Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas social ekonomi guna terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hokum. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung, setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis Bangunan Gedung.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bahwa fungsi serta klasifikasi bangunan Gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Dalam proses pemeriksaan dokumen permohonan PBG dan SLF, Sertifikat Kompetensi Kerja merupakan salah satu syarat untuk menerbitkannya, yang mana jika tidak memenuhi persyaratan tersebut akan dikembalikan ke pemohon untuk diperbaiki/dilengkapi sesuai dengan hasil rekomendasi Tim Profesi Ahli.
Kontraktor/Konsultan wajib memiliki sejumlah tenaga kerja yang berkualifikasi dan memiliki jenjang kerja yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat SKK Konstruksi dalam melakukan pekerjaan proyek di lapangan dan sebagai syarat untuk mengajukan SBU – Sertifikat Badan Usaha.
Tenaga kerja konstruksi dibutuhkan sebagai :
Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU)
Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU)
Penanggung Jawab Sub Klasifikasi Badan Usaha (PJSKBU)
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Keselamatan Konstruksi, diantaranya yaitu:
Ahli
Ahli muda K3 Konstruksi, Jenjang 7
Ahli madya K3 Konstruksi, Jenjang 8
Ahli utama K3 Konstruksi, Jenjang 9
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Manajemen Konstruksi, diantaranya yaitu:
Ahli
Manajer logistrik proyek, Jenjang 7
Ahli muda bidang keahlian manajemen konstruksi, Jenjang 7
Ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi, Jenjang 8
Ahli utama bidang keahlian manajemen konstruksi, Jenjang 9
Fasilitator teknis dalam pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat, Jenjang 5
Teknisi/Analis
Personil Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jenjang 4
Supervisior K3 Konstruksi, Jenjang 5
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Keselamatan Konstruksi, diantaranya yaitu:
Operator
Petugas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Konstruksi, Jenjang 3
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Pengendalian Mutu Pekerjaan Konstruksi, diantaranya yaitu:
Ahli
Ahli muda quantity surveyor, Jenjang 7
Ahli madya quantity surveyor, Jenjang 8
Ahli utama quantity surveyor, Jenjang 9
Quality engineer, Jenjang 6
Quality assurance engineer, Jenjang 6
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Estimasi Biaya Konstruksi, diantaranya yaitu:
Teknisi/Analis
Estimator biaya jalan, Jenjang 6
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Hukum Kontrak Konstruksi, diantaranya yaitu:
Ahli
Ahli kontrak kerja konstruksi, Jenjang 9
Skema Jabatan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi Kualifikasi Manajemen Pelaksanaan Subklasifikasi Pengendalian Mutu Pekerjaan Konstruksi, diantaranya yaitu:
Ahli
Ahli system manajemen mutu konstruksi, Jenjang 9
SKK Konstruksi diterbitkan melalui Uji Kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja dan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang konstruksi ter akreditasi BNSP. Masa berlaku SKK konstruksi yaitu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan dan wajib diperpanjang sebelum habis masa berlakunya.
Gedung Bertingkat Memiliki Risiko-Risiko Yang Tidak Dapat Diprediksi, Maka Kemudahan Akses Evakuasi Apabila Terjadi Keadaan Darurat Sangatlah Penting.
Indonesia saat ini memiliki gedung bertingkat dengan jumlah yang cukup banyak. Semakin banyaknya gedung bertingkat tentu harus diimbangi dengan keamanan dan keselamatan yang memadai. Gedung bertingkat yang dapat menampung banyak orang berpotensi menimbulkan korban apabila terjadi keadaan darurat. Maka, diperlukan perencanaan proses evakuasi yang baik agar korban jiwa atau kerugian lainnya dapat diminimalkan.
Selain mengantisipasi keadaan darurat dengan menyediakan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran, menata akses evakuasi juga penting untuk mempercepat proses evakuasi penghuni sehingga akan memperkecil risiko timbulnya korban.
Jalur evakuasi pada sebuah gedung harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan memberikan kemudahan pada orang yang menggunakannya. Penghuni gedung bertingkat harus dapat menyelamatkan diri secepatnya ketika terjadi keadaan darurat.
Dengan adanya jalur evakuasi yang memperlihatkan arah keluar gedung atau arah menuju tempat berlindung yang aman dapat membantu penghuni gedung untuk menyelamatkan diri.
1. Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi
Sesuai Permen RI Nomor 36 Tahun 2005, Pasal 59 , setiap gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:
Sistem peringatan bahaya bagi pengguna, dapat berupa sistem alarm kebakaran dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata suara
Pintu keluar darurat
Jalur evakuasi
Penyediaan tangga darurat/kebakaran
Sarana tersebut harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi gedung, jumlah dan kondisi pengguna gedung, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
Regulasi mengenai sarana evakuasi juga tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:
Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke pintu eksit. Akses eksit harus memenuhi persyaratan:
Terproteksi dari bahaya kebakaran
Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalamnya, jalan keluar atau visibilitas dari akses eksit
Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang tidak seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh kursi roda dan cukup untuk jumlah orang yang dievakuasi
Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap yang dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman, dan menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid
Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan sejenisnya
Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.
Eksit (Exit)
Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan yang menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit pelepasan. Eksit harus memenuhi persyaratan:
Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya . Catatan: Aturan lebar tangga eksit dan bordes tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran 2.
Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)
Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut
Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang luasnya lebih dari 900m² harus dilengkapi dengan saf tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam
Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya
Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya
Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior, dan penanda lainnya. Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” atau kata lain yang mudah dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm
Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit terdekat.
Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup otomatis
Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi
Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalah tafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”
Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat atau menghalangi proses evakuasi
Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
Perancangan dan penyediaan eksit harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu dan penyediaan tempat berlindung bagi pengguna kursi roda. Untuk contoh penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi eksit tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran
Eksit Pelepasan (Exit Discharge)
Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas ujung eksit dan jalan umum yang berada di luar bangunan gedung untuk evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan:
Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung
Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50 persen dari jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan ketentuan:
Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung
Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m
Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua sisi jalur evakuasi sebagai ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung, harus terdapat jarak pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur evakuasi
Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung harus mampu menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah pengguna dan pengunjung bangunan gedung yang keluar dari tangga eksit.
Perancangan dan penyediaan eksit pelepasan harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu serta ketersediaan akses langsung ke jalan, halaman, lapangan, atau ruang terbuka yang aman tanpa hambatan.
Sarana Pendukung Evakuasi Lain
Rencana evakuasi merupakan panduan evakuasi ke luar bangunan gedung yang digunakan oleh pengguna dan pengunjung bangunan gedung, serta petugas evakuasi pada saat bencana atau keadaan darurat lainnya.
Sarana pendukung evakuasi lainnya terdiri atas:
Rencana evakuasi
Harus memenuhi persyaratan:
Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas
Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan menekankan pada jalur evakuasi (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca), koridor evakuasi dan eksit menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat
Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana evakuasi kebakaran meliputi:
Lift kebakaran
Selang kebakaran
Alat pemadam api ringan (APAR)
Pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah
Papan indikator api/kebakaran
Titik panggil alarm manual.
Sistem peringatan bahaya bagi pengguna
Sistem peringatan bahaya bagi pengguna merupakan peringatan dini bagi pengguna dan pengunjung bangunan gedung terhadap bencana atau keadaan darurat lainnya. Sistem peringatan bahaya paling sedikit terdiri atas sistem audio dan/atau sistem visual.
Perancangan dan penyediaan sistem peringatan harus memperhatikan:
Kemampuan berfungsi secara otomatis dalam kondisi darurat
Kemampuan untuk diaktifkan secara manual sesuai dengan prosedur pengamanan bangunan pada zona tertentu
Kemudahan pencapaian dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat
Pencahayaan eksit dan tanda arah
Pencahayaan eksit dan tanda arah merupakan pencahayaan buatan dan tanda arah pada jalur perjalanan menerus ke tempat yang aman untuk keperluan evakuasi pada saat bencana atau keadaan darurat lainnya.
Harus memenuhi persyaratan:
Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur evakuasi eksit pada:
Sepanjang dinding internal;
Sepanjang koridor;
Pintu lobi bebas asap;
Lobi pemadam kebakaran; dan
Tangga eksit.
Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan:
Sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit, tanda arah eksit dan tanda-tanda arah di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem titik tunggal) atau pasokan baterai sentral yang didukung oleh generator siaga
Terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi pemadam kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit
Terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga eksit.
Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan pada level terendah
Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau tidak lebih dari 400 mm di atas level lantai.
Area tempat berlindung (refuge area)
Area tempat berlindung merupakan suatu lantai yang dirancang untuk area berkumpul pengguna dan pengunjung bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat yang harus disediakan pada interval tidak lebih dari 16 (enam belas) lantai.
Titik berkumpul (assembly point)
Titik berkumpul atau assembly point merupakan tempat yang digunakan bagi pengguna dan pengunjung bangunan gedung untuk berkumpul setelah proses evakuasi. Perancangan dan penyediaan titik berkumpul harus memperhatikan:
Kesesuaian sebagai lokasi akhir yang dituju dalam rute evakuasi
Keamanan dan kemudahan akses pengguna dan pengunjung Gedung
Jarak aman dari bahaya termasuk runtuhan bangunan Gedung
Kemungkinan untuk mampu difungsikan secara komunal oleh para pengguna dan pengunjung Gedung
Kapasitas titik berkumpul.
Titik berkumpul harus memenuhi persyaratan:
Jarak minimum titik berkumpul dari bangunan gedung adalah 20 m untuk melindungi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya.
Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka.
Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil pemadam kebakaran.
Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan mudah dijangkau oleh kendaraan atau tim medis.
Lift kebakaran
Perancangan dan penyediaan sarana pendukung evakuasi lainnya harus memperhatikan:
Kemudahan pencapaian yang bebas hambatan
Pengenalan, penandaan, dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat dan dipahami oleh pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan gedung
Kecukupan pencahayaan
Proteksi terhadap api dan pengendalian asap.
Tujuan penyediaan sarana evakuasi dilakukan untuk:
Kemudahan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari dalam ke luar bangunan gedung
Kemudahan petugas evakuasi dalam melakukan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung.
Poin Penting Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat membahayakan. Evakuasi terbagi menjadi dua jenis, yakni:
Evakuasi skala kecil, contohnya penyelamatan yang dilakukan dari sebuah bangunan yang diakibatkan karena ancaman bom atau kebakaran.
Evakuasi skala besar, contohnya penyelamatan dari sebuah daerah banjir, letusan gunung berapi atau badai.
Jumlah dan kapasitas jalur evakuasi biasanya menyesuaikan dengan jumlah penghuni gedung dan ukuran gedung tersebut. Kebutuhan jalur evakuasi dipengaruhi oleh waktu rata-rata untuk mencapai lokasi yang aman (titik kumpul) yang berada di halaman gedung dan tidak ada bangunan di atasnya.
Dalam merancang jalur evakuasi, pengelola gedung juga harus memerhatikan banyak hal, misalnya ketersediaan tangga, pintu yang digunakan, dan sarana evakuasi lainnya. Para ahli keselamatan merekomendasikan setiap gedung memiliki minimal dua atau lebih jalur evakuasi.
Persyaratan Jalur Evakuasi
Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai
Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga di mana saja penghuni dapat, menjangkau pintu keluar (exit)
Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan, dan mempunyai lebar untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m
Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama
Arah menuju pintu keluar (exit) harus dipasang petunjuk yang jelas
Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.
Penandaan Sarana Jalan Keluar
Sesuai SNI 03-1746- 2000 dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana jalan keluar pada sebuah bangunan gedung harus diberi tanda. Eksit, selain dari pintu eksit utama di bagian luar bangunan gedung, harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat dari setiap arah akses eksit.
Penandaan eksit harus memenuhi kriteria:
Tanda eksit harus di tempatnya pada setiap pintu eksit yang disyaratkan untuk tanda eksit
Tanda eksit yang bisa diraba harus terbaca
Tanda eksit harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Akses Eksit
Akses ke eksit juga harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di semua keadaan di mana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak terlihat oleh pengguna dan pengunjung bangunan gedung. Tanda harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit koridor yang ditempatkan lebih dari 30 m dari tanda terdekat.
Tanda Eksit Dekat Permukaan Lantai
Apabila tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan di dekat permukaan lantai sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor.
Bagian bawah dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm atau tidak lebih dari 20 cm. Untuk pintu eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau dekat pinggir pintu terdekat dan tepi tanda tersebut dalam jarak 10 cm dari kosen pintu.
Lokasi Pemasangan
Penandaan jalan keluar di bawah yang baru akan dipasang harus diletakkan pada jarak vertikal tidak lebih dari 20 cm di atas ujung bagian atas bukaan jalan ke luar yang dimaksud/ditujukan oleh penandaan.
Penandaan jalan keluar harus diletakkan pada jarak horizontal tidak lebih lebar dari yang diisyaratkan untuk bukaan jalan keluar, dimaksud untuk menunjukkan oleh penandaan ke ujung terdekat dari penandaan.
Informasi lebih lengkap mengenai penandaan arah jalan keluar tercantum dalam SNI 03 – 1746 – 2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.