralatan yg ada didalamnya, serta melindungi keselamatan manusia yang berada didalam atau sekitar bangunan Gedung. Dan setiap bangunan Gedung yang dilengkapi dengan instalasi listrik, sumber daya listrik harus dijamin aman dan juga andal. Sesuai fungsi dan klasifikasi bangunan Gedung juga harus memenuhi aspek kesehatan dimana harus memperhatikan system penghawaan, pencahayaan, pengelolaan air, pengelolaan sampah dan penggunaan bahan bangunan Gedung. Kenyamanan ruang gerak dalam bangunan Gedung bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan dalam bangunan Gedung secara nyaman sesuai fungsi bangunan Gedung. Setiap bangunan Gedung bertingkat  harus memudahkan hubungan vertical antar lantai dengan tersedianya sarana memadai seperti tangga, ram, lift, escalator dan lantau berjalan. Sarana dan prasarana dalam bangunan Gedung juga sama pentingnya untuk kelengkapan dalam bangunan Gedung seperti ruang ibadah, toilet, ruang tunggu dan lain sebagainya.

B. Standar pelaksanaan dan pengawasan konstruksi Bangunan Gedung

Pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa pelaksanaan konstruksi merupakan tahap perwujudan dokumen perencanaan menjadi bangunan Gedung yang siap dimanfaatkan seperti persiapan pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, pengujian dan penyerahan. Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi menyusu dokumen pelasanaan konstruksi sebagai dokumentasi seluruh tahap pelaksanaan konstruksi, tahap pelaksanaan tersebut dilakukan setelah seluruh dokumen dalam tahap persiapan pekerjaan disetujui oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi. Tahap pelaksanaan pekerjaan terdiri atas pekerjaan struktur bawah, basemen, struktur atas, arsitektur dan mekanikal elektrikal perpipaan. Penyedia jasa pengawasan konstruksi harus melakukan pemberitahuan pelaksanaan setiap tahapan pekerjaan kepada Pemerintah Daerah melalui SIMBG. Penyedia jasa konstruksi pun tidak dapat melanjutkan pekerjaan berikutnya jika Pemerintah Daerah belum menyatakan inspeksi dan boleh melanjutkan. Pengawasan kontruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi yaitu :

  • Pengawasan pada tahap perencanaan
  • Pengawasan persiapan konstruksi
  • Pengawasan tahap pelaksanaan konstruksi sampai dengan serah terima pertama pekerjaan konstruksi
  • Pengawasan tahap pemeliharaan pekerjaan konstruksi sampai dengan serah terima akhir pekerjaan konstruksi

Setiap pengguna jasa dan penyedia jasa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menerapkan SMKK yang memberi layanan konsultasi manajemen penyelenggaraan konstruksi, konsultasi konstruksi pengawasan, dan pekerjaan konstruksi.

C. Standar Pemanfaatan Bangunan Gedung

Pemanfaatan bangunan Gedung dilakukan oleh pemilik atau pengelola bangunan Gedung melalui divisi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan berkala, atau penyedia jasa yang kompeten di bidangnya. Kegiatan pemanfaatan bangunan Gedung meliputi penyusunan rencana pemeliharaan dan perawatan bangunan Gedung serta pemeriksaan berkala, pelaksanaan sosialisasi dan edukasi kepada pengguna atau pengunjung bangunan Gedung, pelaksanaan kegiatan pemeliharaan perawatan bangunan Gedung serta pemeriksaan berkala, pengelolaan rangkaian kegiatan pemanfaatan termasuk pengawasan dan evaluasi, serta penyusunan laporan kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan Gedung serta pemeriksaan berkala. Pemeliharaan dan perawatan bangunan Gedung bertujuan agar bangunan Gedung beserta sarana dan prasarananya tetap laik fungsi.

D. Standar Pembongkaran Bangunan Gedung

Standar pembongkaran bangunan Gedung terdiri dari penetapan pebongkaran, peninjauan oembongkaran, pelaksanaan pembongkaran, pengawasan pembongkaran, dan pasca pembongkaran bangunan Gedung. Pemenuhan terhadap ketentuan peninjauan pembongkaran bangunan Gedung bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan pembongkaran yang mempertimbangkan keamanan, keselamatan masyarakat, dan lingkungannya. Peninjauan dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan pembongkaran dalam rangka penyusunan RTB. Sebelum memulai pembongkaran, pemilik harus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menjaga atay menghentikan jaringan public yang terhubung dengan bangunan Gedung, beberapa fasilitas public tetap bisa beroprasi dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan. Dalam pelaksanaan pembongkaran, penyedia jasa pelaksanaan pembongkaran atau ahli profesi pembongkaran harus menyiapkan metode pelaksanaan pembongkaran yang terdiri atas:

  • Tata cara pembongkaran
  • Peralatan pembongkaran
  • Peralatan pengaman selama proses pembongkaran
  • Rambu penunjuk arah, larangan, dan peringatan dengan mengutamakan perlindungan masyarakat khususnya pejalan kaki, kendaraan dan prasarana atau sarana umum disekitarnya. Dalam pelaksanaan pembongkaran harus dilakukan pengawasan guna tercapainya pekerjaan pembongkaran yang aman dengan mengikuti persyaratan keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. Pasca pembongkaran bangunan Gedung perlu diperhatikan pengelolaan limbah sesuai dengan kekhususannya dan upaya peningkatan kualitas tapak pasca pembongkaran. Penampungan limbah tidak dapat dilakukan dalam Bangunan Gedung dan harus disediakan tempat dalam persil bangunan Gedung. Dalam pembuangan sampah terdapat sitem pembuangan dan pengendalian limbah seperti metode penanganan limbah. Rute pergerakan limbah pada setiap lantai hingga meninggalkan lapangan, transportasi pembuangan, waktu dan frekuensi pembuangan. Pekerjaan pembongkaran dinyatakan selesai setelah penyedia jasa menyelesaikan pembongkaran, mengelola limbah pasca pembongkaran, dan menyelesaikan upaya peningkatan kualitas tapak pasca pembongkaran (brown field)

E. Ketentuan Penyelenggaraan BGCB (Bangunan Gedung Cagar Budaya) yang dilestarikan

Bangunan Gedung Cagar Budaya adalah Bangunan Gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai bangunan cagar budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya. Standar dalam bangunan Gedung cagar budaya adalah adanya penyelenggaraan BGCB yang dilestarikan, adanya pemberian kompensasi, dan insentif atau disinsentif BGCB yang dilestarikan. Keberadaan bangungan Gedung cagar budaya harus menjamin adanya sumber budaya yang bersifat unik, langka, terbatas, dan tidak membaru, harus juga menjamin terwujudnya makna dan nilai penting yang meliputi langgam arsitektur, Teknik membangun sejarah ilmu pengetahuan, Pendidikan, agama, kebudayaan serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian Bangsa. Bangunan Gedung cagar budaya yang dilestarikan harus sesuai dengan dokumen rencana teknis perlindungan atau pengembangan dan pemanfaatan yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, Pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta atau Menteri untuk BGCB dengan fungsi khusus, berdasarkan pertimbangan TPA cagar budaya. Bangunn Gedung cagar budaya yang akan mengubah bentuk dan karakter fisik bangunan Gedung harus dilakukan setelah mendapat PGB khusus cagar budaya atau perubahan PGB khusus cagar budaya. Bangunan Gedung cagar budaya yang bersifat pemeliharaan dan tidak mengubah fungsi, bentuk, material, konstruksi karakter fisik atau melakukan penambahan BGCB harus mendapatkan pertimbangan TPA cagar budaya tanpa memerlukan PGB. Pembongkaran Bangungan Gedung cagar budaya dapat dilakukan apabila terdapat keusakan struktur bangunan yang tidak dapat diperbaiki lagi serta membahayakan pengguna, masyarakat dan lingkungan. Pembongkaran BGCB harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi untuk DKI Jakarta atau Menteri untuk BGCB dengan fungsi khusus, berdasarkan pertimbangan TPA cagar budaya. Pembongkaran dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana yang kompeten di bidang bangunan Gedung sesuai dengan rencana teknis pembongkaran BGCB. Pemberian kompesasi, insentifdan disinsentif bertujuan untuk mendorong upaya pelestarian oleh pemilik, pengguna, dan pengelola bangunan Gedung cagar budaya yang dilestarikan.

F. Ketentuan Penyelenggaraan BGFK (Bangunan Gedung Fungsi Khusus)

Bangungan Gedung Fungsi Khusus (BGFK) adalah bangunan Gedung yang karena fungsinya mempunyai tingkat kerahasiaan dan keamanan tinggi untuk kepentingan nasional atau yang karena penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya atau mempunyai risiko bahaya tinggi. Selain harus memenuhi ketentuan standar perencanaan dan perancangan Bangunan Gedung, BGFK juga harus memenuhi standar perencanaan dan perancangan teknis khusus serta standar keamanan (security) fungsi khusus terkait bangunan Gedung yang ditetapkan oleh instansi atau lembaga terkait, seperti :

  • Ketentuan pemilihan lokasi yang mempertimbangkan potensi rawan bencana alam sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, RDTR atau RTBL
  • Ketentuan lokasi dengan mempertimbangkan radius batas keselamatan hunian Masyarakat, Pemeliharaan kelestarian lingkungan dan penetapan radius batas pengamanan.
  • Ketentuan penyelenggaraan BGFK
  • Spesifikasi teknis BGFK yang ditetapkan oleh instansi atau lembaga terkait yang berwenang.

Adapun kriteria BGFK yang harus memenuhi fungsinya khusus atau mempunyai kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional, penyelenggaraan bangunan Gedung yang dapat membahayakan masyarakat sekitarnya, memiliki persyaratan khusus yang dalam perencanaan atau pelaksanaannya membutuhkan teknologi tinggi dan memiliki risiko bahaya yang tinggi. Contoh bangunan fungsi khusus kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional yaitu bangunan Gedung yg mempunyai fungsi strategis dalam penetapan kebijakan negara meliputi kebijakan politik, ekonomi, social, budaya dan pertahanan serta keamanan. Dan juga bangunan Gedung untuk perwakilan Negara Republik Indonesia di negara lain dalam melaksanakan misi negara meliputi kebijakan politik, ekonomi, social, budaya dan pertahanan serta keamanan.

G. Ketentuan penyelenggaraan BGH (Bangunan Gedung Hijau)

Bangunan Gedung Hijau adalah Bangunan Gedung yang memenuhi Standar Teknis bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Prinsip dalam Bangunan Gedung Hijau meliputi:

  • Perumusan kesamaan tujuan, pemahaman, serta rencana tindak
  • Pengurangan (reduce) penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.
  • Pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun nonfisik
  • Penggunaan kembali (reuse) sumber daya yang telah digunakan sebelumnya
  • Penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle)
  • Perlindungi dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian
  • Mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim dan berencana
  • Orientasi pada siklus hidup
  • Orientasi pada pencapaian mutu yang diinginkan
  • Inovasi teknologi untuk perbaikan yang berkelanjutan
  • Peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan, dan manajemen dalam implementasi

Dalam penentuan objek bangunan Gedung yang akan ditetapkan sebagai BGH harus sudah ditetapkan dalam rencana umum atau masterplan pembangunan Bangunan Gedung yang ditetapkan oleh pemilik. Ketentuan dalam perencaan teknis Bangunan Gedung Hijau terdiri dari pengelolaan tapak, efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan air, kualitas udara dalam ruang, penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah.

Pelaksanaan konstruksi Bangunan Gedung Hijau dilakukan dengan mengikuti prinsip pelaksanaan konstruksi hijau yang terdiri dari proses konstruksi hijau, raktik perilaku hijau, dan rantai pasok hijau. Dalam tahap pemanfaatan bangunan Gedung hijau ada beberapa penerapan manajemen pemanfaatan, diantaranya penyusunan SOP pemanfaatan BGH, pelaksanaan SOP pemanfaatan BGH, dan pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan. Bangunan Gedung yang sudah ada tapi belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis serta pelaksanaan konstruksi BGH maka ketentuan penyusunan SOP pemanfaatan BGH tidak diberlakukan dan ditambahkan ketentuan kinerja BGH yang sudah ada pada masa pemanfaatan. Pada tahap pembongkaran bangunan Gedung hijau, metode pembongkaran dilakukan dengan tidak menimbulkan kerusakan untuk material yang bisa digunakan kembali dan upaya peningkatan kualitas tapak pasca pembongkaran. Penyelenggaraan BGH pada bangunan Gedung yang sudah ada dan belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis serta pelaksanaan konstruksi BGH dilakukan dengan mengikuti prinsip adaptasi dan penerapan adaptasi. Sertifikat BGH diberikan untuk tertib pembangunan dan mendorong penyelenggaraan bangunan Gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien aman sehat, mudah, nyaman, ramah lingkungan, hemat energi dan sumber daya lainnya.

H. Ketentuan Penyelenggaraan BGN (Bangunan Gedung Negara)

Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara atau daerah dan diadakan dengan sumber pendanaan yang berasal dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau perolehan lainnya yang sah. Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelenggaraan BGN yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dan organisasi perangkat daerah. Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara meliputi tahap pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran. Dalam pembangunan Bangunan Gedung Negara harus memenuhi klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai. Ada 3 pengelompokan dalam bangunan Gedung negara, antara lain bangunan Gedung kantor, rumah negara dan bangunan lain seperti Gedung Pendidikan, pelayanan kesehatan, Gedung peribadatan. Standar luas untuk bangunan Gedung kantor yaitu 10m2, standar luas rumah negara sesuai dengan tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan golongan atau pangkat penghuni, dan untuk standar luas bangunan Gedung negara lainnya ditetapkan oleh Menteri sesuai urusan pemerintahan. Pada tahap pembongkaran, Bangunan Gedung Negara dpat dibongkar jika :

  • Tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki
  • Membahayakan lingkungan di sekitarnya
  • Tidak dapat dimanfaatkanatau dipindahtangankan
  • Biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan lebih besar daripada biaya pembongkaran dan pembangunn baru
  • Adanya kebutuhan pengguna atau pengguna barang
  • Adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan perubahan rencana tata ruang

Pembongkaran BGN merupakan tindakan pemusnahan fisik BGN dengan cara dirobohkan dengan mengikuti ketentuan penyelenggaraan BGCB yang dilestarikan. Dan penghapusan asset barang milik negara dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah. Pendanaan penyelenggaraan abngunan Gedung Negara terdiri atas pendanaan pembangunan, pemanfaatan dan pembongkaran Bangunan Gedung Negara.

I. Ketentuan dokumen

Setiap tahap penyelenggaraan Bangungan Gedung menghasilkan dokumen yang merupakan hasil pekerjaan penyedia jasa, antara lain dokumen tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran. Untuk BGCB dan BGFK dilengkapi juga dengan dokumen yang sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan BGCB dan BGFK. Penyedia jasa perencanaan harus membuat dokumen rencana teknis, dan perkiraan biaya pelaksanaan konstruksi. Dokumen pelaksanaan konstruksi merupakan seluruh dokumen yang disusun pada setiap tahap pelaksanaan konstruksi. Dalam pemanfaatan Bangunan Gedung, dokumen pemanfaatan terdiri atas SOP pemanfaatan Bangunan Gedung dan dokumen pemeriksaan berkala. Ditahap pembongkaran, penyedia jasa harus membuat laporan peninjauan pembongkaran bangunan Gedung, RTB, dan gambar bangunan Gedung terbangun (as-built drawings) dalam hal tidak disediakan oleh pemilik.

Bangunan Gedung Negara, pembangunannya harus dilengkapi dengan dokumen pendanaan dan dokumen pendaftaran.

J. Ketentuan pelaku Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Pelaku penyelenggaraan Bangunan Gedung terdiri dari pemilik, penyedia jasa Konstruksi, TPA, TPT, Penilik, Sekretariat, Pengelola Bangunan Gedung, dan Pengelola Teknis BGN.

Penyedia jasa konstruksi meliputi :

  • Penyedia jasa perencanaan
  • Manajemen konstruksi
  • Penyedia jasa pengawasan konstruksi
  • Penyedia jasa pelaksanaan
  • Penyedia jasa pemeliharaan dan perawatan
  • Penyedia jasa pengkajian teknis
  • Penyedia jasa pembongkaran bangunan Gedung

TPA atau Tim Profesi Ahli disusun dalam basis data yang disediakan oleh Pemerintah Pusat untuk bekerja di wilayah administratifnya. Anggota TPA memiliki kompetensi yang meliputi bidang :

  • Arsitektur bangunan Gedung dan perkantoran
  • Struktur bangunan Gedung
  • Mekanikal bangunan Gedung
  • Elektrikal bangunan Gedung
  • Sanitasi, drainase, perpipaan, pemadam kebakaran bangunan Gedung
  • BGCB
  • BGH
  • Pertamanan atau lanskap
  • Tata ruang dalam bangunan Gedung
  • Keselamatan dan kesehatan kerja
  • Pelaksanaan pembongkaran
  • Keahlian lainnya yg dibutuhkan

TPA mempunyai tugas untuk memeriksa dokumen rencana teknis bangunan Gedung terhadap pemenuhan standar teknis dan memberikan pertimbangan teknis kepada pemohon dalam proses konsultasi perencanaan bangunan Gedung, dan memeriksa dokumen RTB terhadap pemenuhan standar teknis pembongkaran bangunan gedng dan memberikan pertimbangan teknis kepada pemohon dalam proses konsultasi pembongkaran.

Anggota Tim Penilai Teknis meliputi :

  • Pejabat structural pada organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan bangunan Gedung
  • Pejabat fungsional Teknik tata bangunan dan perumahan
  • Pejabat structural dari perangkar daerah lain terkait bangunan Gedung
  • Pejabat fungsional dari organisasi perangkat daerah laim terkait bangunan Gedung

Penilik memiliki status kepegawaian sebagai pegawai ASN, penilik juga dapat berasal dari pegawai honorer yang diangkat oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Penilik memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan bangunan Gedung secara administrative agar penyelenggaraan bangunan Gedung yang dilaksanakan leh penyelenggara bangunan Gedung sesuai dengan ketentuan peraturn perundang-undangan. Dalam melakukan tugasnya, penilik melakukan isnpeksi untuk mengawasi pelaksanaan PBG yang diterbitkan, pemanfaatan bangunan Gedung, dan pembongkaran bangunan Gedung.

Secretariat merupakan tim yang ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/kota yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan tugas TPA, TPT dan Penilik. Secretariat memiliki tugas dalam

  • menerima dan memeriksa kelengkapan dokumen permohonan PGB, SLF perpanjangan dan RTB
  • pembentukan dan penugasan TPA
  • pembentukan dan penugasan TPT
  • administrasi pelaksanaan tugas TPA, TPT dan Penilik
  • pengawasan kinerja pelaksanaan tugas TPA, TPT dan Penilik

dalam Bangunan Gedung Fungsi Khusus, secretariat dibentuk oleh Menteri sebagai Sekretariat Pusat yang memiliki tugas dalam:

  • penerimaan dan pemeriksaan kelengkaoan dokumen pemohonan PBG, SLF perpanjang dan TRB BGFK
  • pembentukan dan penugasan TPA Pusat
  • administrasi pelaksanaan tugas TPA Pusat
  • pengawasan kinerja pelaksanaan tugas TPA Pusat

Pengelola Bangunan Gedung merupakan organisasi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Bangunan Gedung yang meliputi pelaksanaan operasional bangunan Gedung, pemeliharaan perawatan bangunan Gedung dan pembaharuan SOP yang telah digunakan.

Pengelolaan Teknis merupakan pegawai ASN di Kementerian atau Dinas Teknis pelaksana tugas dekonsentrasi Kementerian kepada Pemerintah Daerah Provinsi. Pengelola Teknis merupakan :

  • pejabat fungsional Teknik tata bangunan dan perumahan ahli
  • pegawai negeri sipil dengan pangkat paling rendah golongan III/b di lingkungan Kementerian atau Dinas Teknis yang bersertifikat yang ditetapkan oleh Menteri

Pengelola teknis bertugas memberikan bantuan teknis adinistratif dalam pembangunan bangunan Gedung kepada kementerian/lembaga atau pemerintah daerah. Dalam melaksanakan tugasnya pengelola teknis akan didampingi oleh tenaga ahli atau narasumber dan tenaga pembantu pengelola Teknis. Pengelola teknis memberikan informasi atau masukan mengenai penyelenggaraan BGN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pengelola teknis tidak mengambil alih tugas dan tanggung jawab professional penyedia jasa. Pengelola teknis bertanggung jawab secara operasional kepada kuasa pengguna anggaran kementerian/lembaga atau organisasi perangkat daerah yang mengajukan permintaan bantuan pengelola teknis. Dalam melaksanakan tugasnya pengelola teknis akan mendapat pembinaan dan pendanaan pengelola teknis.

Proses Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Dalam proses penyelenggaraan Bangunan Gedung penyelenggara berkewajiban memenuhi standar teknis seperti kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestariaan dan pembongkaran. Pemilik yang belum memenuhi standar teknis bangunan Gedung tetap harus memenuhi ketentuannya secara bertahap. Penerbitan PGB meliputi adanya penetapan retribusi daerah yang dilakukan oleh Dinas Teknis berdasarkan perhitungan teknis retribusi, pembayaran retribusi daerah yang dilakukan oleh pemohon setelah ditetapkan nilainya dan penerbitan PBG dilakukan setelah DPMPTSP mendapatkan bukti pembayaran retribusi. Pembuatan duplikat dokumen PBG yang dilegalisasi sebagai pengganti dokumen PGB yang hilang atau rusak, dapat melampirkan fotokopi PGB dan surat keterangan hilang dar instansi yang berwenang untuk dilakukan pengecekan arsip PBG. Dinas teknis akan melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan konstruksi bangunan Gedung setelah mendapatkan jadwal dan tanggal. Jika ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan konstruksi dengan PBG dan/atau ketentuan SMKK, Penilik dapat melaporkannya ke Dinas Teknis. Pemanfaatan Bangunan Gedung merupakan kegiatan untuk memanfaatkan Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikanya yang ditetapkan dalam PBG, pemeliharaan perawatan, dan pemeriksaaan secara berkala. Pembongkaran bangunan Gedung harus dilaksanakan secara tertib dan mempertimbangkan keamanan, keselamatan masyarakat danlingkunganya, dan dilakukan apabila sudah mendapat persetujuan pembongkaran dari Dinas Teknis.

Dalam proses penyelenggaraan bangunan Gedung, masyarakat dapat berperan untuk memantau dan menjaga ketertiban, baik dalam kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian maupun kegiatan pembongkaran bangunan Gedung. Masyarakat dapat melakukan pemantauan melalui kegiatan pengamatan, penyampaian masukan, usulan dan pengaduan yang dilakukan secara perorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan maupun melalui TPA.   

Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan nora, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, menyelenggarakan pembinaan Bangunan Gedung secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan penyelenggaraan Bangunan Gedung.

Referensi : Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Indonesia

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menurut Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2021

Dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur melalui pembangunan nasional. Dalam rangka percepatan mewujudkan masyarakat adil dan makmur tersebut dibutuhkan penyederhanaan aturan, penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan Proyek Strategis Nasional, termassuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Dalam rangka untuk mencapai tujuan khususnya peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan Proyek Strategis Nasional, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam bidang agrarian/pertanahan dan tata ruang. Salah satu diantaranya adalah pengaturan mengenai Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dan untuk melaksanakan ketentuan pasal 123, pasal 173 dan pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelengaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil. Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yang didasarkan pada rencana tata ruang, prioritas pembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah, rencana strategis, rencana kerja peperintah/instansi yang memerlukan tanah. Rencana Pengadaan Tanah disusun oleh instansi yang memerlukan Tanah dengan melibatkan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan instansi teknis terkait. Rencana tata ruang didasarkan atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata ruang kawasan, rencana tata ruang strategis nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota  dan rencana detail tata ruang.

Rencana pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah, paling sedikit memuat maksud dan tujuan perencanaan pembangunan, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, prioritas pembangunan nasional/daerah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan, perkiraan nilai tanah, rencana penganggaran, dan prefens bentuk ganti kerugian. Dokumen perencanaan pengadaan tanag tersebut disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup survey social ekonomi, kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, perkiraan nilai tanah, dampak lingkungan dan dampak social yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan, dan studi lain yang diperlukan. Dokumen perencanaan Pengadaan tanah ditetapkan oleh pimpinan Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk dan diajukan kepada gubernur/bupati/walikota. Dokumen perencanaan berlaku untuk jangka waktu 2 tahun sejak ditetapkan oleh pimpinan instansi yang memerlukan tanah.

Dalam melaksanakan tahapan kegiatan, gubernur membentuk tim persiapan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak dokumen perencanaa pengadaan tanah diterima secara resmi oleh gubernur. Tim persiapan mempunyai tugas diantaranya melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, melaksanakan pendataan awal lokasi rencana pembangunan, melaksanakan konsultasi public rencana pembangunan, menyiapkan penetapan lokasi pembangunan, menggumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepetingan umum, dan melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh gubernur.

Pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh kepala Kantor Wilayah selaku ketua pelaksana Pengadaan Tanah. Penetapan pelaksana pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya permohonan pelaksanaan pengadaan tanah. Kepala kantor wilayah dapat menugaskan kepala kantor pertanahan sebagai ketua pelaksana pengadaan tanah, dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia, dalam waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan pelaksanaan pengadaan tanah kepada kepala kantor wilayah. Instansi terkait menjelaskan tentang permohononan pelaksanaan pengadaan tanah. Jika permohonan dinyatakan lengkap, kepala kantor wilayah membuat berita acara penerimaan permohonan pelaksanaan pengadaan tanah dan selanjutnya kepala kantor wilayah membentuk pelaksana pengadaan tanah paling lama 5 (lima) hari. Dalam melaksanakan penyiapan pelaksanaan pengaaan tanah, pelaksana pengadaan tanah melakukan kegiatan paling sedikit diantaranya :

  1. Membuat agenda rapat pelakanaan
  2. Membuat rencana kerja dan jadwal kegiatan
  3. Menyiapkan pembentukan satuan tugas yang diperlukan dan pembagian tugas
  4. Memperkirakan kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan
  5. Merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan
  6. Menyiapkan langkah koordinasi pelaksanaan
  7. Menyiapkan administrasi yang diperlukan
  8. Mengajukan kebutuhan biaya oprasional dan biaya pendukung pengadaan tanah
  9. Menetapkan penilaian
  10. Membuat dokumen hasil rapat

Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, ketua pelaksana pengadaan tanah membentuk satuan tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi objek pengadaan tanah dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak dibentuknya pelaksana pengadaan tanah. Satuan tugas yang dimaksud, terdiri dari satuan tugas A yang membidangi pengumpulan data fisik Objek Pengadaan Tanah dan satuan tugas B yang membidangi pengumpulan data yuridis Objek Pengadaan Tanah. Satuan tugas dapat dibentuk 1 (satu) satuan tugas atau lebih dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan satuan tugas bertanggung jawab kepada ketua pelaksana pengadaan tanah.

Satuan tugas A melaksanakan pengukuran dan pemetaan, hasil dari inventarisasi dan identifikasi pengukuran dan pemetaan dituangkan dalam peta bidang tanah dan ditandatangani oleh ketua satuan tugas. Satuan tugas B melaksanakan pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah, hasil dari inventarisasi dan identifikasi data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanag dibuat dalam bentuk daftar nominative yang ditandatangani oleh ketua satuan tugas. Satuan tugas akan menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lama 30 hari, dalam hal tertentu satuan tugas dapat melakukan tugas lebih daro 30 (tiga puluh) hari. Hasil inventarisasi dan identifikasi diserahkan oleh ketua satuan tugas kepada ketua pelaksana pengadaan tanah dengan berita acara hasil inventarisasi dan identifikasi.

Jika ada pihak yang berhak keberatan atas hasil inventarisasi dan idenifikasi dapat mengajukan keberatan kepada ketua pelaksana pengadaan tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak hasil inventarisasi dan identifikasi diumumkan. Setelah diterima ketua pelaksana pengadaan tanah akan melakukan verifikasi dan perbaikan peta bidang tanah atau daftar nominative. Jika pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi dan identifikasi, ketua pelaksana pengadaan tanah akan membuat berita acara penolakan. Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.

Jasa penilaian diadakan oleh instansi yang memerlukan tanah dan ditetapkan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah. Jika tidak terdapat jasa penilaian atau dalam rangka efisiensi biaya untuk pengadaan tanah skala kecil, instansi yang memerlukan tanah dapat menunjuk penilaian public atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang perbidang tanah, yang meliputi tanah, ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan kerugian lain yang dapat dinilai. Ganti kerugian yang dinilai oleh penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dengan mempertimbangkan masa tunggu pada saat pembayaran ganti kerugian. Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian penilai yang bersifat final mengikat dan dijadikan sebagai dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk ganti kerugian. Bila terdapat bidang tanah sisa yang terkena pengadaan tanah, yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian atas bidang tanahnya. Bidang tanah sisa yang luasnya tidak lebih dari 100 m2 (serratus meter persegi) dan tidak dapat difungsikan maka dapat diberikan ganti kerugian, dan jika tanah sisa yang luasnya lebih dari 100 m2 (serratus meter persegi) dapat diberikan ganti kerugian setelah mendpaat kajian dari pelaksana pengadaan tanah bersama instansi yang memerlukan tanah dan tim teknis terkait.

Pelaksanaan pengadaan tanah melaksanakan musyawarah didampingi penilai atau penilai public dan instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak. Musyawarah dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Dalam musyawarah pelaksana pengadaan tanah menyampaikan besarnya ganti kerugian hasil penilaian penilai. Dan pelaksanaan musyawarah dapat dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah pihak yang berhak, waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian.

Ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk ganti kerugian baik berdiri sendiri maupun gabungan dari beberapa bentuk ganti kerugian diberikan sesuai dengan nilai ganti kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh penilai.  Dalam musyawarah pelaksana pengadaan tanah akan mengutamakan pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang.

Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penitipan ganti kerugian kepada ketua pengadilan negeri pada wilayah lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Penitipan ganti kerugian diserahkan kepada pengadilan negeri. Pelaksanaan penitipan ganti kerugian dibuat dalam berita acara penitipan ganti kerugian. Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dan tidak mengajukan keberatan ganti kerugian dan tidak mengajukan keberatan dapat diambil oleh pihak yang berhak dengan surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah. Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarya ganti kerugian berdasarkan putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang terlah berkekuatan hokum tetap, ganti kerugian dapat diambil oleh pihak yang berhak dengan surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah. Jika pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya, pelaksana pengadaan tanah menyampaikan pemberitahuan mengenai ketidakberadaan pihak yang berhak secara tertulis kepada camat dan lurah/kepala desa atau nama lainnya dan jika pihak yang berhak telah diketahui keberadaannya, pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri tempat penitipan ganti kerugian dengan surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah.

Jika objek pengadaan tanah sedang menjadu objek perkara dipengadilan, ganti kerugian diambil oleh pihak yang berhak setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hokum tetap atau putusan perdamaian (dadding). Jika objek pengadaan tanah masih dipersengketakan kepemilikannya, pengambilan ganti kerugian dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hokum tetap atau berita acara perdamaian (dadding). Dan jika objek pengadaan tanah diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, ganti kerugian diambil oleh pihak yang berhak setelah adanya pengangkatan sita. Dalam hal objek pengadaan tanah menjadi jaminan di bank, ganti kerugian dapat diambil di Pengadilan Negeri setelah adanya surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah dengan persetujuan dari pihak bank. Pelepasan hak objek pengadaan tanah dilaksanakan oleh pihak yang berhak kepada negara dihadapan kepala kantor pertanahan setempat atau pejabat yang ditunjuk oleh ketua pelaksana pengadaan tanah.

Objek pengadaan tanah yang telah diberikan ganti kerugian atau ganti kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri atau yang telah dilaksanakan pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah, hubungan hokum antara pihak yang berhak dan tanahnya hapus demi hukum. Kepala kantor pertanahan akan melakukan pencatatan hapusnya hak pada buku tanah dan daftar umum pendaftaran tanah lainnya, dan selanjutnya memberitahukan kepada para pihak terikat. Dalam hal objek pengadaan tanah belum terdaftar, ketua pelaksana pengadaan tanah akan menyampaikan pemberitahuan tentang hapusnya hak dan disampaikan kepada lurah/kepala desa atau camat dan pejabat yang berwenang mengeluarkan surat untuk selanjutnya dicatat dan dicoret dalam buku administrasi kantor kelurahan/desa atau kecamatan.

Ketua pelaksana pengadaan tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah. Penyerahan hasil pengadaan tanah berupa bidang tanah dan dokumen pengadaan tanah dengan penandatanganan berita acara penyerahan hasil pengadaan tanah. Tugas dan tanggung jawab pelaksana pengadaan tanah berakhir dengan telah ditandatanganinya berita acara penyerahan hasil pengadaan tanah secara keseluruhan.

Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan pembangunan secara parsial maupun keseluruhan setelah dilakukan penyerahan hasil pengadaan tanah oleh ketua pelaksana pengadaan tanah. Kementerian akan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap tahapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum secara fisik maupun berbasis teknologi informasi. Pendanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah, dituangkan dalam dokumen penganggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pengadaan tanah untuk kemudahan proyek strategis nasional, pelaksanannya diprioritaskan dengan tahapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam hal proyek strategis nasional belum dimuat dalam rencana tata ruang, kesesuaian kegiatan peanfaatan ruang diberikan dalam bentuk rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang okeh Menteri. Dalam rangka kemudahan proyek strategis nasional, fasilitasi penyelesaian pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh pemerintah pusat. System pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan secara elektronik, jika tidak dapat dilaksanakan secara elektronik dapat dilaksanakan secara manual. Hasil pelaksanaan pengadaan tanah berupa data, informasi, dan dokumen elektronik.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tahapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang sedang berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP ini, penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintahan ini.

Referensi : Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional