ANDALALIN

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah diatur dalam alinea ke-4 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahana nasional, diperlukan system transportasi nasional yang memiliki posisi penting dan strategis dalam pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan.

Transportasi merupakan salah satu sarana untuk memperlancar roda perekonomian, membuka akses ke daerah pedalaman atau terpencil, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, menegakkan kedaulatan negara, serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat yang dilaksanakan melalui penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pentingnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dank e luar negeri, serta berperan sebagai pendorong, dan penggereak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah.

Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan sebagai upaya untuk mendorong kemajuan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu dilakukan dengan cara memberikan kemudahan berusaha untuk mendorong investasi di bidang penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Analisis Dampak Lalu Lintas

Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas. Dokumen analisis dampak lalu lintas terintegrasi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.

Rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrasturktur dapat berupa pembangunan baru atau pengembangan.

Adapun Kriteria Ukuran Wajib Andalalin, Jenis Rencana Pembangunan dan Kategori Bangkitan Lalu Lintas, sebagai berikut:

  • Pusat kegiatan berupa bangunan untuk :
  • Kegiatan perdagangan dan perbelanjaan : Diatas 3000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 1001 m2 s.d 3000 m2 luas lantai bangunan,bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 500 m2 s.d 1000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan perkantoran : Diatas 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 4.001 m2 s.d 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 1.000 m2 s.d 4000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan industry : Diatas 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 5001 m2 s.d 10.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 2500 m2 5000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kegiatan pergudangan : Diatas 500.000 m2 luas lantai bangunan, bangkita tinggi (Dokumen Andalalin), 170.001 m2 s.d 500.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 40.000 m2 s.d 170.000 m2 luas lantai bangunan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Kawasan pariwisata  :Wajib, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Tempat wisata : Diatas 10,0 hektare luas lahan, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 5,0 s.d 10,0 hektar luas lahan, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 1,0 s.d 5,0 hektar luas lahan, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Fasilitas pendidikan  : Diatas 1.500 siswa, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Fasilitas pelayanan umum (Rumah Sakit) : Di atas 700 tempat tidur, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 201 s.d 700 tempat tidur, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 75 s.d 200 tempat tidur, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Untuk permukiman dapat berupa :
  • Perumahan sederhana : di atas 1000 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 401 s.d 1000 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 150 s.d 400 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Perumahan menengah-atas/Townhouse/Cluster : Di atas 500 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 301 s.d 500 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis), 100 s.d 300 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Rumah susun sederhana : Di atas 800 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknos), 150 s.d 800 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Apartement : Di atas 800 unit, bangkitan tinggi (Dokumen Andalalin), 301 s.d 500 unit, bangkitan sedang (Rekomendasi Teknis, 50 s.d 300 unit, bangkitan rendah (Standar Teknis)
  • Sedangkan Infrastruktur dapat berupa :
  • Akses ke dan dari jalan tol : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Utama : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Pengumpan : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Pelabuhan Pengumpan Regional : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi), Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Pelabuhan Pengumpan Lokal : Wajib (melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dengan jangkauan pelayanan dalam kabupaten/kota) Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Pelabuhan Khusus : Luas lahan di atas 100.000 m2, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), Luas lahan 50.001 m2 s.d 100.000 m2, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis), Luas Lahan di bawah 50.000 m2, Bangkitan Rendah (Standar Teknis)
  • Pelabuhan sungai, danau dan penyebrangan : Penyebrangan Lintas Provinsi dan/atau antarnegara, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), Penyebrangan Lintas Kabupaten/Kota, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis), Penyebrangan Lintas dalam Kabupaten Kota, Bangkitan Rendah (Standar Teknis)
  • Bandar udara Pengumpul Skala Pelayanan Primer : Wajib ≥ 5juta orang pertahun, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Bandar Udara Pengumpul Skala Pelayanan Sekunder : Wajib 1 juta orang s.d ≤ 5 juta orang pertahun, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Bandar Udara Pengumpul Skala Pelayanan Tersier : Wajib ≥ 500 ribu orang s.d  ≤ 1 juta orang pertahun, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Bandar Udara Pengumpan (Spoke): Wajib, Bangkitan Rendah (Standar)
  • Terminal Penumpang A : Wajib ((melayani hingga kendaraan penumpang umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) dan angkutan lintas batas  antar negara)), Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Terminal Penumpang Tipe B : Wajib (melayani hingga kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP) dan angkutan kota (AK)), Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Terminal Penumpang Tipe C : Wajib ((melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan pedesaan (ADES)), Bangkitan Rendah (Standar)
  • Terminal Angkutan Barang : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Terminal Peti Kemas : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Stasiun kereta api kelas besar : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Stasiun kereta api kelas sedang : Wajib, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)
  • Stasiun kereta api kecil : Wajib, Bangkitan Rendah (Standar)
  • Tempat penyimpanan kendaraan (pool) : Wajib, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin)
  • Fasilitas parkir untuk umum : Di atas 300 SRP, Bangkitan Tinggi (Dokumen Andalalin), 100 s.d 300 SRP, Bangkitan Sedang (Rekomendasi Teknis)

Pengembang atau pembangun wajib melaksanakan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan skala dampak bangkitan lalu lintas untuk kegiatan yang diajukan oleh pengembang atau pembangun.

Dokumen andalalin paling sedikit memuat diantaranya :

  • Perencanaan dan metodologi andalalin
  • Analisis kondisi lalu lintas dan angkutan saat ini
  • Analisis bangkitan/tarikan lalu lintas dan angkutan jalan akibat pembangunan berdasarkan kaidah teknis transportasi dengan menggunakan factor trip rate yang ditetapkan secara nasional
  • Analisis distribusi perjalanan
  • Analisis pemilihan moda
  • Analisis pembebanan perjalanan
  • Simulasi kinerja lalu lintas yang dilakukan terhadap andalalin
  • Rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak lalu lintas
  • Rincian tanggung jawab pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak lalu lintas
  • Rencana pemantauan dan evaluasi
  • Gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau dikembangkan

Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari Menteri (untuk jalan nasional), Gubernur (untuk jalan provinsi), Bupati (untuk jalan kabupaten/jalan desa), dan Walikota (untuk jalan kota). Untuk memperoleh persetujuan, pengembang atau pembangun harus menyampaikan hasil andalalin sesuai dengan skala dampak bangkita lalu lintas kegiatan yang ditimbulkan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

Dalam hal hasil andalalin berupa dokumen andalalin  untuk kegiatan dengan skala dampak bangkitan lalu lintas yang tinggi, maka persetujuan diberikan setelah mendapat persetujuan teknis dari tim evaluasi penilai analisis dampak lalu lintas. Tim evaluasi penilai andalalin dibentuk oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, yang merupakan unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, yang berjumlah 3 (tiga) orang.

Tim evaluasi penilai analisis dampak lalu lintas mempunyai tugas :

  • Melakukan penilaian terhadap hasil andalalin yang berupa dokumen andalalin untuk kegiatan dengan skala dampak bangkita lalu lintas yang tinggi
  • Menilai kelayakan persetujuan yang diusulkan dalam hasil andalalin

Jika hasil andalalin sudah memenuhi persyaratan, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani oleh penanggung jawab perusahaan diatas materai untuk melaksanakan semua kewajiban andalalina.

Terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban pengembang atau pembangun yang tercantum dalam persetujuan hasil andalalin dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala yag dilaksanakan oleh tim monitoring dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Tim monitoring dan evaluasi diketuai oleh instansi pembina di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta beranggotakan unsur dari instansi pembina di bidang jalan dan kepolisian negara republic Indonesia.

Tim monitoring dan evaluasi memiliki tugas diantaranya :

  • Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan persetujuan hasil analisi dampak lalu lintas baik pada masa konstruksi maupun operasional kegiatan usaha
  • Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan pemenuhan atas persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas yang telah ditetapkan

Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar pernyataan kesanggupan akan dikenai sanksi administrative oleh pemberi izin, seperti peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan/pelayanan umum, dendan administrative dan pembatalan persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas atau Perizinan Berusaha.

Bangunan Gedung Hijau

Bangunan Gedung Hijau atau yang biasa disingkat BGH merupakan bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energy, air dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip BGH sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan.

Dijelaskan lebih detail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis bangunan gedung. Standar teknis bangunan gedung merupakan acuan yang memuat ketentuan, kriteria, mutu, metode dan tata cara yang harus dipenuhi dalam proses Penyelenggaraan Bangnan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung. Salah satu Standar Teknis yang ada dalam Peraturan Pemerintah No 16 tahun 2021 yaitu Ketentuan penyelenggaraan BGH.

Ketentuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau

Standar teknis penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau dikenakan pada Bangunan Gedung baru dan Bangunan Gedung yang sudah ada. Pengenaan standar teknis BGH dibagi berdasarkan kategori wajib (mandatory) atau disarankan (recommended). Bangunan gedung dengan kategori wajib (mandatory) meliputi :

  1. Bangunan gedung klas 4 (empat) dan 5 (lima) di atas 4 (empat) lantai dengan luas paling sedikit 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi)
  2. Bangunan gedung klas 6 (enam), 7 (tujuh) , dan 8 (delapan) di atas 4 (empat) lantai dengan luas lantai paling sedikit 5.000 m2 (lima rebut meter persegi)
  3. Bangunan gedung klas 9a dengan luas di atas 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi)
  4. Bangunan gedung klas 9b dengan luas di atas 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi)

Bangunan gedung dengan kategori disarankan (recommended) meliputi bangunan gedung selain bangunan gedung yang masuk dalam kategori wajib (mandatory).

Prinsip Bangunan Gedung Hijau meliputi :

  1. Perumusan kesamaan tujuan, pemahaman, serta rencana tindak
  2. Pengurangan (reduce) penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material air, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia
  3. Pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun nonfisik
  4. Penggunaan kembali (reuse) sumber daya yang telag digunakan sebelumnya
  5. Penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recyle)
  6. Perlindungan dan pengelolaan terhdap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian
  7. Mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim dan bencana
  8. Orientasi pada siklus hidup
  9. Orientasi pada pencapaian mutu yang diinginkan
  10. Inovasi teknologi untuk perbaikan yang berkelanjutan, dan
  11. Peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan,

Bangunan Gedung Hijau harus memenuhi standar teknis sesuai dengan tahap penyelenggaraan yang meliputi pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran. BGH diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat untuk BGH milik negara/Pemerintah Daerah untuk BGH milik daerah, Pemilik BGH yang berbadan hokum atau perseorangan, Pengguna atau pengelola BGH yang berbadan hokum atau perseorangan, penyedia jasa yang kompeten di bidang bangunan gedung. Dalam penyelenggaraan, penyedia jasa melibatkan tenaga ahli Bangunan Gedung Hijau.

Standar Bangunan Gedung Hijau untuk Bangunan yang Sudah Ada

Penyelenggaraan BGH pada bangunan gedung yang sudah ada dan belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis serta pelaksanaan konstruksi BG dilakukan dengan mengikuti prinsip adaptasi dan penerapan adaptasi. Prinsip adaptasi pada bangunan gedung yang sudah ada terdiri dari :

  1. Pemenuhan kelaikan fungsi dan ketentuan bangunan gedung
  2. Pertimbangan biaya operasional pemanfaatan dan perhitungan tingkat pengembalian biaya yang diterima atas penghematan
  3. Pencapaian target kinerja yang terukur secara signifikan sebagai BGH

Penerapan adaptasi merupakan metode yang efektif digunakan untuk menerapkan prinsip adaptasi pada bangunan gedung yang sudah ada tetapi tidak mengalami perubahan atau penambahan fungsi dan tanpa penambahan bangunan baru, dan bangunan gedung yang sudah ada dengan perubahan atau penambahan fungsi yang dapat mengakibatkan penambahan bagian baru dan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan. Penerapan adaptasi BGH pada bangunan gedung dilakukan secara bertahap dan/atau parsial sesuai dengan standar teknis BGH melalui pengubahsuaian (retrofitting) dan ketentuan Pelestarian.

Hunian Hijau Masyarakat

Kumpulan rumah tinggal dapat menyelenggarakan BGH melalui mekanisme H2M yang diselenggarakan secara kolektif atas inisiatif masyarakat. Penyelenggaraan H2M dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan pendampingan dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota dengan memenuhi indicator kinerja.

Penyelenggaraan H2M terdiri dari penyusunan dokumen rencana kerja H2M, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran. Penyelenggaraan H2M dituangkan dalam dokumen penyusunan dokumen rencana kerja H2M pada awal kegiatan sebagai bagian dari rencana aksi implementasi BGH di kabupaten/kota.

Indicator kinerja H2M berupa :

  1. Pengurangan konsumsi energy rata-rata 25% (dua puluh lima persen)
  2. Pengurangan konsumsi air rata-rata 10% (sepuluh persen)
  3. Pengelolaan sampah secara mandiri
  4. Penggunaan material bangunan local dan ramah lingkungan
  5. Optimasi fungsi ruang terbuka hijau pekarangan

Indicator kinerja H2M dilaksanakan dengan metode dan teknologi yang mengutamakan kelaikan fungsi, keterjangkauan, dan kinerja terukur.

Sertifikat Bangunan Gedung Hijau

Sertifikasi BGH diberikan untuk tertib pembangunan dan mendorong penyelenggaraan Bangunan Gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien, aman, sehat, mudah, nyaman, ramah lingkungan, hemat energy dan air, dan sumber daya lainnya.

Sertifikat BGH diberikan berdasarkan kinerja BGH sesuai dengan peringkat seperti BGH Pratama, BGH Madya dan BGH Utama. Pemilik atau pengelola menyerahkan dokumen keluaran pada setiap tahap penyelenggaraan BGH kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota untuk mendapatkan sertifikat BGH sesuai dengan kriteria peringkat BGH. Proses verifikasi daftar simak penilaian kinerja BGH beserta dokumen pembuktiannya dilakukan oleh TPA, TPA akan menetapkan peringkat BGH berdasarkan hasil verifikasi penilaian kinerja.

Sertifikat BGH dapat berupa sertifikat perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi atau pemanfaatan. Sertifikat atau Plakat BGH tahap pelaksanaan konstruksi akan diberikan kepada pemilik atau pengelola Bangunan Gedung yang telah memiliki SLF dan memenuhi ketentuan Standar Teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan. Sedangkan sertifikat dan plakat BGH tahap pemanfaatan akan diberikan kepada pemilik atau pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF perpanjangan dan memenuhi ketentuan standar teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan.

Jika bangunan gedung yang sudah ada tetapi belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi BGH, sertifikat dan plakat BGH tahap pemanfaaatan diberikan kepada pemilik atau pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF dan memenuhi ketentuan standar teknis BGH sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan. Jangka waktu berlakunya sertifikat BGH yaitu untuk 5 (lima) tahun.

Penilaian Kinerja dan Insentif Bangunan Gedung Hijau

Terdapat 3 (tiga) macam penilaian kinerja pada Bagungan Gedung Hijau, diantaranya:

  • Penilaian kinerja BGH pada tahap perencanaan teknis meliputi kesesuaian pengelolaan tapak, efisiensi penggunaan energy, efisiensi penggunaan air, kualitas udara dalam ruang, penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan limbah dan pengelolaan sampah.
  • Penilaian kinerja BGH pada  tahap pelaksanaan meliputi ketentuan pada tahap perencanaan teknis terhadap bangunan gedung yang  telah di bangun
  • Penilaian kinerja BGH pada tahap pemanfaatan meliputi penyusunan SOP pemanfaatan BGH dan pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan.

Pemeliharaan kinerja BGH pada masa pemanfaatan dilakukan dengan membandingkan kinerja BGH pada tahap pemanfaatan dengan penetapan kinerja pelaksanaan konstruksi. Jika bangunan gedung yang sudah ada (existing) yang belum pernah memiliki sertifikat BGH pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi BGH, penilaian kinerja BGH pada tahap pemanfaatan yang meliputi penyusunan SOP pemanfaatan BGH, pelaksanaan SOP pemanfaatan BGH, dan kinerja BGH yang sudah ada pada masa pemanfaatan, penilaian kinerjanya ditetapkan berdasarkan ketentuan tentang pemenuhan standar teknis BGH.

Pemilik atau pengelola BGH dapat memperoleh insentif dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemberian insentif bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan BGH oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung. Pemberian insentif dapat berupa :

  • Keringanan retribusi PBG dan keringanan jasa pelayanan
  • Kompensasi berupa tambahan koefisien lantai bangunan
  • Dukungan teknis atau kepakaran antara lain berupa advis teknis dan bantuan jasa tenaga ahli BGH yang bersifat percontohan
  • Penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat, dan tanda penghargaan
  • Insentif lain berupa publikasi dan promosi

Pemberian insentif juga diberikan kepada masyarakat atau komunitas yang memiliki komitmen dalam pelaksanaan H2M, insentif dapat berupa :

  • Keringanan retribusi PBG
  • Dukungan sarana, prasarana dan peningkatan kualitas lingkungan
  • Dukungan teknis dan kepakaran antara lain berupa advis teknis atau pendampingan yang dilakukan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
  • Penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat atau tanda penghargaan
  • Insentif lain berupa publikasi atau promosi dalam rangka memperkenalkan praktik terbaik (best practices) penyelenggaraan BGH ke masyarakat luas, laman internet dan forum terkait dengan penyelenggaraan BGH

Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya, maupun kegiatan khusus. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Bangunan Gedung dengan tertib, baik secara administrative maupun secara teknis, agar terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Penyelenggaraan bangunan gedung sendiri merupakan kegiatan pembangunan yang meliputi perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran. Dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung, penyelenggara berkewajiban memenuhi standar teknis. Pemilik yang belum dapat memenuhi standar teknis bangunan gedung tetap harus memenuhi ketentuan tersebut secara bertahap.

Kegiatan pembangunan meliputi kegiatan perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi. Dalam kegiatan perencanaan teknis, penyedia jasa perencanaan bangunan gedung membuat dokumen rencana teknis untuk memperoleh PBG yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam kegiatan pelaksanaan konstruksi, penyedia jasa pelaksanaan konstruksi harus melaksanakan konstruksi sesuai dengan PBG yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Perencanaan teknis dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuan kerja dan dokumen ikatan kerja dan harus memenuhi standar teknis. Dalam hal BGFK, perencanaan teknis dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan BGFK yang memiliki kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan juka belum tersedia, perencanaan teknis dilaksanakan oleh penyedia jasa perencanaan yang melibatkan Tenaga Ahli Fungsi Khusus terkait bangunan gedung yang direncanakan.

Persetujuan Bangunan Gedung dilakukan untuk membangun bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung. PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan. Proses konsultasi perencanaan meliputi diantaranya pendaftaran, pemeriksaan pemenuhan standar teknis dan pernyataan pemenuhan standar teknis. Konsultasi perencanaan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap dokumen rencana teknis. Pemeriksaan dilakukan oleh TPA atau TPT.

Pelaksanaan konstruksi dimulai setelah pemohon memperoleh PBG. Dalam BGFK, pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi bidang bangunan gedung yang memiliki kompetensi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pemohon harus menyampaikan informasi jadwal dan tanggal mulai pelaksanaan konstruksi kepada Dinas Teknis melalui SIMBG. Jika pemohon tidak menyampaikan informasi maka diminta untuk klarifikasi. Dan jika tidak menyampaikan informasi dan juga klarifikasi, maka PBG dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan pemohon diminta untuk mengulangi pendaftaran.

Pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung. Pengawasan konstruksi bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara pelaksanaan konstruksi dengan PBG. Pengawasan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi dan bagi BGFK, pengawasan konstruksi melibatkan tim kementerian/lembaga yang memiliki kompetensi di bidang pengawasan pembangunan instalasi fungsi khusus.

Dinas teknis melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung setelah mendapatkan informasi. Inspeksi dilakukan sebagai bentuk pengawasan dari Pemerintah Daerah/Kota yang dapat menyatakan lanjut atau tidaknya pekerjaan konstruksi ke tahap berikutnya. Bagi BGFK, kementerian/lembaga terkait yang akan melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan konstruksi BGFK setelah mendapat informasi. Dalam pekerjaan rehabilitasi, renovasi dan restorasi, inspeksi dilakukan pada tahap sesuai pekerjaan yang dilaksanakan.

Dalam melaksanakan inspeksi, dinas teknis akan menugaskan Penilik. Dan pada saat inspeksi, penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi harus menyampaikan laporan pengawasan konstruksi kepada Penilik. Hasil inspeksi didasarkan pada hasil pengawasan kondisi lapangan dan laporan pengawasan konstruksi terhadap kesesuaian dengan PBG atau SMKK.

Jika ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan konstruksi dengan PBG atau ketentun SMKK, Penilik akan melapor pada Dinas teknis. Dalam hal Pemilik tidak melakukan penyesuaian konstruksi, maka Pemilik harus mengurus ulang PBG. Dalam hal penyeseuaian konstruksi atau pengurusan ulang PBG tidak dilakukan oleh Pemilik, Dinas Teknis dapat menghentikan pelaksanaan konstruksi hingga pengurusan ulang PBG selesai. Jika ketidaksesuaian pelaksanaan konstruksi dengan ketentuan SMKK tidak ditindaklanjuti oleh Pemilik, Dinas Teknis dapat menghentikan pelaksanaan konstruksi.

Dalam hal kumpulan bangunan gedung yang dibangun dalam satu kawasan dan memiliki rencana teknis yang sama, surat pernyataan kelaikan fungsi bangunan gedung akan dikeluarkan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi. SLF harus diperoleh oleh Pemilik sebelum bangunan gedung dapat dimanfaatkan. SFL yang dimaksud berupa dokumen SLF, lampiran dokumen SLF dan label SLF.

Surat kepemilikan bangunan gedung terdiri dari

  • SBKBG, dokumen SBKBG meliputi informasi mengenai kepemilikan atas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung, alamat bangunan gedung, status hak atas tanah, nomor PBG dan nomor SLF atau perpanjangan SLF
  • sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun
  • sertifikat hak milik satuan rumah susun.

Pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. Pemanfaatan gedung harus dilaksanakan oleh Pemilik atau Pengguna sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya. Pemilik atau pengguna harus melaksanakan pemeliharaan dan perawatan agar bangunan gedung tetap laik fungsinya.

Pemilik atau pengguna bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan gedung yang terjadi akibat pemanfaatan yang tidak sesuai dengan fungsi dan klasifikasi yang ditetapkan dalam PBG dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan manual pengoperasian, pemeliharaan, dan perawatan bangunan gedung. Pemilik dapat mengikuti program pertanggungan terhadap kemungkinan kegagalan bangunan gedung selama pemanfaatan bangunan gedung.

Pemeriksaan berkala bangunan gedung dilakukan oleh Pemilik atau pengguna untuk mengetahui kelaikan fungsi seluruh atau sebagian bangunan gedung. Pemeriksaan berkala dapat dilakukan pada komponen, peralatan, dan sarana atau prasarana bangunan gedung. Pemilik atau pengguna dapat menggunakan penyedia jasa pengkajian teknis untuk melakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaaan berkala dilakukan sesuai dengan periode yang ditentukan oleh standar teknis untuk setiap jenis elemen bangunan gedung atau paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali.

Pekerjaan perawatan meliputi diantaranya rehabilitasi, renovasi dan restorasi. Pekerjaan pemeliharaan bangunan gedung meliputi diantaranya pembersihan, perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung. Pekerjaan pemeliharaan dilakukan berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung. Hasil dari pemeliharaan dituangkan dalam bentuk laporan.

Perpanjangan SLF didahului dengan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan. SLF diperpanjang dalam jangka waktu tertentu seperti 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan gedung. Kelaikan fungsi mempertimbangkan kesesuaian kondisi lapangan dan gambar bangunan gedung terbangun (as built drawings) terhadap SLF terakhir serta standar teknis. Hasil pemeriksaan kelaikan fungsi terdiri dari surat pernyataan kelaikan fungsi dan surat rekomendasi seperti rekomendasi perbaikan tanpa pembaruan PBG, rekomendasi pembaruan PBG tanpa perbaikan dan rekomendasi pembaruan PBG dengan perbaikan.

Penatausahaan SBKBG dilaksanakan dalamhal sebagian atau seluruh isi SBKBG sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada. Penatausahaan SBKBG dilakukan apabila terjadi peralihan hak SBKBG, pembebanan hak SBKBG, penggantian SBKBG, perubahan SBKBG, penghapusan SBKBG dan perpanjangan SBKBG.

Pembongkaran bangunan gedung harus dilaksanakan secara tertib dan mempertimbangkan keamanan, keselamatan masyarakat, dan lingkungannya. Pembongkaran melalui penetapan perintah pembongkaran atau persetujuan pembongkaran oleh dinas teknis. Penetapan pembongkaran dilakukan apabila :

  • bangunan gedung tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi
  • pemanfaatan bangunan gedung menimbulkan bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya
  • pemiliki tidak menindaklanjuti hasil inspeksi dengan melakukan penyesuaian dan/atau memberikan justifikasi teknis pada masa pelaksanaan konstruksi bangunan gedung

persetujuan pembongkaran dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui tahap pengajuan pembongkaran, konsultasi pembongkaran dan penerbitan surat persetujuan pembongkaran. Pelaksanaan pembongkaran dimulai setelah Pemilik memperoleh surat persetujuan.

Perencanaan Kehutanan

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata agar kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, social budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekara maupun yang akan datang.

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Adapun perencanaan kehutanan yang merupakan proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan seperti inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan. Kegiatan tersebut didukung peta kehutanan dan data numerik.

Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap. inventarisasi hutan dilaksanakan terhadap hutan negara, hutan adat dan hutan hak. Inventarisasi hutan terdiri atas:

  1. Inventarisasi Hutan tingkat nasional, mencakup areal Hutan di seluruh Indonesia
  2. Inventarisasi Hutan tingkat provinsi, mencakup areal Hutan di provinsi
  3. Inventarisasi Hutan tingkat DAS, mencakup areal Hutan pada DAS
  4. Inventarisasi Hutan tingkat Unit Pengelolaan Hutan, mencakup areal Hutan pada Unit Pengelolaan Hutan

Inventarisasi hutan tingkat nasional mengacu pada kriteria dan standar yang tertuang dalam pedoman inventarisasi hutan yang ditetapkan oleh Menteri. Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat nasional dilakukan diseluruh wilayah Indonesia untuk memperoleh data dan informasi. Inventarisasi hutan tingkat nasional dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan menjadi acuan pelaksanaan inventarisasi pada tingkat yang lebih rendah.

Gubernur menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat wilayah provinsi dengan mengacu pada pedoman penyelenggaraan inventarisasi hutan. Penyelenggaraan inventarisasi hutan tingkat wilayah provinsi dilakukan dengan melaksanakan inventarisasi hutan di seluruh wilayah provinsi untuk memperoleh data dan informasi. Jika hasil inventarisasi hutan tingkat nasional belum tersedia, maka gubernur dapat menyelenggarakan inventarisasi hutan untuk mengetahui potensi sumber daya hutan terbaru yang ada di wilayahnya.

Inventarisasi hutan tingkat daerah aliran sungai (DAS) diselenggarakan oleh :

  • Menteri pada DAS yang wilayahnya meliputi lintas provinsi
  • Gubernur pada DAS yang wilayahnya di dalam provinsi

Inventarisasi hutan tingkat DAS dimaksudkan sebagai penyusunan rencana pengelolaan DAS yang bersangkutan. Inventarisasi hutang tingkat DAS dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman inventarisasi hutan dan hasil inventarisasi hutan tingkat nasional dan tingkat provinsi.

Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan dimaksudkan sebagai bahan dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan pada unit pengelolaan hutan yang bersangkutan. Gubernur menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan dan dilaksanakan oleh KPH. Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan dilaksanakan oleh pengelola dengan mengacu pada pedoman penyelenggaraan inventarisasi hutan. Inventarisas hutan untuk menyusun rencana kegiatan tahunan pada blok operasional dilaksanakan setiap tahun dan hasil inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan dikompilasi secara nasional melalui suatu system informasi kehutanan.

Pengendalian inventarisasi hutan meliputi kegiatan seperti monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring merupakan kegiatan untuk memperoleh data dan informasi pelaksanaan inventarisasi hutan, dan kegiatan evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai pelaksanaan inventarisasi hutan secara periodic sesuai dengan tingkat inventarisasi. Hasil inventarisasi hutan akan dikelola dalam system informasi kehutanan yang memuat informasi spasial dan tabular serta informasi lainnya.

Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk memberikan kepastian hokum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. Hutan berdasarkan statusnya terdiri atas Hutan Negara, Hutan Adat, dan Hutan Hak. Dan kawasan hutan terdiri dari Hutan Negara dan Hutan Adat.

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan, menteri menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Pengukuhan kawasan hutan dilalukan melalui tahapan proses :

  • Penunjukan kawasan hutan
  • Penataan batas kawasan hutan
  • Pemetaan kawasan hutan
  • Penetapan kawasan hutan

Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan :

  • Memanfaatkan koordinat geografis atau satelit dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh pada seluruh tahapan pengukuhan kawasan hutan
  • Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat dilakukan pada seluruh tahapan pengukuhan kawasan hutan
  • Pemancangan batas sementara yang lebih rapat dan/atau membuat lorong batas dan parit, pada wilayah yang berdekatan dengan permukiman padat penduduk dan berpotensi tinggi terjadi perambahan terhadap kawasan hutan
  • Mengumumkan rencana batas kawasan hutan yang tertuang pada peta penunjukan kawasan hutan secara digital,  terutama pada lokasi-lokasi yang berbatasan dengan tanah hak

Menteri memprioritaskan percepatan pengukuhan kawasan hutan pada daerah strategis yang meliputi :

  • Program strategis nasional
  • Kegiatan pemulihan ekonomi nasional
  • Kegiatan pengadaan ketahanan pangan (food estate) dan energy
  • Pengadaan tanah obyek reforma agrarian
  • Hutan adat
  • Kegiatan rehabilitasi kawasan hutan pada DAS yang memberikan perlindungan
  • Pada wilayah yang berdekatan dengan permukiman padat penduduk dan berpotensi tinggi terjadi perambahan kawasan hutan

Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hutan, menteri menyelenggarakan Penatagunaan Kawasan Hutan yang memiliki kegiatan seperti penetapan fungsi kawasan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Kawasan hutan ditetapkan fungsinya menjadi :

  • Hutan konservasi
  • Hutan lindung
  • Hutan produksi

Kawasan hutan ditetapkan fungsinya menjadi :

  • Taman buru
  • Hutan lindung
  • Hutan produksi tetap
  • Hutan produksi yang dapat dikonversi

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaanhutan yang efisien dan lestari. Pembentukan dilaksanakan untuk tingkat provinsi dan unit pengelolaan hutan. Pembentukan unit pengelolaan hutan dilakukan pada seluruh kawasan hutan seperti hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Unit pengelolaan hutan terdiri atas KPH Konservasi pada Hutan Konservasi, KPH Lindung pada Hutan Lindung dan KPH Produksi pada Hutan Produksi.

Penyusunan rencana kehutanan terdiri atas jenis rencana kehutanan, tata cara penyusunan rencana kehutanan, proses perencanaan, koordinasi dan penilaian, system perencanaan kehutanan, dan evaluasi pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan. Jenis rencana kehutanan disusun menurut skala geografis, fungsi pokok kawasan hutan dan jangka waktu perencanaan.

Skala geografis meliputi tingkat nasional dan tingkat provinsi. Tingkal nasional disusun dengan mengacu pada hasil inventarisasi hutan tingkat nasional dan dengan memperhatikan aspek lingkungan strategis. Sedangkan tingkat provinsi disusun berdasarkan hasil inventarisasi hutan tingkat provinsi dan memperhatikan rencana kehutanan tingkat nasional.

Fungsi pokok kawasan hutan meliputi hutan konservasi, hutan produksi dan hutan lindung. Penyusunan rencana pengelolaan hutan berdasarkan fungsi pokok kawasan hutan meliputi penyusunan rencana unit KPH konservasi, penyusunan rencana unit KPH lindung, dan penyusunan rencana unit KPH produksi.

Jangka waktu perencanaan meliputi rencana jangka panjang dan rencana jangka pencek. Penyusunan rencana kehutanan pada setiap tingkatan meliputi seluruh fungsi pokok kawasan hutan dan jangka waktu perencanaan. Rencana kehutanan meliputi kegiatan seperti Perencanaan Kehutanan, Pengelolaan Hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan.

Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutganan bertujuan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan dari rencana yang telah ditetapkan. Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan pada tingkat nasional dilaksanakan oleh Menteri, pada tingkat provinsi dilaksanakan oleh Gubernur, pada KPH konservasi dilaksanakan oleh Menteri dan KPH lindung dan KPH produksi yang dilaksanakan oleh Gubernur.

Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air

Perlindungan dan pengelolaan mutu air adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk menjaga mutu air. Perlindungan dan pengelolaan mutu air dilakukan terhadap air yang berada di dalam badan air. Sungai, anak sungai, danau dan juga rawa merupakan contoh dari badan air permukaan. Penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan mutu air meliputi diantaranya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan.

Perencanaan

Perencanaan perlindungan dan pengelolaan mutu air diselenggarakan dengan pendekatan DAS, CAT dan ekosistemnya. DAS merupakan daerah aliran sungai yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan, CAT merupakan cekungan air tanah yang dibatasi oleh hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. Perencanaan perlingungan dan pengelolaan mutu air dilaksanakan melalui :

  • Inventarisasi badan air
  • Penyusunan dan penetapan baku mutu air
  • Perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemar air
  • Penyusunan dan penetapan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air

Rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air menjadi bagian dari rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air dan penyusunan tata ruang melalui kajian lingkungan hidup strategis.

Pemanfaatan

Pemanfaatan air pada badan air dilakukan berdasarkan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air. Pemanfaatan air dapat dilakukan pada seluruh badan air sesuai dengan baku mutu air ayau mutu air sasaran. Badan air dapat dimanfaatkan sebagai penerima air limbah bagi usaha atau kegiatan dengan tidak melampaui baku mutu air atau mutu air sasaran.

Pengendalian

Pengendalian pencemaran air dilaksanakan sesuai dengan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air. Pengendalian pencemaran air dapat berupa :

  • Pencegahan pencemaran air
  • Penanggulangan pencemaran air
  • Pemulihan mutu air

Pencegahan pencemaran air dilakukan pada sumber pencemar nirtitik dan titik. Pencegahan pencemaran air dilakukan melalui :

  • Penyediaan sarana dan prasarana
  • Pelaksanaan pengurangan, penggunaan kembali, pendaur ulang, perolehan kembali manfaat dan pengisian kembali air limbah
  • Penetapan baku mutu air limbag
  • Persetujuan teknis untuk pemenuhan baku mutu air limbah
  • Penyediaan personel yang kompeten dalam pengendalian pencemaran air
  • Internalisasi biaya perlindungan dan pengelolaan mutu air
  • Penerapan system perdagangan alokasi beban pencemar air

Penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran air wajib melakukan penanggulangan pencemaran air dengan cara memberikan informasi peringatan pencemaran air pada masyarakat, pengisolasian pencemaran air, penghentian sumber pencemaran air dan/atau cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran air wajib melakukan pemulihan mutu air dengan cara pembersihan unsur pencemar air, remediasi, rehabilitasi, restorasi dan lainnya.

Pemeliharaan

Pemeliharaan mutu air diselenggarakan berdasarkan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air. Pemeliharaan mutu air dilakukan pada badan air kelas satu, badan air yang berada di kawasan lindung, mata air, air tanah dan danau tertutup. Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya akan melakukan pemeliaraan mutu air melalui upaya konservasi badan air dan ekosistemnya, pencadangan badan air dan ekosistemnya dan pengendalian perubahan iklim.

Adapun hak, kewajiban dan larangan bagi setiap orang dalam perlindungan dan pengelolaan mutu air. Setiap orang berhak untuk :

  • Mendapatkan informasi tentang rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota
  • Mendapatkan pendidikan tentang sumber pencemar, bahaya pencemaran air dan upaya perlindungan dan pengelolaan mutu air
  • Berpartisipasi dalam memantau mutu air
  • Berpartisipasi dalam menjaga dan meningkatkan mutu air
  • Menyampaikan pengaduan dan mengajukan keberatan atas pencemaran air yang terjadi di lingkungannya
  • Mendapatkan perlindungan hokum dalam rangka memperjuangkan perlindungan dan pengelolaan mutu air sebagai suatu upaya perjuangan atas hak lingkungan hidup yang baik dan sehat

Setiap orang juga berkewajiban untuk :

  • Memelihara dan menjaga kelestarian dan fungsi air
  • Melakukan pencegahan pencemaran air
  • Ikut berpartisipasi dalam penanggulangan pencemaran air dan pemulihan mutu air

Setiap orang dilarang untuk :

  • Memasukan air limbah ke air tanah, mata air dan danau tertutuo
  • Memasukan sampah, limbah padat, limbah lumpur B3 dan limbah B3 ke badan air
  • Merusak kondisi fisik dan fungsi badan air
  • Melakukan perbuatan yang menimbulkan pencemaran air
  • Melepaskan jenis asing invasive, produk rekayasa genetic ke badan air yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi atau memberikan keterangan tidak benar

Masyarakat berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan mutu air. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi terbentuknya kemitraan antara masyarakat dengan badan usaha, dalam melakukan pengurangan pencemar air.

Pengawasan dan Pembinaan Penataan Ruang

Pengawasan Penataan Ruang

Pengawasan penataan ruang diselenggarakan untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, menjamin terlaksananya penegakan hokum bidang penataan ruang dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang.

Pengawasan penataan ruang terdiri atas kegiatan pemantauan kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan penataan ruang secara langsung atau tidak langsung dan berdasarkan informasi dari masyarakat, evaluasi kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan penataan ruang secara teruktur dan objektif, dan pelaporan kegiatan penyampaian hasil evaluasi.

Pengawasan penataan ruang dilakukan terhadap kinerja :

  1. Pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang dan pelaksanaan penataan ruang
  2. Fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang
  3. Pemenuhan standar pelayanan bidang penataan ruang dan standar teknis penataan ruang kawasan

Pengawasan penataan ruang laut dilakukan terhadap pemanfaatan ruang laut.

Standar pelayanan bidang penataan ruang meliputi aspek perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pada aspek perencanaan tata ruang, paling sedikit mencakup konsultasi public dalam penyusunan RTR dan proses persetujuan. Pada aspek pemanfaatan ruang, paling sedikit mencakup penyediaan dan penyebarluasan informasi RTR, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan pemenuhan ruang terbuka hijau public. Dalam aspek pengendalian pemanfaatan ruang paling sedikit mencakup tentang pengaduan pelanggaran pemanfaatan ruang.

Standar teknis penataan ruang kawasan merupakan ketentuan teknis yang menunjukkan perwujudan kinerja fungsi suatu kawasan yang sesuai peruntukan. Kinerja fungsi suatu kawasan merupakan kondisi yang diinginkan atau dituju dalam pengembangan kawasan.

Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan penataan ruang terhadap kinerja yang dilakukan oleh Gubernur. Gubernur akan melakukan pengawasan penataan ruang terhadap kinerja yang dilakukan oleh Bupati/Wali kota. Dalam hal gubernur tidak melakukan pengawasan penataan ruang, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil alih pengawasan penataan ruang yang tidak dilakukan oleh Gubernur. Terhadap Gubernur yang tidak melakukan pengawasan penataan ruang, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika terdapat kondisi khusus dari hasil pengawasan penataan ruang atau laporan. Masyarakat yang bersifat mendesak untuk ditindaklanjuti, dilakukan pengawasan khusus penataan ruang. pengawasan khusus yang dimaksud meliputi kegiatan diantaranya :

  1. Merekonstruksi terjadinya kondisi khusus
  2. Menganalisis dampak dan prediksi
  3. Merumuskan alternative penyelesaian kondisi khusus

Pengawasan penataan ruang akan menghasilkan laporan yang memuat diantaranya :

  1. Kinerja penyelenggaraan penataan ruang bernilai baik
  2. Kinerja penyelenggaraan penataan ruang bernilai sedang
  3. Kinerja penyelenggaraan penataan ruang bernilai buruk

Untuk penilaian kinerja yang bernilai baik dapat diberikan pengharagaan dan yang bernilai sedang dan buruk dapat diberikan dukungan peningkatan kinerja penyelenggaraan penataan ruang dan pembinaan penataan ruang.

Pembinaan Penataan Ruang

Pembinaan penataan ruang diselenggarakan melalui peningkatan kualitas dan efektifitas penyelenggaraan penataan ruang dan peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Pembinaan penataan ruang diselenggarakan secara sinergis oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Bentuk pembinaan penataan ruang meliputi diantaranya :

  • Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang

Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang merupakan upaya untuk meningkatkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dilakukan melalui koordinasi dalam satu wilayah administrasi, koordinasi daerah dan koordinasi antartingkatan pemerintahan.

  • Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang

Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang merupakan upaya penyampaian secara interaktif substansi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang. sosialisasi dilaksanakan melalui tatap muka, media elektronik, media cetak dan media lainnya.

  • Pemberian bimbingan, supervise dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang

Pemberian bimbingan, supervise dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang merupakan upayah untuk mendampingi, mengawasi dan memberikan penjelasan kepada pemangku kepentingan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

  • Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan penataan ruang. pendidikan dan pelatihan dilaksanakan melalui :

  • Penyusunan program pendidikan dan pelatihan bidang penataan ruang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan yang menjadi sasaran pembinaan
  • Penyelenggaraan dan fasilitasi kerja sama pendidikan dan pelatihan bidang penataan ruang
  • Penerapan system sertifikasi dalam penyelenggaraan dan fasilitasi pendidikan dan pelatihan dalam bidang penataan ruang
  • Evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan bidang penataan ruang
  • Penelitian, kajian dan pengembangan

Penelitian, kajian dan pengembangan merupakan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam bidang penataan ruang. Hasil penelitian, kajian dan pengembangan dimanfaatkan dalam oerumusan kebujakan dan strategi, norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang penataan ruang, serta pemanfaatan lain yang relavan.

  • Pengembangan system informasi dan komunikasi penataan ruang

Pengembangan system informasi dan komunikasi penataan ruang merupakan upaya untuk mengembangkan system informasi dan komunikasi penataan ruang yang berkualitas, mutakhir, efisien dan terpadu. Pengembangan system informasi dan komunikasi penataan ruang dilaksanakan melalui penyediaan basis data dan informasi bidang penataan ruang dengan mengembangkan jaringan system elektronik.

  • Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat

Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat merupakan upaya untuk mempublikasi berbagai aspek dalam penataanruang. Penyebarluasan informasi dilaksanakan melalui media elektronik dan media cetak yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

  • Peningkatan pemahaman dan tanggung jawab masyarakat

Peningkatan pemahaman dan tanggung jawab masyarakat merupakan upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan pemahaman dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang, yang dilaksanakan melalui :

  • Penyuluhan bidang penataan ruang
  • Pemberian ceramah, diskusi umum, sayembara dan debat public
  • Pembentukan kelompok masyarakat peduli tata ruang
  • Penyediaan unit pengaduan
  • Penyediaan media informasi
  1. Pengembangan profesi perencana tata ruang

Pengembangan profesi perencanaan tata ruang dilakukan untuk mendukung peningkatan kualitas dan efektivitas penyelenggaraan penataan ruang serta peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. pengembangan profesi dilakukan oleh Menteri melalui :

  • Pembinaan jabatan fungsional bidang penataan ruang bagi aparatur sipil negara
  • Pengembangan tenaga professional perencana tata ruang

Pembinaan jabatan fungsional dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengembangan tenaga professional perencana tata ruang dilakukan melalui pendidikan profesi, pengembangan keprofesian berkelanjutan, sertifikasi kompetensi ahli bidang penataan ruang dan pemberian lisensi perencanaan tata ruang.

Dalam rangka Penyelenggaraan Penataan Ruang secara partisipasi, Menteri dapat membentuk forum penataan ruang. Forum tersebut bertugas untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan penataan ruang. Menteri dapat mendelegasikan pembentukan forum penataan ruang di daerah kepada gubernur, bupati dan walikota.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Pengendalian yang dimaksud dilaksanakan untuk mendorong setiap orang agar menaati RTR yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR dan mematuhi ketetntuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Adapun pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui :

  1. Penilaian
  2. Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan pernyataan mendiri pelaku UMK
  3. Penilaian perwujudan RTR
  4. Pemberian insentif dan disensentif
  5. Pengenaan sanksi
  6. Penyelesaian sengketa penataan ruang

Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan pemenuhan prosedur perolehan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Penilaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK dilaksanakan untuk memastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK.

Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan pada periode :

  1. Selama pembangunan, penilaian pada periode selama pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
  2. Pasca pembangunan, penilaian pada periode pasca pembangunan dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan dokumen kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Dalam hal hasil penilaian ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang tertuang dalam dokumen kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pelaku kegiatan pemanfaatan ruang diharuskan melakukan penyesuaian. Jika hasil penilaian pernyataan mandiri ditemukan ketidaksesuaian pernyataan mandiri yang dibuat oleh UMK, dilakukan pembinaan oleh kementerian/lembaga dan perangkat daerah. Hasil penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang pada periode selama pembangunan dan pasca pembangunan dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.

Penilaian pemenuhan prosedur perolehan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang diterbitkan atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, maka akan batal demi hokum.

Penilaian perwujudan rencana tata ruang dilakukan dengan perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Penilaian yang dimaksud dilakukan dengan penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang dan penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang. Penilaian perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang dilakukan terhadap :

  • Kesesuaian program
  • Kesesuaian lokasi
  • Kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang

Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang, berisikan diantaranya :

  • Muatan rencana struktur ruang yang terwujud
  • Muatan rencana struktur ruang yang belum terwujud
  • Pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan muatan rencana struktur ruang

Dan hasil penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang, berisikan diantaranya :

  • Muatan rencana pola ruang yang terwujud
  • Muatan rencana pola ruang yang belum terwujud
  • Pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai denganmuatan rencana pola struktur

Terhadap hasil penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan hasil penilaian perwujudan RTR, dilakukan pengendalian implikasi kewilayahan untuk terwujudnya keseimbangan pengembangan wilayah sebagaimana tertuang dalam RTR. Pengendalian implikasi kewilayahan, dilaksanakan dengan membatasi konsentrasi pemanfaatan ruang tertentu pada wilayah tertentu yang tidak sesuai dengan scenario perwujudan RTR dan dominasi kegiatan pemanfaatan ruang tertentu. Pengendalian implikasi kewilayahan dilakukan pada zona kendali dan zona yang didorong.

Untuk mendukung perwujudan RTR, pelaku kegiatan diberikan insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan RTR, memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan RTR, dan meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan RTR. Insentif dapat berupa insentif fiscal dan nonfiskal, dan disensentif juga berupa disensentif fiscal dan disensentif nonfiskal.

Setiap Orang atau Pelaku yang tidak menaati RT yang telah ditetapkan dan mengakibatkan perubahan fungsi, akan dikenakan sanksi administrasi. Pemeriksaan perubahan fungsi akan dilakukan melalui audit tata ruang. Dalam hal terdapat perubahan fungsi ruang laut, pemeriksaan fungsi ruang laut dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Audit tata ruang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten. Hasil audit tata ruang ditetapkan dengan :

  1. Keputusan Menteri untuk hasil audit tata ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat
  2. Keputusan Gubernur untuk hasil audit tata ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
  3. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk hasil audit tata ruang yang dilakukan oleh Pemerintah daerah Kabupaten/Kota

Sanksi administrasi juga dikenakan kepada orang yang tidak mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang dalam RTR. Sanksi tersebut dapat dikenakan langsung tanpa melalui proses audit Tata Ruang.

Selain kedua perbuatan diatas, sanksi administrasi juga dapat dikenakan kepada setiap orang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Dalam hal pemanfaatan ruang laut, sanksi administrative dikenakan terhadap :

  1. Penggunaan dokumen persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut atau konfirmasi kesesuaian ruang laut yang tidak sah
  2. Tindakan tidak melaporkan pendirian dan/atau penempatan bangunan dan instalasi di laut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
  3. Tindakan tidak menyampaikan laporan tertulis secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
  4. Pelaksanaan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai dengan RTR, RZ KAW dan RZ KSNT
  5. Pelaksanaan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut yang mengganggu ruang kehidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional dan pembudidaya ikan kecil

Pengenaan sanksi administrative dilakukan berdasarkan hasil penilaian pelaksanaan ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatanruang, hasil pengawasan penataan ruang, hasil audit tata ruang, dan pengaduan pelanggaran pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi tersebut bisa berupa peringatan tertulis, denda administrative, penghentian sementara kegiatan, pengehentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan, pembatalan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang.

Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan RTR melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang.

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang terdiri atas :

  • Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha
  • Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha
  • Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategi nasional

Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan oleh menteri. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi berlaku sampai dengan berakhirnya perizinan berusaha dan nonberusaha lainnya.Jika perizinan berusaha dan nonberusaha belum diterbitkan, maka kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang di Perairan Pesisir, wilayah perairan dan wilayah yuridiksi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkan oleh menteri.

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha

Pelaksanaan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha diperoleh melalui system OSS. Setelah memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, Pelaku usaha dapat mengajukan permohonan perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku usaha dapat melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang setelah memperoleh perizinan berusaha. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha meliputi diantaranya kegiatan berusaha untuk non-UMK dan kegiatan berusaha untuk UMK.

Kegiatan berusaha untuk non-UMK, dilakukan melalui :

  1. Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
  2. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan :

  • rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
  • rencana tata ruang wilayah provinsi
  • RTR KSN
  • RZ KSNT
  • RZ KAW
  • RTR pulau/kepulauan dan/atau
  • Rencana tata ruang wilayah nasional

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha diberikan dalam hal belum tersedianya RDTR di lokasi rencana kegiatan pemanfaatan ruang, sedangkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan berusaha diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di Perairan pesisir, wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.

Persetujuan kesesuaiain kegiatan pemanfaatan ruang laut tidak dapat diberikan di zona inti kawasan konservasi di laut, tetapi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dapat diberikan si wilayah masyarakat hokum adat setelah mendapat persetujuan masyarakat hokum adat. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut di kawasan konservasi di laut tidak diberikan di dalam maupun luar zona inti untuk kegiatan pertambangan terbuka, dumping, dan reklamasi.

Jangka waktu penerbitan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut paling lama 20 (dua puluh) hari dihitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Nonberusaha

Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan nonberusaha diperoleh melalui system elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya. Setelah memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan nonberusaha, pemohon melakukan kegiatan pemanfaatan ruang setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kegiatan nonberusaha dilakukan melalui :

  • Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
  • Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang

Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan nonberusaha diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR.

Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk nonberusaha di Perairan Pesisir, wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi dilakukan melalui :

  • Konfirmasi kesesuaian ruang laut
  • Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut

Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang paling sedikit memuat diantaranya lokasi kegiatan, jenis kegiatan pemanfaatan ruang, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketentuan tata bangunan dan persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan nonberusaha diberikan dalam hal belum tersedianya RDTR di lokasi rencana kegiatan pemanfaatan ruang. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan nonberusaha diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di Perairan Pesisir, wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan nonberusaha diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang wilayah provinsi, RTR KSN, RZ KSNT, RZ KAW, RTR pulau/kepulauan dan rencana tata ruang wilayah nasional. Dan persetujuan diberikan dengan memperhatikan pertimbangan teknis pertanahan.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang paling sedikit memuat diantaranya yaitu lokasi kegiatan, jenis peruntukan pemanfaatan ruang, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, indikasi program pemanfaatan ruang dan persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut kegiatan nonberusaha diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, rencana tata ruang wilayah provinsi, RTR KSN, RZ KSNT, RZ KAW, RTR pulau/kepulauan dan rencana tata ruang wilayah nasional.

Persetujuan kesesuian kegiatan pemanfaatan ruang lat tidak dapat diberikan di zona inti kawasan konservasi laut dan dapat diberikan setelah mendapatkan persetujuan masyarakat hokum adat. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut di kawasan konservasi di laut tidak diberikan di dalam maupun di luar zona inti untuk kegiatan pertambangan terbuka, dumping dan reklamasi.

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Yang Bersifat Strategis Nasional

Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang bersifat nasional diberikan untun :

  1. Rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang termuat dalam RTR, RZ KAW, atau RZ KSNT
  2. Rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang belum termuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT

Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang termuat dalam RTR, RZ KAW atau RZ KSNT dilakukan melalui :

  1. Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
  2. Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang

Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang belum termuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT dilakukan melalui rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Rencana kegiatan pemanfaatan ruang dapat juga berupa :

  1. Rencana kegiatan pemanfaatan ruang di atas tanah Bank Tanah
  2. Rencana kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan atau di atas tanah yang akan diberikan hak pengelolaan untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional

Rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional diberikan dengan mempertimbangkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Setelah memperoleh rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional, pemohon dapat melakukan kegiatan pemanfaatan ruang.

Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang

Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dilakukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, RTR pula/kepulauan, RTR KSN, RZ KAW, dan RZ KSNT. Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang dilakukan dengan menyelaraskan indikasi program utama dengan program sectoral dan kewilayahan dalam dokumen rencana pembangunan secara terpadu.

Sinkronisasi program pemanfaatan ruang menghasilkan dokumen :

  1. Sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang janka menengah 5 (lima) tahunan
  2. Sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang jangka pendek 1 (satu) tahunan

Dokumen sinkronisasi program pemanfaatan ruang menjadi masukan untuk penyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan peninjauan kembali dalam rangka RTR.

Perencanaan Tata Ruang

Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yag mengubah sebagian muatan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sector, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang, pemaduserasian antara kehidupan manusia dengan lingkungan, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta penciptaan kondisi peraturan perundang-undangan bidang Penataan Ruang yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Untuk mewujudkan pengaturan mengenai Penyelenggaraan Penataan Ruang yang lebih komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang memuat diantaranya :

  1. Perencanaan Tata Ruang yang mengatur ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang
  2. Pemanfaatan Ruang yang mengatur ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang
  3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang, yang mengatur penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, penilaian perwujudan RTR, pemberian insentif dan disinsentif pengenaan sanksi, dan penyelesaian sengketa Penataan Ruang
  4. Pengawasan Penataan Ruang, yang meliputi pemantauan evaluasi dan pelaporan, yang merupakan upaya untuk menjaga kesesuaian Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun Masyarakat
  5. Pembinaan Penataan Ruang yang mengatur tentang bentuk dan tata cara Pembinaan Penataan Ruang yang diselenggarakan secara sinergis oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Pembinaan Penataan Ruang mencakup juga pengaturan mengenai pengembangan profesi perencanaan tata ruang untuk mendukung peningkatan kualitas dan efektivitas Penyelenggaraan Penataan Ruang
  6. Kelembagaan Penataan Ruang yang mengatur mengenai bentuk, tugas, keanggotaan dan tata kerja Forum Penataan Ruang

Perencanaa Tata Ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Perencanaan Tata Ruang meliputi penyusunan dan penetapan RTR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan RTR dilakukan melalui tahapan diantaranya :

  1. Persiapan penyusunan RTR
  2. Pengumpulan data
  3. Pengolahan dan analisis data
  4. Perumusan konsepsi RTR, dan
  5. Penyusunan rancangan peraturan tentang RTR

RTR sebagai hasil dari Perencanaan Tata Ruang merupakan acuan bagi penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pemanfaatan ruang untuk seluruh kegiatan pembangunan sectoral dan pengembangan wilayah dan kawasan yang memerlukan ruang, dan penerbitan perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut serta pemberian hak atas tanah dan hak pengelolaan.

  • Penyusunan rencana umum tata ruang meliputi:
  1. Penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional, mencakup ruamg darat, ruang udara dan ruang laut yang meliputi wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi
  2. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, mencakup muatan pengaturan Perairan Pesisir yang dirumuskan berdasarkan materi teknis yang disusun oleh perangkat daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan
  3. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
  4. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota
  • Penyusunan rencana rinci tata ruang meliputi:
  1. Penyusunan Rencana Tata Ruang pulau/kepulauan,
  2. Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
  3. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah
  4. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu
  5. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara
  6. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota

Penetapan rencana umum tata ruang diantaranya yaitu penetapan rencana tata ruang wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota. Sedangkan penetapan rencana rinci tata ruang meliputi penetapan rencana rinci tata ruang dan rencana zonasi ruang laut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang kabupaten kota

Peninjauan Kembali RTR meliputi peninjauan kembali terhadap rencana umum tata ruang dan peninjauan kembali terhadap rencana rinci tata ruang. Peninjauan kembali RTR dilakukan sebanyak 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa :

  1. Bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
  2. Perubahan batas territorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang
  3. Perubahan batas daerah yang ditetapkan dengan undang-undang
  4. Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis

Dalam rangka pelaksanaan peninjauan kembali RTR yang penyusunannya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah menyampaikan permohonan peninjauan kembali RTR kepada Menteri. Menteri akan memberikan rekomendasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan berupa:

  • RTR yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya
  • RTR yang ada perlu direvisi

Jika terjadi ketidaksesuaian antara RTR dengan batas daerah, RTR dengan kawasan hutan dan rencana tata ruang wilayah provinsi dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten kota, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang koordinasi perekonomian dapat merekomendasikan kepada Menteri agar dilakukan peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Revisi RTR sebagai tindak lanjut dari peninjauan kembali menggunakan prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Revisi RTR dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki Orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika revisi RTR mengubah fungsi ruang, perubahan fungsi ruang tidak serta merta mengakibatkan perubahan pemilikan dan penguasaan tanah. Perubahan pemilikan dan penguasaan tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan.

Cara mengurus izin Persetujuan Bangunan Gedung

Jika dulu dalam membangun maupun mengubah bentuk suatu bangunan, pemilik bangunan Gedung harus mengantongi surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terlebih dahulu. Namun, sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, kini Izin Mendirikan Bangunan (IMB) resmi tidak diberlakukan dan digantikan oleh Persetujuan Bangunan Gedung (PGB).

Dengan diterbitkannya Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, Pemerintah memperkenalkan prosedur perizinan pembangunan Gedung melalui Peraturan turunan yaitu Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 yang dijadikan sebagai dasar hukum terbitnya Persetujuan Bangunan Gedung (PGB).

Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, yang dimaksud dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis bangunan.

Adapun fungsi dari bangunan Gedung yang terdiri dari 5 jenis diantaranya yaitu fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi social budaya, dan fungsi khusus. Fungsi dari Persetujuan Bangunan Gedung (PGB) ini sendiri adalah agar bangunan-bangunan yang didirikan nantinya tidak menyebabkan dampak negative terhadap Pengguna dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenya itu, seluruh standar teknis harus dipenuhi sebelum dilakukannya pelaksanaan konstruksi.

Selain untuk membangun bangunan baru, PBG ini juga diwajibkan untuk suatu bangunan yang nantinya mengalami perubahan fungsi, atau disebut PGB perubahan. Untuk bangunan-bangunan yang sudah berdiri namun tidak memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG, maka akan dikenakan sanksi administrative berupa:

  • Peringatan tertulis
  • Pembatasan kegiatan pembangunan
  • Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaanpelaksanaan pembangunan
  • Penghentian sementara atau tetap pada pemanfataan bangunan Gedung
  • Pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung
  • Pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung
  • Pembekuan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
  • Pencabutan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
  • Perintah Pembongkaran Bangunan Gedung

Langkah-langkah dalam Mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Pelaksanaan konstruksi harus dilaksanakan setelah pemilik bangunan Gedung mendapatkan PBG yang dikeluarkan dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat khusus untuk wilayah DKI Jakarta. Dalam tahapan mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), kini semuanya dilakukan melalui system online.

Dalam proses pendaftaran, sebelumnya pemohon harus melengkapi dokumen rencana teknis yang berupa dokumen rencana arsitektur, dokumen rencana struktur, dokumen rencana utilitas dan dokumen spesifik teknis bangunan Gedung, kemudian diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Daerah Provinsi. Dokumen rencana teknis tersebut kemudian diperiksa dan disetujui, pemohon akan mendapatkan rekomendasi penerbitan pemenuhan standar teknis. Setelah mendapatkan rekomendasi, Dinas Teknis akan menerbitkan Surat Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis yang dijadikan dasar untuk diterbitkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Langkah selanjutnya, penerbitan Persetujuan Bangungan Gedung (PBG) akan dilakukan setelah pemohon telah melakukan pembayaran retibusi daerah yang telah ditetapkan. Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) ini dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).

Selain Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), pemilik Gedung juga perlu memiliki 2 (dua) jenis izin bangunan lainnya seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan (SBKBG). Untuk bangunan Gedung yang telah berdiri dan belum memiliki surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), maka terlebih dahulu pemilik Gedung harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) baru bisa memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Bagi bangunan Gedung yang telah memperoleh perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, makai zin tersebut masih tetap berlaku. Dan bagi bangunan Gedung yang telah memperoleh izin mendirikan bangunan dari Pemerintah Daerah sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, maka izinnya juga tetap berkalu sampai dengan izin tersebut berakhir.

 Untuk Anda yang belum memiliki dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan kesulitan dalam mengurusnya, silahkan konsultasi pada Kami. Kami siap membantu Anda

Namun demikian saat artikel ini dimuat, beberapa Pemda belum memberlakukan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) tersebut. Beberapa Pemda masih memproses izin Mendirikan Bangunan (IMB) baik yang dilakukan secara online ataupun offline. IMB merupakan salah satu pernyataan komitmen yang harus dipenuhi dalam sistem Online Single Submission (OSS), disamping itu juga syarat dalam mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF).