Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung, baik secara administratif maupun teknis sebelum pemanfaatannya. Secara hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus selalu dalam kondisi kokoh dan laik fungsi. Sebagai bukti legalnya, pemerintah daerah dapat menerbitkan SLF bangunan gedung.
Begitu pentingnya SLF sehingga pengembang yang tidak memiliki sertifikat ini tidak dapat menerbitkan Akta Jual Beli (AJB), tidak dapat membuka cabang bank di gedung tersebut, dan tidak dapat memungut biaya layanan dari penghuni.
Dengan kepemilikian SLF, pengembang bisa melakukan proses penyerahan hak milik kepada pembeli, memulihkan masing-masing unit dan membuat akta akuisisi.
Selama ini, banyak orang yang beranggapan bahwa dalam proses mendirikan sebuah bangunan gedung (selain rumah tinggal) hingga difungsikan/digunakan cukup dengan mengantongi IMB. Padahal, terdapat dokumen penting lainnya yang perlu diurus kelengkapannya, yaitu SLF (Sertifikat Laik Fungsi).
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum (https://jdih.pu.go.id/detail-dokumen/2603/1), dasar hukum Sertifikat Laik Fungsi adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
Peraturan tersebut dimaksudkan untuk menertibkan penyelenggaraan bangunan gedung, memberikan percepatan dan kemudahan, serta untuk meningkatan pelayanan atas perizinan gedung. Adapun pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan, di antaranya meliputi kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, serta perawatan dan pemeliharaan.
Manfaat SLF untuk bangunan gedung
Secara umum, adapun manfaat penilaian kelaikan bangunan gedung secara umum dan manfaat memiliki SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bagi pemerintah maupun pengguna/pemilik bangunan gedung adalah sebagai berikut:
- Mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administratif dan andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan bagi penggunanya
- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB dan operasionalisasi bangunan gedung
- Meningkatkan nilai bangunan gedung, dan
- Mendorong investasi di daerah, karena persyaratan penerbitan SLF dapat digunakan sebagai:
- Syarat agar perumahan (formal dan swadaya) dapat dihuni
- Syarat pembuatan akta pemisahan (rumah susun dan bangunan gedung dengan konsep strata title/hak milik atas satuan ruman susun)
- Syarat WTO (World Trade Organization) dan ILO (International Labour Organization) untuk bangunan industri
- Mendorong perkembangan sektor pariwisata dan perekonomian daerah
Persyaratan Sertifikat Laik Fungsi
Sebenarnya cara mengurus SLF ini relatif cukup mudah dan prosesnya cepat jika semua persyaratannya terpenuhi.
SLF diklasifikasikan menjadi 4 kategori yang didasarkan menurut jenis dan luasan bangunan. Keempat kategori tersebut adalah:
- Kelas A untuk bangunan non rumah tinggal di atas 8 lantai
- Kelas B untuk bangunan non rumah tinggal kurang dari 8 lantai
- Kelas C untuk bangunan rumah tinggal lebih atau sama dengan 100 m²
- Kelas D untuk bangunan rumah tinggal kurang dari 100 m²
Ada beberapa persyaratan untuk mengurus SLF. Sebagai catatan, persyaratan mengurus SLF mungkin berbeda-beda sesuai ketetapan pemerintah daerah. Namun secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Surat permohonan dan kuasa penerbitan SLF
- Fotocopy dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) plus lampirannya
- Laporan Hasil Pemeriksaan Awal Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung oleh Pengkaji Teknis
- As-built Drawing (Struktur, Arsitek dan Elektrikal Mekanikal)
- Surat Rekomendasi atau dokumen surat pernyataan pemeriksaan dari Dinas
- Fotocopy KTP Direktur
- Fotocopy NPWP Perusahaan
- Data-data Perusahaan (NIB, Izin Usaha)
- Surat Keterangan Domisili Usaha
- Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya
- Soil Test (hasil tes tanah)
- Dokumen status hak atas tanah / kepemilikan bangunan gedung (SHM,SHGB, Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa dll)
- Rekomendasi :
- Penangkal Petir dari Dinas Tenaga Kerja
- Alat Angkat Angkut dari Dinas Tenaga Kerja
- Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk Genset dari Dinas Tenaga Kerja
- K3 Umum dari Dinas Tenaga Kerja
- SLO Instalasi Listrik dari Kementerian ESDM
- Sistem proteksi kebakaran dari Pemadam Kebakaran, SKK (Sertifikat Keselamatan Kebakaran) dan Rekomendasi Damkar untuk SLF
- Izin pemakaian/Rekomendasi Instalansi terkait dan Laporan Hasil Uji Coba (terakhir untuk instalansi listrik, Motor Diesesl, penyalur Petir, Lift (bila ada), peralatan Pemadam kebakaran, dll
- AMDAL/UKL UPL/SPPL dari Dinas Lingkungan Hidup (UKL UPL berikut laporan 6 bulanan UKL UPL dan bukti kirim laporannya)
- Perhitungan Perencanaan Struktur Atas dan Bawah
- Dokumen Pengkajian Teknis Bangunan Gedung
- Hasil Pemeriksaan kualitas bangunan atau pengkajian teknis dari penyedia jasa atau konsultan pengkaji teknis bangunan gedung yang meliputi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan
- Surat pernyataan Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung
Penerbitan SLF untuk bangunan gedung
Penerbitan SLF akan diberikan pertama kali dalam bentuk Sertifikat Laik Fungsi setelah bangunan gedung selesai dibangun. SLF diharuskan diperpanjang setiap 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung rumah tinggal tidak sederhana dan bangunan gedung lainnya. Sementara untuk bangunan gedung rumah tinggal tunggal dan deret sampai dengan 2 (dua) lantai, SLF diperpanjang setiap 20 tahun sekali. Dan untuk bangunan gedung rumah tinggal tunggal sederhana atau rumah deret sederhana, SLF dapat berlaku selamanya.
Referensi :
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
- Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung