Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Bahan berbahaya dan beracun atau B3 adalah zat, energy, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) yaitu sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

Pelaku usaha yang akan melakukan kegiatan penyimpanan Limbah B3, pengumpulan Limbah B3, pengangkutan Limbah B3, pemanfaatan Limbah B3, pengolahan Limbah B3, penimbunan Limbah B3, dumping (pembuangan) Limbah B3, dan impor Limbah non B3 wajib memiliki diantaranya :

  • Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Usaha Jasa, diberikan untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3, pemanfaatan Limbah B3, pengolahan Limbah B3, penimbunan Limbah B3.
  • Izin Operasional Pengelolaan Limbah B3 untuk Penghasil Limbah B3, diberikan untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3, pemanfaatan Limbah B3, pengolahan Limbah B3, penimbunan Limbah B3, dumping (pembuangan) Limbah B3.
  • Rekomendasi pengelolaan Limbah B3 untuk pengangkutan Limbah B3
  • Rekomendasi impor Limbah non B3

Pelaku usaha dapat mengajukan permohonan perizinan dan rekomendasi kepala Menteri, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya melalui lembaga OSS. Lembaga OSS akan menerbitkan beberapa dokumen yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Usaha Jasa dan/atau Izin Operasional Pengelolaan Limbah B3 untuk penghasil Limbah B3 dengan komitmen.

Bagi pelaku usaha yang telah memiliki NIB dan izin pengelolaan Limbah B3, selanjutnya dapat mengajukan permohonan pemenuhan komitmen kepada Menteri, Gubernur dan Bupati/Wali Kota. Permohonan pemenuhan komitmen dilengkapi dengan NIB, izin pengelolaan Limbah B3 dan pernyataan pemenuhan komitmen dan juga dilengkapi dengan dokumen teknis yang berisi informasi mengenai kewajiban pemenuhan persyaratan teknis, seperti :

  1. Keterangan tentang lokasi
  2. Jenis Limbah B3 yang akan dikelola
  3. Sumber, karakteristik dan kode Limbah B3 yang akan dikelola
  4. Layout dan desain kontruksi lokasi dan/atau bangunan pengelolaan Limbah B3
  5. Uji kualitas lingkungan
  6. Uraian Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkan dari proses pengelolaan Limbah B3
  7. Diagram alir proses pengelolaan Limbah B3 yang dilengkapi dengan keterangan dalam bentuk narasi
  8. Jenis dan spesifikasi peralatan pengelolaan Limbah B3
  9. Fasilitas pengendalian pencemaran apabila menghasilkan polutan pencemar lingkungan
  10. Perlengkapan system tanggap darurat
  11. Tata letak sakurab drainase untuk penyimpanan Limbah B3 fasa cair
  12. Asuransi pencemaran lingkungan hidup
  13. Laboratorium analisis dan/atau alat analisis Limbah B3
  14. Laporan realisasi kegiatan pengelolaan Limbah B3
  15. Izin pengelolaan Limbah B3

Bagi pelaku usaha yang ingin mengajukan permohonan Izin Operasional Limbah B3 untuk Jasa Usaha dan Izin Operasional Pengenlolaan Limbah B3 untuk Penghasil, dikecualikan terhadap kewajiban pemenuhan persyaratan teknis laboratorium analisi Limbah B3 dan laporan realisasi kegiatan Pengelolaan Limbah B3. Dan untuk pelaku usaha yang mengajukan permohonan perpanjangan Izin Operasional Pengelolaan Limbah B3 untuk Penghasil Limbah B3, dikecualikan terhadap kewajiban pemenuhan persyaratan teknis tata letak saluran drainase untuk penyimpanan Limbah B3 fasa cair dan asuransi pencemaran lingkungan hidup.

Pelaku Usaha yang akan melakukan pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku yang tidak memiliki standar nasional Indonesia dan substitusi sumber energy, wajib dilakukan uji coba pemanfaatan Limbah B3 sebagai bagian pemenuhan komitmen. Bagi pelaku usaha yang akan melakukan pengolahan Limbah B3 dengan cara termal dan cara lain sesuai perkembangan teknologi yang tidak memiliki standar nasional Indonesia wajib dilakukan uji coba Pengolahan Limbah B3.

Pengawasan terhadap pemenuhan komitmen dilakukan dengan tahapan validasi dokumen, verifikasi dan penerbitan notifikasi. Direktur Jenderal, kepala instansi lingkungan hidup provinsi dan kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhdap pemenuhan komitmen.

Pengawasan terhadap pemenuhan komitmen Pengelolaan Limbah B3 dilakukan dengan cara :

  • Bersamaan dengan pengawasan pemenuhan komitmen Izin Lingkungan
  • Tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Bagi Pelaku Usaha yang akan melakukan perubahan pengelolaan Limbah B3 yang kegiatannya belum terlingkup di dalam Izin Lingkungannya, harus melakukan perubahan Izin Lingkungan yang dimiliki sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan bagi pelaku usaha yang telah mendapatkan Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Usaha Jasadan/atau Izin Operasioan Pengelolaan Limbah B3 untuk Penghasil Limbah B3 wajib menaati kewajiban dan larangan yang tercantum dalam surat pernyataan yang berisi informasi mengenai :

  1. Kesesuaian fasilitas Pengelolaan Limbah B3
  2. Kapasitas fasilitas Pengelolaan Limbah B3
  3. Prosedur, metode dan teknologi Pengelolaan Limbah B3
  4. Jenis izin dan rekomendasi Pengelolaan Limbah B3
  5. Kewajiban dan larangan pemegang Izin
  6. Masa berlaku izin
  7. Standar/baku mutu lingkungan yang wajib dipenuhi

Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Usaha Jasa dan Izin Operasional Pengelolaan Limbah B3 untuk Penghasil Limbah B3 berlaku selama 1 tahun untuk kegiatan dumping (pembuangan) Limbah B3, berlaku 5 tahun untuk kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemandaaftan, pengolahan Limbah B3, dan berlaku 10 tahun untuk kegiatan penimbunan Limbah B3. Setelah masa berlaku habis, dapat diperpanjang kembali dan dapat diajukan paling lama 60 hari sebelum masa berakhir.

Persetujuan Lingkungan, Amdal dan SPPL

Untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan yang disebabkan pembangunan, Pemerintah Indonesia telah memberlakukan dan mewajibkan para pelaku usaha untuk memenuhu Amdal, UKL-UPL dan SPPL dalam pengurusan izin Persetujuan Bangunan. Dengan diterbitkannya regulasi tersebut, diharapkan dapat mendorong kesadaran masyarakat dalam mengedepankan konsep pembangunan yang lebih bertanggung jawab. Tujuan utamanya adalah agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang dapat merugikan hajat hidup masyarakat luas, termasuk generasi mendatang.

Sama halnya dengan mendirikan sebuah bangunan gedung. Jika dalam mendirikan sebuah bangunan gedung kita harus memiliki dokumen seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang memiliki manfaat untuk mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administrative, andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan dan kemudahan bagi penggunanya, Persetujuan Lingkungan seperti Amdal, UKL-UPL dan SPPL juga memberikan manfaatkan yaitu sebagai suatu cara untuk mengendalikan perubahan lingkungan sebelum suatu pembangunan dilaksanakan. Pembangunan yang mengabaikan analisis dampak lingkungan dan pengurusan izin lingkungan tentunya sangat merugikan banyak masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Hidup, dijelaskan tentang Persetujuan Lingkungan, Amdal, UKL-UPL dan SPPL seperti berikut.

Persetujuan Lingkungan

Persetujuan Lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Persetujuan Lingkungan diberikan kepada Pelaku Usaha atau Instansi Pemerintah sebagai prasyarat penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui;

  • penyusunan Amdal dan uji kelayakan Amdal
  • penyusunan Formulir UKL-UPL dan pemeriksaan UKL-UPL

Masa berlaku Persetujuan Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Setiap rencana usaha atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal, UKL-UPL dan juga SPPL.

AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau biasa disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Amdal wajib dimiliki bagi setiap rencana Usaha/Kegiatan yang memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup. Adapun rencana Usaha/Kegiatan yang wajib memiliki Amdal diantaranya :

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang besaran skalanya wajib Amdal
  • jenis rencana usaha/kegiatan yang lokasinya dilakukan di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung

Adapun kriteria usaha/kegiatan yang memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup yang wajib memiliki Amdal terdiri atas;

  1. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
  2. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan
  3. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya
  4. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan social dan budaya
  5. proses dan kegiatan yang hasilnya akan memperngaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya
  6. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik
  7. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati
  8. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara
  9. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi Lingkungan Hidup

Rencana usaha/kegiatan yang lokasinya berada di dalam kawasan lindung meliputi jenis rencana usaha/kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana usaha/kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawan lindung meliputi jenis rencana usaha/kegiatan yang batas tapak proyeknya bersinggungan langsung dengan batas kawasan lindung, berdasarkan pertimbangan ilmiah memiliki potensi dampak yang mempengaruhi fungsi kawasan lindung tersebut.

Jika rencana kegiatan/usaha telah memenuhi ketentuan, penanggung jawab usaha/kegiatan meminta arahan instansi Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan ringkasan pertimbangan ilmiah. Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan telaahan dan memberikan arahan kepada penanggung jawab usaha/kegiatan berupa :

  • rencana usaha.kegiatan mempengaruhi fungsi kawasan lindung
  • rencana usaha/kegiatan tidak mempengaruhi fungsi kawasan lindung

UKL-UPL

Upaya Pengelolaan Lingkungan  Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

UKL-UPL juga wajib dimiliki bagi Usaha/Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap lingkungan hidup. Rencana usaha/kegiatan yang wajib dimiliki UKL/UPL meliputi :

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting
  • jenis usaha/kegiatan yang lokasi usaha/kegiatan dilakukan di luar atau tidak berbatasan langsung dengan kawasan lindung
  • termasuk jenis rencana usaha/kegiatan yang dikecualikan dari wajib Amdal

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau yang biasa disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha/Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha/Kegiatan yang wajib Amdan atau UKL-UPL.

Rencana Usaha/Kegiatan yang wajib memiliki SPPL meliputi;

  • jenis rencana usaha/kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting dan tidak wajib UKL-UPL
  • merupakan usaha/kegiatan Usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup
  • termasuk jenis rencana Usaha/Kegiatan yang dikecualikan dari wajib UKL-UPL

untuk menentukan rencana usaha/kegiatan yang wajib memiliki Amdan, UKL-UPL atau SPPL, penanggung jawab Usaha/Kegiatan melakukan proses penapisan secara mandiri. Penanggung jawab Usaha/Kegiatan mengajukan penetapan penapisan dari instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Dan penetapan penapisan yang disampaikan oleh instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memuat diantaranya :

  1. rencana Usaha/kegiatan wajib memiliki Amdal, UKL-UPL atau SPPL
  2. kewenangan uji kelayakan Amdal, pemeriksaan UKL-UPL atau SPPL

Sertifikat Badan Usaha

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sector jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasana aktivitas social ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

Jika dalam mendirikan sebuah Bangungan Gedung harus memiliki dokumen seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF), IMB dan juga SBKBG. Dalam mendirikan sebuah perusahaan tentu kita juga harus memenuhi berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya bagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, syarat yang harus dipenuhinya yaitu memiliki Sertifikat Badan Usaha.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaraan kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha pada subsector jasa konstruksi terdiri atas :

  1. Sertifikat Badan Usaha (SBU) konstruksi
  2. Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) konstruksi
  3. Registrasi kantor perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA)
  4. Lisensi lembaga sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK)
  5. Lisensi lembaga sertifikasi prodesi jasa konstruksi

Sertifikat Badan Usaha merupakan tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemanpuan badan usaha Jasa Konstruksi. Setiap badan usaha yang mengerjakan jasa konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU).

Sertifikat Badan Usaha diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU) dan berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. LSBU merupakan lembaga yang wajib memilik lisensi dari Lembaga Jasa Pelaksana Konstruksi (LPJK). Lisensi yang diterbitkan LPJK sesuai dengan kategori dan layanan sertifikasi dari Asosiasi Badan Usaha terakreditasi dengan menerapkan standar persyaratan untuk lembaga sertifikasi produk, proses dan jasa.

Proses sertifikasi badan usaha Jasa Konstruksi dikenakan biaya berdasarkan :

  1. Biaya pelaksana sertifikasi badan usaha
  2. Biaya operasional
  3. Biaya pemberdayaan sumber daya manusia lembaga sertifikasi badan usaha
  4. Lokasi lembaga sertifikasi badan usaha provinsi

Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran biaya sertifikasi badan usaha ditetapkan oleh Menteri.

Bentuk usaha Jasa Pelaksanaan konstruksi meliputi Orang Perorangan dan Badan Usaha yang terdiri dari :

  1. badan usaha nasional yang meliputi Perseroan Terbatas dan Koperasi
  2. badan usaha asing yang meliputi Commanditaire Venootschap (CV) dan Firma

Adapun 3 jenis usaha jasa pelaksanaan konstruksi diantaranya adalah

  1. usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sebagian atau semua klasifikasi bidang usaha bersifat umum
  2. usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan melaksanakan klasifikasi bidang usaha bersifat spesialis
  3. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan melaksanakan klasifikasi bidang usaha bersifat keterampilan tertentu

Dalam jenis usaha Orang Perseorangan, wajib memiliki SKA atau SKTK yang sudah diregistrasi oleh LPJK dan dibuktikan dengan kepemilikan TDUP.

Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) setiap perusahaan asing dan lokal harus mengajukan permohonan kepada lembaga sertifikasi badan usaha yang terakreditasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sesuai klasifikasi dan kualifikasi usaha dibidang jasa konstruksi. SBU Jasa Konstruksi dikeluarkan oleh LPJK berdasarkan klaifikasi dan kualifikasi sebagai berikut;

  1. Klasifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi meliputi kualifikasi kecil K1, K2, K3, Kualifikasi menengah M1 dan M2 dan Kualifikasi besar B1 dan B2.
  2. Klasifikasi usaha jasa perencana dan pengawas (konsultan konstruksi) meliputi kualifikasi kecil K1 dan K2, kualifikasi menengah M1 dan M2 serta kualifikasi besar B
  3. Klasifikasi usaha jasa konstruksi terintegrasi meliputi kualifikasi besar B1 dan B2.

Dalam permohonan registrasi baru SBU wajib menyerahkan data badan usaha secara lengkap dalam dokumen permohonan dan data terstruktur badan usaha dalam bentuk digital. Dan permohonan baru registrasi SBU tidak bisa dilakukan oleh cabang badan usaha.

Adapun syarat untuk mengurus Sertifikat Badan Usaha tersebut antara lain :

  1. Fotocopy Akta Perusahaan serta SK Kehakiman
  2. Fotocopy domisili usaha yang dijalankan
  3. Fotocopy NPWP Perusahaan
  4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
  5. Kartu tada anggota dari asosiasi perusahaan
  6. Fotocopy KTP para pengurus
  7. Pas foto Direktur berukuran 3×4
  8. Sertifikat Keahian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan Kerja (SKTK) yang sesuai dengan ketentuan yang ada pada kualifikasi badan usaha
  9. Ijazah tenaga ahli, KTP tenaga ahli, serta Sertifikat Keterampilan tenaga ahli dan Daftar Riwayat Hidup tenaga ahli
  10. Daftar dari tenaga Teknik atau tenaga ahli yang bekerja di Perusahaan
  11. Neraca serta laporan keuangan serta laporan pajak tahunan yang terakhir
  12. Daftar dari pengalaman kerja yang pernah dilakukan oleh Perusahaan

Bagi BUJK yang memiliki keterlambatan untuk memperpanjang pengurusan SBU Konstruksi dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, pengenaan dendan administrative, penghentian sementara kegiatan berusaha, daftar hitam dan pencabutan perizinan berusaha. Besaran denda administrative sebesar :

  1. BUJK nasional kualifikasi kecil denda keterlambatan Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari
  2. BUJK nasional kualifikasi menengah denda keterlambatan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
  3. BUJK nasional bersifat spesialis denda keterlambatn Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari

Jika ada yang ingin Anda tanyakan seputar Sertifikat Badan Usaha, silahkan menghubungi kami untuk berkonsultasi. Kami siap membantu Anda.

Sertifikat Keterampilan Kerja

Diatur dalam Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 6 tahun 2017 Sertifikat Keterampilan Kerja atau yang biasa disingkat SKTK adalah Sertifikat yang diterbitkan LPJK dan diberikan kepada tenaga Terampil Konstruksi yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian dan/atau keterampilan tertentu.

Setiap perusahaan jasa pelaksana konstruksi yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi dan resgistrasi badan usaha dan mendapatkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) untuk golongan Kecil (K1, K2, K3) harus memiliki tenaga kerja yang bersertifikat keterampilan kerja (SKTK) sebagai syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

Adapun kualifikasi Sertifikat Keterampilan Kerja (SKTK) yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan  diantaranya :

  • Sertifikat Keterampilan (SKTK) Kelas 1 memiliki Pendidikan minimal SMA/Sederajat
  • Sertifikat Keterampilan (SKTK) Kelas 2 memiliki Pendidikan minimal SMP
  • Sertifikat Keterampilan (SKTK) Kelas 3 memiliki Pendidikan minimal SD

Dalam membangun suatu Bangunan Gedung, tentu membutuhkan perencanaan yang sangat matang. Karena dalam mendirikan Bangunan Gedung dibutuhkan beberapa dokumen penting seperti IMB, dan SLF. Salah satu syarat pemeriksaan tata bangunan dalam SLF diantaranya yaitu adanya pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan Gedung yang membutuhkan tenaga terampil yang bersertifikat.

Tata Cara Permohonan SKTK

LPJK Provinsi mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan Sertifikasi Kompetensi dan Registrasi Tenaga Terampil yang telah memenuhi persyaratan kompetensi kerja di bidang jasa konstruksi.

Permohonan dapat diajukan kepada LPJK Provinsi melalui Asosiasi Profesi dengan menggunakan formulis pada Lampiran 1 dengan dilengkapi lampiran sebagai berikut :

  1. Fotocopy Ijazah yang dilegalisasi oleh Lembaga Pendidikan yang menerbitkan ijazah, kantor pos, notaris, atau Asosiasi Profesi penerima permohonan
  2. Daftar Pengalaman Kerja yang sesuai dengan klasifikasi/subklasifikasi kompetensi kerja Pemohon yang terstruktur dengan menggunakan formulir pada Lampiran 2 yang ditandatangani oleh Pemohon dengan tinta biru dan tidak boleh menggunakan scan
  3. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  4. Surat pernyataan Pemohon yang menyatakan bahwa seluruh data dalam dokumen yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan formulir pada Lampiran 3
  5. Self asesment dilakukan melalui SIKI LPJK Nasional

Jika Pemohon adalah tenaga kerja terampil dengan Kualifikasi Kelas 3 (level tukang), persyaratan pada point (a) ijazah tidak perlu dilampirkan.

Syarat Pendidikan dan pengalaman pemohon Sertifikat Keterampilan Kerja berbeda – beda di tiap kelasnya, seperti :

Untuk SKTK Kelas 1

  • Lulusan D1 sesuai bidang harus memiliki pengalaman minimal 3 tahun
  • Lulusan SMK sesuai bidang harus memiliki pengalaman minimal 4 tahun
  • Lulusan SMK/SLTA tidak sesuai dengan bidangnya harus memiliki pengalaman minimal 5 tahun
  • Lulusan SMP harus memiliki pengalaman minimal 6 tahun dihitung dari usia kerja yaitu ketika berusia 17 tahun

Untuk SKTK Kelas 2

  • Lulusan SMK sesuai bidangnya harus memiliki pengalaman minimal 2 tahun
  • Lulusan SMK/SLTA/D1 tidak sesuai bidangnya harus memiliki pengalaman minimal 3 tahun
  • Lulusan SMP harus memiliki pengalaman minimal 4 tahun dan dihitung dari usia kerja 17 tahun

Untuk SKTK Kelas 3

  • Lulusan SMP?setara harus memiliki pengalaman minimal 2 tahun dan dihitung dari usia kerja 17 tahun
  • Lulusan SD/setara harus memiliki pengalaman minimal 3 tahun dan dihitung dari usia kerja 17 tahun
  • Tidak berijazah harus memiliki pengalaman 6 tahun dan dihitung dari usia kerja 17 tahun

Daftar Klasifikasi/Sub-Klasifikasi Tenaga Terampil

Adapun daftar klasifikasi/sub-klasifikasi tenaga terampil Untuk tenaga kerja pelaksana konstruksi (Kontraktor), diantaranya :

Bidang Arsitektur

Ada 31 Sub bidang dalam bidang arsitektur, seperti :

  1. Juru Gambar / Draftman Arsitektur (Kode 003)
  2. Tukang Pasang Bata / Dinding / Bricklayer (Tukang Bata) (Kode 004)
  3. Tukang Pasang Batu / Stone (Rubble) Mason (Tukang Bangunan Umum) (Kode 005)
  4. Tukang Plesteran / Plesterer / Solid Plesterer (Kode 006)
  5. Tukang Pasang Keramik (Lantai dan Dinding) (Kode 007)
  6. Tukang Pasang Lantai Tegel / Ubin / Marmer (Kode 008)
  7. Tukang Kayu / Carpenter (Termasuk Kayu Bangunan) (Kode 009)
  8. Tukang Pasang Plafon / Ceiling Fixer / Ceiling Fixing (Kode 011)
  9. Tukang Pasang Dinding Gypsum (Kode 012)
  10. Tukang Pasang Plafon Gypsum (Kode 013)
  11. Tukang Cat Bangunan (014)
  12. Tukang Taman / Landscape (kode 015)
  13. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Plambing (Kode 016)
  14. Supervisior Perawatan Gedung Bertingkat (Kode 017)
  15. Tukang Pelitur Kayu (Kode 018)
  16. Tukang Kusen Pintu dan Jendela Bertingkat (Kode 019)
  17. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Perumahan dan Gedung (Kode 020)
  18. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Finishing Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi (Kode 021)
  19. Pelaksana Bangunan Gedung / Pekerjaan Gedung (Kode 022)
  20. Pelaksana Bangunan Perumahan / Pemukiman (Kode 023)
  21. Pengawas Bangunan Gedung (Kode 024)
  22. Pengawas Bangunan Perumahan (Kode 025)
  23. Pelaksana Penata Taman (Kode 026)
  24. Juru Ukur Kuantitas Bangunan Gedung (Kode 027)
  25. Pengawas Mutu Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung (Kode 028)
  26. Penata Taman / Landscape (Kode 029)
  27. Pelaksana Madya Perawatan Bangunan Gedung (Kode 030)
  28. Pengawas Tukang Cat Bangunan (Kode 031)
  29. Pembantu Pelaksana Pemasangan Plafon (Kode 032)
  30. Teknisi Kaca (Kode 033)
  31. Pemasangan Dinding Partisi (Kode 034)

Bidang Sipil

Ada 63 Sub bidang dalam bidang sipil, seperti :

  1. Juru Gambar / Draftman -Sipil (Kode 003)
  2. Juru Ukur / Teknisi Survey Pemetaan (Kode 004)
  3. Teknisi Laboratorium Jalan (Campuran Beton Beraspal) (Kode 005)
  4. Teknisi Laboratorium Beton (Kode 006)
  5. Teknisi Laboratorium Tanah (Kode 007)
  6. Teknisi Laboratorium Aspal (Kode 008)
  7. Operator Alat Penyelidikan Tanah / Soil Investigation Operator (Kode 009)
  8. Tukang Pekerjaan Pondasi / Fondation Work (Kode 010)
  9. Tukang Pekerjaan Tanah / Earthmoving (Kode 011)
  10. Tukang Besi-beton / Barbender / Bar bending (Kode 012)
  11. Tukang Cor Beton / Concretor / Concrete Operations (Kode 013)
  12. Tukang Pasang Perancah / Formworker / Formwork (Kode 014)
  13. Tukang Pasang Scaffolding / Scaffolder / Scaffolding (Kode 015)
  14. Tukang Pasang Pipa Gas / Gas Pipe Fitter (Kode 016)
  15. Tukang Perkerasan Jalan / Paving (Kode 017)
  16. Tukang Pasang Konstruksi Rig / Piling Rigger / Rigger (Kode 018)
  17. Tukang “Boring” / Boring and Driving (Kode 019)
  18. Tukang Pekerjaan Baja (Kode 020)
  19. Pekerja Aspal Jalan (Kode 021)
  20. Mandor Produksi Campuran Aspal Panas (Kode 022)
  21. Mandor Perkerasan Jalan (Kode 023)
  22. Teknisi Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Kode 024)
  23. Juru Ukur Kuantitas Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Kode 025)
  24. Tukang Perancah Besi (Kode 026)
  25. Tukang Konstruksi Baja & Plat (dan Tukang pasang menara) (Kode 027)
  26. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan (Kode 028)
  27. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jembatan (Kode 029)
  28. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jaringan Irigasi (Kode 030)
  29. Pelaksana Saluran Irigasi (Kode 031)
  30. Pelaksana Bangunan Irigrasi (Kode 032)
  31. Pelaksana Bendungan (Kode 033)
  32. Pelaksana Terowongan (Kode 034)
  33. Teknisi Perhitung Kuantitas Pekerjaan Sumber Daya Air (Kode 035)
  34. Pengawas Bendungan (Kode 036)
  35. Pengawas Bangunan Irigrasi (Kode 037)
  36. Pengawas Saluran Irigrasi (Kode 038)
  37. Pengawas Lapangan Pekerjaan Jalan (Kode 040)
  38. Pengawas Lapangan Pekerjaan Jembatan (Kode 041)
  39. Teknisi Pengerukan (Kode 042)
  40. Teknisi Survey Teknik Sipil (Kode 043)
  41. Pelaksana Pekerjaan Jembatan (Kode 044)
  42. Pelaksana Pekerjaan Jalan (Kode 045)
  43. Kepala Pengawas Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Kode 046)
  44. Juru Hitung Kuantitas (Kode 047)
  45. Juru Ukur Pekerjaan Jalan/Jembatan (Kode 048)
  46. Teknisi Penghitung Kuantitas Pekerjaan Jalan/Jembatan (Kode 049)
  47. Steel Erectorof Bridge (Kode 050)
  48. Pelaksana Bangunan Gedung/Pekerjaan Gedung (Kode 051)
  49. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Gedung (Kode 052)
  50. Tukang Kayu Bekisting (Kode 053)
  51. Tukang Pasang Beton Pra Cetak (Kode 054)
  52. Tukang Rangka Aluminium (Kode 055)
  53. Mandor Pemasangan Rangka Atap Baja Ringan (Kode 056)
  54. Mandor Pemasangan Rangka Baja Jembatan (Kode 057)
  55. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Pemasangan Jembatan Rangka Baja (Kode 058)
  56. Juru Gambar Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Kode 059)
  57. Tukang Bekisting (Acuan) dan Perancah Bidang Sumber Daya Air (Kode 060)
  58. Mandor Pekerjaan Perkerasan Aspal (Kode 061)
  59. Mandor Tukang Pasang Beton Precast (Kode 062)
  60. Asisten Teknisi Laboratorium Jalan (Campuran Beton Beraspal) (Kode 063)
  61. Asisten Teknisi Laboratorium Beton (Kode 064)
  62. Asisten Teknisi Laboratorium Mekanika Tanah (Kode 065)
  63. Teknisi Geoteknik (Kode 066)

Bidang Mekanikal

Ada 57 Sub bidang dalam bidang sipil, seperti :

  1. Juru gambar / Draftman – Mekanikal (Kode 003)
  2. Operator Buldozer (Kode 004)
  3. Operator Motor Grader (Kode 005)
  4. Operator Mesin Excavator (Kode 006)
  5. Operator Tangga Intake Dam (Kode 007)
  6. Operator Road Roller / Road Roller Paver Operator (Kode 008)
  7. Operator Wheel Loader (Kode 009)
  8. Operator Crowler Crane (Kode 010)
  9. Operator Rough Terrain Crane (Kode 011)
  10. Operator Truck Mounted Crane (Kode 012)
  11. Operator Tower Crane (Kode 013)
  12. Operator Wheel Crane (Kode 014)
  13. Operator Backhoe (Kode 015)
  14. Operator Pile Hammer (Kode 016)
  15. Operator Mobil Pengaduk Beton (Kode 017)
  16. Operator Crawler Tractor Bulldozer (Kode 018)
  17. Operator Dump Truck ((Kode 019)
  18. Operator Forklif (Kode 020)
  19. Operator Specialized Equipment Plant (Kode 021)
  20. Operator Mobile Elevating Work Platform (Kode 022)
  21. Operator Concrete Pump Equipment (Kode 023)
  22. Operator Slinging & Ringing Operator (Kode 024)
  23. Operator Mesin Bor (Kode 025)
  24. Operatr Mesin Bubut (Kode 026)
  25. Mekanik Alat-alat Berat (Kode 027)
  26. Tukang Las / Welder / Gas & Electric Welder (Kode 028)
  27. Tukang Bubut / Mesin Pemakas (Kode 029)
  28. Operator Mesin Pencampur Aspal (Kode 030)
  29. Operator Aspal Paver / Operator Mesin Penggelar Aspal (Kode 031)
  30. Operator Mesin Penyemprot Aspal (Kode 032)
  31. Pelaksana Produksi Hotmix (Kode 033)
  32. Sheep Foot Vibrating Compactor Operator (Kode 034)
  33. Juru Las Oxyacetylene (Kode 035)
  34. Operator Mesin Gergaji Presisi (Kode 036)
  35. Operator Mesin Derek (Kode 037)
  36. Tukang Pasang Pipa (Kode 038)
  37. Tukang Las Konstruksi Plat dan Pipa (Kode 039)
  38. Tukang Las MID (CO2) Posisi Bawah Tangan (Kode 040)
  39. Tukang Las TIG Posisi Bawah Tangan (Kode 041)
  40. Operator Mesin Bubut Kayu (Kode 042)
  41. Operator Pengeboran Minyak (Kode 043)
  42. Pelaksana Lpangan Pekerjaan ME Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi (Kode 044)
  43. Pelaksana Lapangan Pekerjaan Setting Out Bangunan Gedung Bertingkat (Kode 045)
  44. Operator Mesin Grader (Kode 046)
  45. Operator Mesin Pemecah Batu (Kode 047)
  46. Pelaksana Peraawatan Instalasi Sistem Transportasi Vertikal Dalam Gedung (Kode 048)
  47. Concrete Paver Operator (Operator Mesin Penghampar Beton Semen) (Kode 049)
  48. Operator Cold Milling Machine (Kode 050)
  49. Tukang Las Listrik (Kode 051)
  50. Mekanik Tower Crane (Kode 052)
  51. Operator Batching Plant (Kode 053)
  52. Mekanik Campuran Aspal Panas (Kode 054)
  53. Mekanik Heating Ventilation dan Air Condition (HVAC) (Kode 055)
  54. Operator Gondola Pada Banguna Gedung (Kode 056)
  55. Teknisi Fire Alarm (Kode 057)
  56. Mekanik Kapal Keruk (Kode 058)
  57. Mekanik Engine Alat Berat (Kode 059)

Bidang Elektrikal

Ada 9 Sub bidang dalam bidang sipil, seperti :

  1. Teknisi Instalasi Penerangan Dan Daya Fasa Satu (Kode 021)
  2. Teknisi Instalasi Penerangan dan Daya Fasa Tiga (Kode 022)
  3. Teknisi Instalasi Sistem Penangkal Petir (Kode 024)
  4. Teknisi Instalasi Kontrol Terprogram ( Berbasis PLC ) (Kode 055)
  5. Teknisi Instalasi Otomasi Industri (Kode 057)
  6. Teknisi Instalasi Motor Listrik, Kontrol dan Instrumen (Kode 058)
  7. Teknisi Instalasi Alat Pengukur dan Pembatas ( APP ) (Kode 059)
  8. Teknisi Instalasi Jaringan Tegangan Rendah ( JTR ) (Kode 060)
  9. Teknisi Instalasi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) (Kode 061)

Bidang Tata Lingkungan

Ada 25 Sub bidang dalam bidang sipil, seperti :

  1. Pelaksana Plambing / Pekerjaan Plambing (Kode 001)
  2. Pengawas Plambing / Pekerjaan Plambing (Kode 002)
  3. Juru gambar / Draftman – Tata lingkungan (Kode 003)
  4. Tukang Sanitary (Kode 004)
  5. Tukang Pipa Air / Plumber (Kode 005)
  6. Tukang Pipa Gas (Kode 006)
  7. Tukang Pipa Bangunan (Kode 007)
  8. Tukang Pipa (Kode 008)
  9. Juru Pengeboran Air Tanah (Kode 009)
  10. Pelaksana Perpipaan Air Bersih (Kode 011)
  11. Pelaksana Pembuatan Fasilitas Sampah dan Limbah (Kode 012)
  12. Pelaksana Pengeboran Air Tanah (Kode 013)
  13. Pengawas Perpipaan Air Bersih (Kode 014)
  14. Pengawas Pengeboran Air Tanah (Kode 015)
  15. Tukang Plambing (Kode 016)
  16. Mandor Plambing (Kode 017)
  17. Pelaksana Pengujian Kualitas Air Minum SPAM (Kode 018)
  18. Pelaksana Pemasangan Pintu Air (Kode 019)
  19. Pelaksana Lapangan Perpipaan Air Madya (Kode 020)
  20. Pelaksana Lapangan TK II Pekerjaan Perpipaan (Kode 021)
  21. Pelaksana Pemasangan Pipa Leachate (Lindo dan Gas di TPA) (Kode 022)
  22. Pelaksana Pekerjaan Bangunan Limbah Permukiman (Kode 023)
  23. Pelaksana Pekerjaan Lapisan Kedap Air Ditempat Pemproses TPA (Kode 024)
  24. Teknisi Sondir (Kode 025)
  25. Teknisi Geologi Teknik (Kode 026)

Bidang Lain-lain

Ada 7 Sub bidang dalam bidang sipil, seperti :

  1. Estimator / Biaya Jalan (Kode 002)
  2. Quantity Surveyor (Kode 003)
  3. Mandor Tukang Batu / Bata / Beton (Kode 005)
  4. Mandor Tukang Kayu (Kode 006)
  5. Mandor Batu Belah (Kode 007)
  6. Mandor Tanah (Kode 008)
  7. Mandor Besi / Pembesian / Penulangan Beton (Kode 009)

Jika ada yang ingin Anda tanyakan seputar Sertifikat Keterampilan Kerja (SKTK), silahkan hubungi kami untuk berkonsultasi. Kami siap membantu Anda.

Sumber : Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 6 Tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Terampil

Sertifikat Keahlian Kerja (SKA)

Sertifikat Keahlian Kerja atau SKA adalah sertifikat yang diterbitkan LPJK dan diberikan kepada tenaga ahli konstruksi yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian dan/atau keahlian tertentu. Sertifikat Keahlian (SKA) merupakan bukti kemampuan dan keahlian tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan disektor jasa konstruksi sesuai klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli yang diwujudkan dalam bentuk Sertifikat dan berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan.

Dalam penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) ada tahap pemeriksaan persyaratan tata bangunan yang salah satunya yaitu Pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan Gedung. Sebelum masa berlaku SLF habis, pemilik bangunan harus mengajukan perpanjangan dengan melengkapi beberapa dokumen yang merupakan hasil Pengkajian Teknis Bangunan Gedung yang dilakukan para penyelenggara SLF yang memiliki IPTB atau SKA.

SKA menjadi salah satu persyaratan utama untuk badan usaha jasa konstruksi nasional (BUJK Nasional), badan usaha jasa konstruksi asing (BUJK Asing) maupun badan usaha jasa konstruksi penanaman modal asing (BUJK PMA) untuk dapat mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Usaha Jasa Konstruksi dalam rangka mendapatkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang terakreditasi LPJK.

Sertifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan profesi keahlian seseorang dibidang jasa konstruksi melalui proses verifikasi dan validasi oleh Asosiasi Profesi atau LPJK. Sedangkan Registrasi adalah suatu kegiatan oleh LPJK untuk menentukan kompetensi keahlian seseorang sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat.

 Adapun kualifikasi tenaga ahli Jasa Konstruksi diantaranya SKA Ahli Muda, SKA Ahli Madya dan SKA Ahli Utama.

  • SKA Ahli Muda : Memiliki latar belakang Pendidikan Teknik minimal D3 dengan pengalaman minimal 2 tahun atau berpendidikan S1 tanpa pengalaman kerja
  • SKA Ahli Madya : Memiliki latar belakang Pendidikan teknis sesuai klasifikasi tenaga ahli, minimal D3 dengan pengalaman 5 tahun lebih atau S1 dengan pengalaman minimal 2 tahu
  • SKA Ahli Utama : Memiliki latar belakang Pendidikan Teknik sesuai klasifikasi tenaga ahli, minimal S1 dengan pengalaman 8 tahun lebih atau S2 dengan pengalaman minimal 5 tahun

Tata Cara Permohonan SKA

Permohonan SKA diajukan secara tertulis kepada LPJK melalui Asosiasi Profesi dengan dilengkapi lampiran sebagai berikut :

  1. Fotocopy ijazah yang dilegalisasi oleh Lembaga Pendidikan yang menerbitkan ijazah, kantor pos, notaris atau Asosiasi Profesi penerima permohonan dengan ketentuan latar belakang Pendidikan Pemohonan harus sesuai dengan kompetensi yang dimohonkan
  2. Daftar Pengalaman Kerja yang sesuai dengan klasifikasi/subklasifikasi kompetensi kerja Pemohon yang terstruktur denga menggunakan formulir yang ditandatangani oleh Pemohon dengan tinta warna biru tidak boleh menggunakan scan
  3. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon yang masih berlaku
  4. Fotocopy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perorangan
  5. Surat Pernyataan dari Pemohonan yang menyatakan bahwa seluruh data dalam dokumen yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran 3
  6. Self assessment dilakukan melalui SIKI-LPJK Nasional

Latar belakang Pendidikan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran LPJK Nasional. Permohonan SKA dengan subkualifikasi Muda dan Madya disampaikan kepada LPJK Provinsi sesuai dengan provinsi dimana KTP Pemohon diterbitkan.

Badan Pelaksana LPJK akan mencetak data Pemohon pada blanko SKA. SKA yang telah memenuhi syarat selanjutnya ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang yaitu Direktur Registrasi dan Hukum Badan Pelaksana LPJK Nasional untuk tingkat Nasional dan Manajer Eksekutif Badan Pelaksana LPJK Provinsi untuk tingkat provinsi.

Pada halaman belakang SKA tertera logo Asosisasi Profesi dan tanda tangan Ketua Umum Asosiasi Profesi Tingkat Nasional untuk SKA subkualifikasi utama serta Ketua Asosiasi Profesi Tingkat Provinsi untuk SKA subkualifikasi Madya dan Muda dalam bentuk format cetak.

SKA yang terlah diregistrasi LPJK disampaikan kepada Asosiasi Profesi yang bersangkutan dengan menggunakan formulir Surat Penyampaian SKA yang dimuat pada Lampiran 13 untuk selanjutnya Asosiasi Profesi menyampaikan langsung kepada Pemohon SKA dengan bukti tanda terima.

SKA adalah milik LPJK, LPJK memilkki kewenangan untuk menarik kembali SKA yang terlah diterbitkan apabila pemegang SKA melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan LPJK mengenai SKA dan/atau ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan ini. Dan masa berlaku SKA paling lama 3 (tiga) tahun.

Sertifikat Keahlian (SKA) dikeluarkan oleh LPJK dengan Klasifikasi Tenaga Ahli meliputi bidang arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan dan manajemen pelaksanaan. Adapun daftar lebih lengkapnya seperti :

SKA Bidang Arsitektur

Ada 4 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Arsitek (Kode 101)
  2. Ahli Desain Interior (Kode 102)
  3. Ahli Arsitektur Lansekap (Kode 103)
  4. Taknik Iluminasi (Kode 104)

SKA Bidang Sipil

Ada 15 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Ahli Teknik Bangunan Gedung (Kode 201)
  2. Ahli Teknik Jalan (Kode 202)
  3. Ahli Teknik Jembatan (Kode 203)
  4. Ahli Keselamatan Jalan (Kode 204)
  5. Ahli Teknik Terowongan (Kode 205)
  6. Ahli Teknik Landasan Terbang (Kode 206)
  7. Ahli Teknik Jalan Rel (Kode 207)
  8. Ahli Teknik Dermaga (Kode 208)
  9. Ahli Teknik Bangunan Lepas Pantai (Kode 209)
  10. Ahli Teknik Bendungan Besar (Kode 210)
  11. Ahli Teknik Sumber Daya Air (Kode 211)
  12. Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan (Kode 214)
  13. Ahli Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan (Kode 215)
  14. Ahli Geoteknik (Kode 216)
  15. Ahli Geodesi (Kode 217)

SKA Bidang Mekanikal

Ada 5 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Ahli Teknik Mekanikal (Kode 301)
  2. Ahli Teknik Sistem Tata Udara dan Refrigerasi (Kode 302)
  3. Ahli Teknik Plambing dan Pompa Mekanik (Kode 303)
  4. Ahli Teknik Proteksi Kebakaran (Kode 304)
  5. Ahli Teknik Transportasi Dalam Gedung (Kode 305)

SKA Bidang Elektrikal

Ada 3 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Ahli Teknik Tenaga Listrik (Kode 401)
  2. Ahli Teknik Elektronika dan Telekomunikasi Dalam Gedung (Kode 405)
  3. Ahli Teknik Sistem Sinyal Telekomunikasi Kereta Api (Kode 406)

SKA Bidang Tata Lingkungan

Ada 4 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Ahli Teknik Lingkungan (Kode 501)
  2. Ahli Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (Kode 502)
  3. Ahli Teknik Sanitasi dan Limbah (Kode 503)
  4. Ahli Teknik Air Minum (Kode 504)

SKA Bidang Manajemen Pelaksanaan

Ada 4 Sub bidang keahlian/spesifikasi keahlian yang bisa di pilih yaitu :

  1. Ahli Manajemen Konstruksi (Kode 601)
  2. Ahli Manajemen Proyek (Kode 602)
  3. Ahli K3 Konstruksi (Kode 603)
  4. Ahli Sistem Manajemen Mutu (Kode 604)

Jika ada yang ingin Anda tanyakan seputar Sertifikat Keahlian (SKA), silahkan hubungi kami untuk berkonsultasi. Kami siap membantu Anda.

Sumber :  Peraturan LPJK Nomor 5 Tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli

Izin Pelaku Teknis Bangunan

Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2007 tentang Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB), seluruh perencana Arsitektur wajib memiliki IPTB untuk dapat melakukan pekerjaan perencanaan Arsitektur. IPTB adalah izin yang harus dimiliki seorang ahli untuk dapat melakukan pekerjaan perencanaan, pengawasan pelaksanaan, pemeliharaan dan pengkajian teknis bangunan. IPBTB merupakan pengganti Surat Izin Bekerja Perencana (SIPB).

Setiap kegiatan penyelenggaraan bangunan yang meliputi pekerjaan perencanaan, pengawasan pelaksanaan, pemeliharaan dan pengkajian teknis bangunan, harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh tenaga ahli yang memiliki IPTB dari Gubernur. IPTB akan diberikan kepada tenaga ahli yang menguasai bidang pekerjaan dan keahlian, serta menguasai ketentuan tentang penyelenggaraan bangunan di Daerah.

IPTB diberikan secara terpisah kepada perencana, pengawas pelaksanaan, pemelihara dan pengkaji teknis bangunan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan bidang pekerjaan dan bidang keahliannya. Adapun beberapa bidang dalam IPTB diantaranya arsitektur bangunan, struktur bangunan dan instalasi bangunan.

Penggolongan IPTB merupakan kriteria yang dimiliki oleh seorang ahli untuk dapat melakukan pekerjaan perencanaan yang terdiri dari 3 (tiga) golongan, yaitu Golongan A, Golongan B, dan Golongan C. penggolongan IPTB ditentukan berdasarkan rekomendasi dari Asosiasi Profesi. Pembatasan lingkup kegiatan golongan IPTB diatur berdasarkan kriteria bangunan.

Untuk mendapatkan IPTB, permohonan diajukan kepada Kepala dinas melalui Sekretariat IPTB dengan melampirkan persyaratan diantaranya :

  1. Formulir permohonan
  2. Fotokopi KTP
  3. Rekomendasi dari Asosiasi Profesi
  4. Pas foto ukuran 3×4 cm sebanyak 2 (dua) lembar

Dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan bangunan, pemegang IPTB harus melampirkan fotokopi IPTB yang sudah dilegalisasi. Permohonan lehalisasi IPTB dapat diajukan melalui Sekretariat IPTB Dinas.

IPTB berlaku hingga jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali. Permohonan perpanjangan IPTB dapat diajukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya. Permohonan perpanjangan IPTB hanya dapat dilakukan pada Sekretariat IPTB Dinas dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :

  1. Formulir permohonan
  2. Fotokopi KTP
  3. IPTB asli periode sebelumnya
  4. Fotokopi KTA Asosiasi Profesi, dengan menunjukan KTA Asli
  5. Pas fot ukuran 3×4 cm sebanyak 2 (dua) lembar

Jika IPTB terlambat diajukan perpanjangan, maka dinyatakan sebagai permohonan baru.

Apabila IPTB sebelumnya rendah dan persyaratan untuk memperoleh golongan IPTB yang lebih tinggi telah dipenuhi maka kenaikan golongan IPTB dapat diberikan. Permohonan kenaikan golongan IPTB dapat diajukan melalui Sekretariat IPTB DInas dengan melampirkan persyaratan :

  1. Formulir permohonan
  2. Fotokopi KTP
  3. Rekomendasi dari Asosiasi Profesi
  4. IPTB golongan sebelumnya
  5. Pas foto ukuran 3×4 cm sebanyak 2 (dua) lembar

Tenaga Ahli Warga Negara Asing

Tenaga ahli WNA yang akan melakukan kegiatan, terlebih dahulu harus bekerja dalam perusahaan yang berbadan hukum Indonesia atau perusahaan induk di luar negeri yang mempunyai cabang berkedudukan di Daerah dan harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan teknis yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya.

Persayaratan yang harus dipenuhi bagi tenaga ahli WNA untuk memperoleh IPTB adalah sebagai berikut :

  1. Formulir permohonan
  2. Fotokopi identitas
  3. Fotokopi bukti keanggotaan Asosiasi Profesi di negara asalnya
  4. Fotokopi izin bekerja dari negara asalnya
  5. Rekomendasi dari Asosiasi Profesi
  6. Rekomendasi izin bekerja di Indonesia
  7. Surat keterangan dari perusahaan tempat bekerja
  8. Pas foto hitam putih ukuran 3×4 cm sebanyak 2 (dua) lembar

Tenaga ahli WNA yang teah memenuhi persyaratan dapat diberikan IPTB yang berlaku selama 3 (tiga) tahun, yang disesuaikan berdasarkan dokumen keimigrasian yang dimilikinya. IPTB dapat diperpanjang sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan dalam melaksanakan tugasnya, tenaga ahli WNA harus bermitra kerja dengan tenaga ahli Indonesia sebagai pemegang IPTB.

Para pemegang IPTB wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan bangunan, mematuhi ketentuan pedoman dan standar teknis penyelenggaraan bangunan, melaporkan seluruh penggunaan IPTB kepada Kepala Dinas secara periodic, dan mematuhi kode etik profesi.

Dalam setiap pekerjaan penyelenggaraan bangungan, pemegang IPTB dilarang untuk :

  1. Memindahtangankan IPTB kepada pihak lain dengan cara atau dalam bentuk apapun
  2. Menyampaikan data, informasi, dan laporan pekerjaan penyelenggaraan bangunan yang tidak benar
  3. Melakukan pekerjaan perencanaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan di bidang keteknikan, sehingga mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi bangunan atau kegagalan bangunan
  4. Melaksanakan pekerjaan pengawasan pelaksanaan konstruksi yang dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan penyimpangan terhadap ketentuan di bidang keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi bangunan atau kegagalan bangunan
  5. Melakukan pekerjaan pemeliharaan bangunan dan perlengkapan bangunan yang tidak memenuhi pedoman pemeliharaan bangunan dan perlengkapan bangunan serta mengakibatkan kegagalan bangunan
  6. Melakukan pekerjaan pengkajian teknis bangunan yang tidak memenuhi pedoman pengkajian teknis bangunan dan mengakibatkan kegagalan bangunan
  7. Melakukan pekerjaan penyelenggaraan bangunan yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan dan pedoman/standar teknis penyelenggaraan bangunan dan yang dapat menimbulkan korban jiwa

Pemegang IPTB memiliki tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan sesuai prosedur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pemegang IPTB yang melanggar ketentuan peraturan ini akan dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembekuan IPTB dan pencabutan IPTB.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 132 yahun 2007, Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP) yang sudah berlaku sejak pertengahan tahun 70-an, sekarang berubah menjadi Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB).

Jika ada yang ingin Anda tanyakan seputar Izin Pelaku Teknis Bangunan, silahkan hubungi kami untuk berkonsultasi. Kami siap membantu Anda.

Sumber : Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2007 tentang Izin Pelaku Teknis Bangunan

Pentingnya SLF, PBG dan SBKBG dalam Bangunan Gedung

Bangunan Gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Karena itu, penyelenggaraan Bangunan Gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan Bangunan Gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan Gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pengaturan Bangunan Gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung, setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis Bangunan Gedung.

Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bahwa fungsi serta klasifikasi bangunan Gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan juga Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG).

Persetujuan Bangunan Gedung

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menggunakan istilah IMB atau Izin Mendirikan Bangunan, namun peraturan tersebut telah dicabut sehingga kini istilah IMB tidak lagi digunakan dan diganti dengan PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung.

Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan/atau merawat bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis bangunan Gedung. Pemenuhan Standar Teknis adalah standar yang harus dipenuhi untuk memperoleh PBG.

Adapun fungsi dari bangunan Gedung yang terdiri dari 5 jenis diantaranya yaitu fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi social budaya, dan fungsi khusus. Fungsi dari Persetujuan Bangunan Gedung (PGB) ini sendiri adalah agar bangunan-bangunan yang didirikan nantinya tidak menyebabkan dampak negative terhadap Pengguna dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenya itu, seluruh standar teknis harus dipenuhi sebelum dilakukannya pelaksanaan konstruksi.

Selain untuk membangun bangunan baru, PBG ini juga diwajibkan untuk suatu bangunan yang nantinya mengalami perubahan fungsi, atau disebut PGB perubahan. Untuk bangunan Gedung yang telah berdiri dan belum memiliki surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), maka terlebih dahulu pemilik Gedung harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) baru bisa memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Sertifikat Laik Fungsi

Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung, baik secara administratif maupun teknis sebelum pemanfaatannya. Secara hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus selalu dalam kondisi kokoh dan laik fungsi. Sebagai bukti legalnya, pemerintah daerah dapat menerbitkan SLF bangunan gedung.

Begitu pentingnya SLF sehingga pengembang yang tidak memiliki sertifikat ini tidak dapat menerbitkan Akta Jual Beli (AJB), tidak dapat membuka cabang bank di gedung tersebut, dan tidak dapat memungut biaya layanan dari penghuni.

Dengan kepemilikian SLF, pengembang bisa melakukan proses penyerahan hak milik kepada pembeli, memulihkan masing-masing unit dan membuat akta akuisisi.

Selama ini, banyak orang yang beranggapan bahwa dalam proses mendirikan sebuah bangunan gedung (selain rumah tinggal) hingga difungsikan/digunakan cukup dengan mengantongi IMB. Padahal, terdapat dokumen penting lainnya yang perlu diurus kelengkapannya, yaitu SLF (Sertifikat Laik Fungsi).  

Secara umum, adapun manfaat penilaian kelaikan bangunan gedung secara umum dan manfaat memiliki SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bagi pemerintah maupun pengguna/pemilik bangunan gedung adalah sebagai berikut:

  1. Mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administratif dan andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan bagi penggunanya
  2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB dan operasionalisasi bangunan gedung
  3. Meningkatkan nilai bangunan gedung, dan
  4. Mendorong investasi di daerah, karena persyaratan penerbitan SLF dapat digunakan sebagai:
  5. Syarat agar perumahan (formal dan swadaya) dapat dihuni
  6. Syarat pembuatan akta pemisahan (rumah susun dan bangunan gedung dengan konsep strata title/hak milik atas satuan ruman susun)
  7. Syarat WTO (World Trade Organization) dan ILO (International Labour Organization) untuk bangunan industri
  8. Mendorong perkembangan sektor pariwisata dan perekonomian daerah

Namun demikian saat artikel ini dimuat, beberapa Pemda belum memberlakukan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) tersebut. Beberapa Pemda masih memproses izin Mendirikan Bangunan (IMB) baik yang dilakukan secara online ataupun offline. IMB merupakan salah satu pernyataan komitmen yang harus dipenuhi dalam sistem Online Single Submission (OSS), disamping itu juga syarat dalam mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Surat Bukti Kepemilikan Bangunan

SBKBG adalah surat tanda bukti hak atas status kepemilikan bangunan Gedung. Dinas teknis akan menindaklanjuti surat pernyataan kelaikan fungsi dengan penerbitan SLF dan surat kepemilikan Bangunan Gedung yang meliputi SBKBG, sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung satuan rumah susun atau sertifikat hak milik satuan rumah susun.

SBKBG meliputi diantaranya dokumen SBKBG dan lampiran dokumen SBKBG. Dokumen SBKBG mengatur informasi mengenai :

  1. Kepemilikan atas Bangunan Gedung atau bagian Bangunan Gedung
  2. Alamat Bangunan Gedung
  3. Status hak atas tanah
  4. Nomor Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
  5. Nomor SLF atau nomor perpanjangan SLF

Adapun lampiran dokumen SBKBG meliputi informasi diantaranya :

  1. Surat pernjanjian pemanfaatan tanah
  2. Akta pemisahan
  3. Gambar situasi
  4. Akta fidusia bila dibebani hak

SBKBG diterbitkan berbarengan dengan SLF melalui laman SIMBG. Proses penerbitan SLF dan SBKBG dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak surat pernyataan kelaikan fungsi diunggah melalui SIMBG.

Dalam hal kumpulan Bangunan Gedung yang dibangun dalam satu Kawasan dan memiliki rencana teknis yang sama, SLF dan SBKBG diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap Bangunan Gedung. Jika Bangunan Gedung menggunakan desain prototipe/purwarupa, proses penerbitan SLF dan SBKBG dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak surat pernyataan kelaikan fungsi diunggah melalui SIMBG.

Penerbitan SBKBG untuk BGN berlaku mutatis mutandis mengikuti ketentuan penerbitan SBKBG. SBKBG untuk BGN tidak dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani fidusia. Penerbitan sertifikat kepemilikan Bangunan Gedung satuan rumah susun dan sertifikat hak milik satuan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk Anda yang belum memiliki dokumen PBG, SLF, SBKBG dan kesulitan dalam mengurusnya, silahkan konsultasi pada Kami. Kami siap membantu Anda.

Sumber : Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Sertifikat Keselamatan Kebakaran

(Bangunan 8 Lantai)

Sertifikat Keselamatan Kebakaran merupakan salah satu izin yang diperlukan oleh pemilik bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha. Baik bangunan yang memiliki ketinggian diatas 8 lantai maupun bangunan dibawah 8 lantai. Khusus bangunan dengan kriteria lebih dari 8 lantai atau luas lebih dari 5.000 meter pesegi atau didalamnya dihuni lebih dari 500 orang, maka perlu menerapkan Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG) dan Gedung yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan SKK.

Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, salah satu persyaratan kelaikan fungsi bangunan Gedung yaitu adanya persyaratan teknis bangunan Gedung, persyaratan keselamatan yang diantaranya adanya persyaratan proteksi bahaya kebakaran. Tata cara pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan Gedung baru yang dilakukan penyedia jasa pengawasan konstruksi atau manajemen konstruksi yaitu adanya pemeriksaan kelengkapan dokumen rekomendasi teknis dari perangkat daerah terkait untuk system proteksi kebakaran, keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi listrik dan pengendalian dampak lingkungan. Tim teknis perangkat daerah penyelenggaraan bangunan Gedung melakukan verifikasi hasil pemeriksaan kesesuaian dokumen permohonan SLF yang telah diterima dan melakuan verifikasi lapangan terhadap laporan pemeriksaan kebenaran dokumen permohonan SLF.

Sebuah bangunan Gedung memang sebaiknya dilengkapi dengan dokumen dan juga perizinan yang lengkap. Selain Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang bisa dipergunakan sesuai dengan fungsinya, Sertifikat Keselamatan Kebakaran juga memiliki fungsi yang sama. Tanpa adanya Sertifikat Keselamatan Kebakaran, pemilik atau pengelola Gedung tidak bisa menerbitkan atau memperpanjang Sertifikat Laik Fungsi. Perizinan yang lengkap mampu memberikan rasa nyaman dan aman bagi mereka yang berada didalam Gedung tersebut.

Tata Cara Pengurusan Sertifikat Keselamatan Kebakaran

Untuk mendapatkan Sertifikat Keselamatan Kebakaran, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat surat permohonan ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP dengan melampirkan dokumen lain diantaranya :

  • Identitas Pemohon/Penanggung Jawa
  • Akta Pendirian dan Perubahan
  • SK Pengesahan Pendirian dan Perubahan
  • Bukti Kepemilikan Tanah
  • Izin Mendirikan Bangunan
  • Sertifikat Laik Fungsi
  • Sertifikat Keselamatan Kebakaran 2 (dua) tahun terakhir
  • Rekomendasi Keselamatan Kebakaran untuk SLF-I (untuk permohonan Sertifikat Keselamatan Kebakaran Pertama)
  • Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB LAL, SDP)
  • Tanda Daftar Keahlian Keselamatan Kebakaran
  • Dokumen penyelenggaraan system Manahemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG) / SOP (pelaksanaan pelatihan Keselamatan Kebakaran pada pengelola Gedung, Alur Penanggulangan kebakran dan penyelamatan jiwa)
  • Data inventaris pengelolaan dan pemeliharaan alat Pemadam Api Ringan (APAR)
  • Checklist pengecekan berkala internal proteksi kebakaran oleh pengelola Gedung (alarm, sprinkler, hidran)
  • Proposal Teknis

Setiap bangunan Gedung tentu memiliki potensi bahaya kebakaran yang terdapat pada obyek obyek tertentu saat manusia beraktivitas. Di tiap Gedung perlu memiliki sarana penyelamatan jiwa yang terdapat pada bangunan yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebakaran atau bencana lainnya. diperlukan juga akses pemadam kebakaran dan system proteksi kebakaran untuk menunjang perlindungan/pengamanan bangunan Gedung dari kebakaran yang dipasang pada bangunan Gedung. Potensi bahaya kebakaran didasarkan pada ketinggian, fungsi, luas dan isi bangunan dengan klasifikasi bahaya kebakaran ringan, bahaya kebakaran sedang I, sedang II, sedang III dan bahaya kebakaran berat (kelompok I dan II).

Usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran terus diupayakan, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku industry akan pentingnya kesadaran bersama terhadap bahaya kebakaran. Salah satu upaya nyata dari pemerintah maupun para ahli dibidang kebakaran terkait pencegahan dan penanggulangan kebakaran tersebut adalah menyiapkan literatur-literatur maupun petunjuk teknis yang tepat sebagai panduan dalam upaya mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran yang bisa sewaktu-waktu terjadi disekitar kita.

Dinas penaggulangan kebakaran dan penyelamatan akan menyasar Gedung Gedung yang belum memenuhi standar proteksi kebakaran. Apabila berdasarkan pemeriksaan di lapangan, kinerja system proteksi kebakaran terpasang, akses pemadam kebakaran, dan sarana penyelematan jiwa tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan peringatan tertulis dengan memasang papan peringatan yang bertulidkan “BANGUNAN INI TIDAK MEMENUHI KESELAMATAN KEBAKARAN” dan dapat diumumkan kepada masyarakat melalui media cetak atau elektronik. Apabila bangunan tidak memenuhi persyaratan maka sudin Damkar mengeluarkan Laporan hasil Pemeriksaan dan rekomendasi teknis untuk acuan perusahaan melakukan perbaikan. Jika dalam batas yang ditentukan proteksi kebakaran tidak di perbaiki maka bangunan Gedung dipasang peringatan bahwa bangunan tersebut tidak memenuhi syarat keselamatan kebakaran. Dan apabila pengelola atau pemilik Gedung bangunan tetap tidak melakukan perbaikan maka bangunan tersebut ijin rekomendasi Sertifikat Laik Fungsi nya (SLF) akan dicabut.

Jadi, untuk Anda yang belum memiliki Sertifikat Keselamatan Kebakaran dan kesulitan dalam mengurus Sertifikat Keselamatan Kebakaran silahkan konsultasi pada Kami, Kami siap membantu Anda.

RKL RPL

Dengan diberlakukannya ketentuan RKL RPL untuk bangunan industri yang berada di kawasan industri maka hal itu menggantikan ketentuan sebelumnya dimana adanya kewajiban untuk menyusun UKL UPL.

Berdasarkan prakiraan dan evaluasi dampak penting maka disusunlah rencana tindak lanjut dalam bentuk RKL dan RPL  dalam satu kesatuan laporan. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) merupakan upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.

Adapun maksud penyusunan RKL dan RPL tersebut adalah sebagai berikut:

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) merupakan rencana tindak lanjut untuk mengelola dampak penting yang ditimbulkan oleh aktivitas proyek, sedangkan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) merupakan piranti untuk memantau hasil pengelolaan lingkungan tersebut. Dengan demikian penyusunan RKL dan RPL ini dimaksudkan untuk:

  • Menyusun rencana pengelolaan dampak penting agar dampak yang ditimbulkan proyek dapat memenuhi ketentuan baku mutu lingkungan dan / atau meminimalisasi kerusakan lingkungan sehingga dapat menghindari kemungkinan timbulnya dampak penting yang akan dapat berkembang menjadi isu lingkungan atau isu sosial yang merugikan berbagai pihak yang berkepentingan.
  • Menyusun rencana pemantauan dampak penting guna mengetahui efektivitas hasil pengelolaan lingkungan sehingga dapat menjadi dasar evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut untuk menyempurnakan pengelolaan lingkungan secara terus menerus.

Dengan adanya RKL dan RPL ini maka setiap dampak penting yang ditimbulkan oleh kegiatan dapat terkendali dan teredam hingga tidak berkembang menjadi isu lingkungan regional, nasional atau bahkan menjadi isu lingkungan internasional.

Adapun fungsi dari penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup tersebut adalah sebagai berikut:

Fungsi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) :

Banyak manfaat dan fungsi dari pengelolaan lingkungan terhadap pembangunan atau suatu proyek, baik pagi pemerintah, pemilik usaha, dan masyarakat sekitar. Beberapa manfaat pengelolaan lingkungan hidup yaitu :

  • Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemborosan sumber daya alam secara lebih luas.
  • Menghindari timbulnya konflik dengan masyarakat dan kegiatan lain di sekitarnya.
  • Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemborosan sumber daya alam secara lebih luas.
  • Menjaga agar pelaksanaan pembangunan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
  • Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
  • Bahan bagi rencana pengembangan wilayah dan tata ruang.
  • Menjamin keberlangsungan usaha dan/atau kegiatan karena adanya proporsi aspek ekonomis, teknis dan lingkungan.
  • Menghemat dalam pemanfaatan sumber daya (modal, bahan baku, energi).
  • Dapat menjadi referensi dalam proses kredit perbankan.
  • Memberikan panduan untuk menjalin interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar sehingga terhindar dari konflik sosial yang saling merugikan.
  • Sebagai bukti ketaatan hukum, seperti perijinan.
  • Mengetahui sejak dini dampak positif dan negatif akibat adanya suatu kegiatan sehingga dapat menghindari terjadinya dampak negatif dan dapat memperoleh dampak positif dari kegiatan tersebut.
  • Melaksanakan kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan pemrakarsa kegiatan, sehingga kepentingan kedua belah pihak saling dihormati dan dilindungi.
  • Terlibat dalam proses pengambilan keputusan terhadap rencana pembangunan yang mempunyai pengaruh terhadap nasib dan kepentingan mereka.

Fungsi Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) :

  • Alat evaluasi terhadap mekanisme kerja suatu sistem pengelolaan lingkungan 
  • Mengetahui keunggulan & kelemahan pengelolaan lingkungan
  • Dapat memonitor secara dini perubahan perubahan kualitas lingkungan
  • Memperkecil resiko  dan potensi gugatan hukum dari pihak eksternal terhadap dampak kegiatan
  • Menjadi alat bukti dalam menilai ketaatan/kepatuhan pemprakarsa terhadap peraturan perundang-undangan
  • Meningkatkan citra baik perusahaan dikalangan pemerintah, konsumen, mitra bisnis dan masyarakat

Laporan pelaksanaan RKL dan RPL merupakan dokumen yang dibuat oleh pemrakarsa sesuai dengan kewajiban yang tertuang dalam dokumen RKL dan RPL yang telah disahkan bersamaan dengan dokumen ANDAL. Dasar hukum yang melandasi Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL adalah PP No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pasal 32 ayat (1), bahwa pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup dan Gubernur. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama menyebutkan bahwa, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan:

  1. Pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
  2. Pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  3. Penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada Menteri secara berkala, sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun, dengan tembusan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.

Selain itu, Pemerintah tetap memperhatikan bahwa penyusunan laporan RKL dan RPL pada prinsipnya mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL.

Adanya keputusan Menteri tersebut untuk memudahkan Pemrakarsa dalam melaporkan hasil pelaksanaan RKL dan RPL-nya sehingga bagi Pemerintah mudah untuk mengevaluasi apakah Pemrakarsa telah mematuhi peraturan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Sebagai bentuk pelaksanaan sebagaimana disebutkan pada ayat (2) pasal 32 tersebut di atas, maka pemerintah dituntut untuk melakukan Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL untuk kegiatan yang telah memiliki dokumen ANDAL, RKL dan RPL.

Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan untuk memverifikasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan apakah sudah sesuai dengan yang tertulis dalam dokumen RKL dan RPL. Selain itu juga sebagai alat untuk megidentifikasi kebenaran dampak penting hipotetik yang tertulis dalam dokumen AMDAL dengan dampak nyata yang terjadi.

Seiring meningkatnya percepatan perekonomian dan perkembangan teknologi, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020, Pemerintah telah melakukan perubahan konsep terhadap Dokumen Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Izin Lingkungan dimana hal ini bertujuan agar penanaman modal dan berusaha atau investasi asing mengalami peningkatan dan percepatan.

Secara garis besar sebenarnya format penulisan dan penyusunan RKL RPL Rinci yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tidak jauh berbeda dengan UKL UPL yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 16 Tahun 2012.

Berikut merupakan format penulisan dan penyusunan RKL RPL Rinci berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 :

  1. Identitas Perusahaan

Berisi identitas perusahaan dan penyusun RKL RPL Rinci, termasuk latar belakang disusunnya dokumen tersebut

  • Deskripsi Rinci Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Perusahaan Industri

Berisi nama rencana usaha / kegiatan, termasuk rona lingkungan awal (kondisi lingkungan sebelum kegiatan berlangsung) dan kesesuaian rencana usaha dengan lokasi dan tata ruang wilayah (RT/RW). BAB ini juga mencakup uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak lingkungan

  • Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan

Berisi dampak lingkungan yang ditimbulkan jika kegiatan atau aktivitas yang direncanakan berlangsung / beroperasi secara terus menerus

  • Program Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Secara Rinci

Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang merangkum mengenai :

  1. Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
  2. Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
  3. Instansi Pengelola dan Pemantauan Lingkungan Hidup
  • Pernyataan Komitmen Perusahaan Industri untuk Melaksanakan Ketentuan yang Tercantum Dalam Formulir RKL-RPL Rinci

Berisi komitmen perusahaan untuk melaksanakan ketentuan dalam RKL RPL rinci yang telah di tanda tangani oleh pemrakarsa di atas kertas bermaterai

  • Daftar Pustaka

Pada bagian ini dituliskan sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan RKL RPL Rinci baik yang berupa buku, majalah, makalah, maupun hasil penelitian.

  • Lampiran

Berdasarkan peraturan tersebut, semua perusahaan yang berada di dalam Kawasan Industri namun sudah memiliki UKL UPL, maka dokumen lingkungan tersebut (UKL UPL) dipersamakan dengan RKL RPL Rinci, namun jika perusahaan yang berada di dalam Kawasan Industri belum memiliki dokumen lingkungan (UKL UPL) maka wajib membuat dan mengajukan pengesahan dokumen RKL RPL rinci ke Kawasan Industri atau perusahaan yang sudah memiliki UKL UPL namun sudah tidak update atau tidak diperbaharui (sudah terjadi perubahan kegiatan termasuk mesin, peralatan, kapasitas produksi, dan sebagainya), maka harus menyusun dan mengajukan RKL RPL Rinci ke Kawasan Industri.

Safety Gedung Atau Pabrik

Gedung Bertingkat Memiliki Risiko-Risiko Yang Tidak Dapat Diprediksi, Maka Kemudahan Akses Evakuasi Apabila Terjadi Keadaan Darurat Sangatlah Penting.

Indonesia saat ini memiliki gedung bertingkat dengan jumlah yang cukup banyak. Semakin banyaknya gedung bertingkat tentu harus diimbangi dengan keamanan dan keselamatan yang memadai. Gedung bertingkat yang dapat menampung banyak orang berpotensi menimbulkan korban apabila terjadi keadaan darurat. Maka, diperlukan perencanaan proses evakuasi yang baik agar korban jiwa atau kerugian lainnya dapat diminimalkan.

Selain mengantisipasi keadaan darurat dengan menyediakan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran, menata akses evakuasi juga penting untuk mempercepat proses evakuasi penghuni sehingga akan memperkecil risiko timbulnya korban.

Jalur evakuasi pada sebuah gedung harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan memberikan kemudahan pada orang yang menggunakannya. Penghuni gedung bertingkat harus dapat menyelamatkan diri secepatnya ketika terjadi keadaan darurat.

Dengan adanya jalur evakuasi yang memperlihatkan arah keluar gedung atau arah menuju tempat berlindung yang aman dapat membantu penghuni gedung untuk menyelamatkan diri. 

1.    Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi

Sesuai Permen RI Nomor 36 Tahun 2005, Pasal 59 , setiap gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

  1. Sistem peringatan bahaya bagi pengguna, dapat berupa sistem alarm kebakaran dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata suara
  2. Pintu keluar darurat
  3. Jalur evakuasi
  4. Penyediaan tangga darurat/kebakaran

Sarana tersebut harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi gedung, jumlah dan kondisi pengguna gedung, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. 

Regulasi mengenai sarana evakuasi juga tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

Bagian-bagian sarana evakuasi

Sumber: pu.go.id

  1. Akses Eksit (Exit Access)

Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke pintu eksit. Akses eksit harus memenuhi persyaratan:

  • Terproteksi dari bahaya kebakaran
  • Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalamnya, jalan keluar atau visibilitas dari akses eksit
  • Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
  • Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang tidak seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh kursi roda dan cukup untuk jumlah orang yang dievakuasi
  • Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap yang dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman, dan menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid
  • Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan sejenisnya
  • Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
  • Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.
  • Eksit (Exit)

Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan yang menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit pelepasan. Eksit harus memenuhi persyaratan:

  • Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya . Catatan: Aturan lebar tangga eksit dan bordes tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran 2.
  • Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)
  • Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut
  • Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang luasnya lebih dari 900m² harus dilengkapi dengan saf tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
  • Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam
  • Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya
  • Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya
  • Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
  • Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior, dan penanda lainnya. Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” atau kata lain yang mudah dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm
  • Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit terdekat.
  • Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup otomatis
  • Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi
  • Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalah tafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”
  • Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat atau menghalangi proses evakuasi
  • Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Perancangan dan penyediaan eksit harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu dan penyediaan tempat berlindung bagi pengguna kursi roda. Untuk contoh penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi eksit tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran

  • Eksit Pelepasan (Exit Discharge)

Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas ujung eksit dan jalan umum yang berada di luar bangunan gedung untuk evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan:

  • Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung
  • Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50 persen dari jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan ketentuan:
    • Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung
    • Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m
    • Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua sisi jalur evakuasi sebagai ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung, harus terdapat jarak pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur evakuasi
    • Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung harus mampu menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah pengguna dan pengunjung bangunan gedung yang keluar dari tangga eksit.

Perancangan dan penyediaan eksit pelepasan harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu serta ketersediaan akses langsung ke jalan, halaman, lapangan, atau ruang terbuka yang aman tanpa hambatan.

  • Sarana Pendukung Evakuasi Lain

Rencana evakuasi merupakan panduan evakuasi ke luar bangunan gedung yang digunakan oleh pengguna dan pengunjung bangunan gedung, serta petugas evakuasi pada saat bencana atau keadaan darurat lainnya.

Sarana pendukung evakuasi lainnya terdiri atas:

  1. Rencana evakuasi

Harus memenuhi persyaratan:

  1. Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas
    1. Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan menekankan pada jalur evakuasi (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca), koridor evakuasi dan eksit menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat
    1. Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana evakuasi kebakaran meliputi:
  2. Lift kebakaran
  3. Selang kebakaran
  4. Alat pemadam api ringan (APAR)
  5. Pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah
  6. Papan indikator api/kebakaran
  7. Titik panggil alarm manual.
    1. Sistem peringatan bahaya bagi pengguna

Sistem peringatan bahaya bagi pengguna merupakan peringatan dini bagi pengguna dan pengunjung  bangunan gedung terhadap bencana atau keadaan darurat lainnya. Sistem peringatan bahaya paling sedikit terdiri atas sistem audio dan/atau sistem visual.

Perancangan dan penyediaan sistem peringatan harus memperhatikan:

  1. Kemampuan berfungsi secara otomatis dalam kondisi darurat
    1. Kemampuan untuk diaktifkan secara manual sesuai dengan prosedur pengamanan bangunan pada zona tertentu
    1. Kemudahan pencapaian dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat 
  • Pencahayaan eksit dan tanda arah

Pencahayaan eksit dan tanda arah merupakan pencahayaan buatan dan tanda arah pada jalur perjalanan menerus ke tempat yang aman untuk keperluan evakuasi pada saat bencana atau keadaan darurat lainnya.

Harus memenuhi persyaratan:

  1. Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur evakuasi eksit pada:
  2. Sepanjang dinding internal;
  3. Sepanjang koridor;
  4. Pintu lobi bebas asap;
  5. Lobi pemadam kebakaran; dan
  6. Tangga eksit. 
    1. Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan:
  7. Sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit, tanda arah eksit dan tanda-tanda arah di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem titik tunggal) atau pasokan baterai sentral yang didukung oleh generator siaga
  8. Terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi pemadam kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit
  9. Terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga eksit.
  10. Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan pada level terendah
  11. Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau tidak lebih dari 400 mm di atas level lantai.
  12. Area tempat berlindung (refuge area)

Area tempat berlindung merupakan suatu lantai yang dirancang untuk area berkumpul pengguna dan pengunjung bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat yang harus disediakan pada interval tidak lebih dari 16 (enam belas) lantai.

  • Titik berkumpul (assembly point)

Titik berkumpul atau assembly point merupakan tempat yang digunakan bagi pengguna dan pengunjung bangunan gedung untuk berkumpul setelah proses evakuasi. Perancangan dan penyediaan titik berkumpul harus memperhatikan:

  • Kesesuaian sebagai lokasi akhir yang dituju dalam rute evakuasi
    • Keamanan dan kemudahan akses pengguna dan pengunjung Gedung
    • Jarak aman dari bahaya termasuk runtuhan bangunan Gedung
    • Kemungkinan untuk mampu difungsikan secara komunal oleh para                          pengguna dan pengunjung Gedung
    • Kapasitas titik berkumpul.

Titik berkumpul harus memenuhi persyaratan:

  • Jarak minimum titik berkumpul dari bangunan gedung adalah 20 m untuk melindungi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya.
  • Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka.
  • Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil pemadam kebakaran.
  • Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan mudah dijangkau oleh kendaraan atau tim medis.
  • Lift kebakaran

Perancangan dan penyediaan sarana pendukung evakuasi lainnya harus memperhatikan:

  • Kemudahan pencapaian yang bebas hambatan
  • Pengenalan, penandaan, dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat dan dipahami oleh pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan gedung
  • Kecukupan pencahayaan
  • Proteksi terhadap api dan pengendalian asap.

Tujuan penyediaan sarana evakuasi dilakukan untuk:

  • Kemudahan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari dalam ke luar bangunan gedung
  • Kemudahan petugas evakuasi dalam melakukan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung.
    • Poin Penting Jalur Evakuasi

Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat membahayakan. Evakuasi terbagi menjadi dua jenis, yakni:

  • Evakuasi skala kecil, contohnya penyelamatan yang dilakukan dari sebuah bangunan yang diakibatkan karena ancaman bom atau kebakaran.
  • Evakuasi skala besar, contohnya penyelamatan dari sebuah daerah banjir, letusan gunung berapi atau badai.

Jumlah dan kapasitas jalur evakuasi biasanya menyesuaikan dengan jumlah penghuni gedung dan ukuran gedung tersebut. Kebutuhan jalur evakuasi dipengaruhi oleh waktu rata-rata untuk mencapai lokasi yang aman (titik kumpul) yang berada di halaman gedung dan tidak ada bangunan di atasnya.

Dalam merancang jalur evakuasi, pengelola gedung juga harus memerhatikan banyak hal, misalnya ketersediaan tangga, pintu yang digunakan, dan sarana evakuasi lainnya. Para ahli keselamatan merekomendasikan setiap gedung memiliki minimal dua atau lebih jalur evakuasi.

  • Persyaratan Jalur Evakuasi
  • Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai
  • Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga di mana saja penghuni dapat, menjangkau pintu keluar (exit)
  • Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan, dan mempunyai lebar untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m
  • Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama
  • Arah menuju pintu keluar (exit) harus dipasang petunjuk yang jelas
  • Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.
    • Penandaan Sarana Jalan Keluar

Sesuai SNI 03-1746- 2000 dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana jalan keluar pada sebuah bangunan gedung harus diberi tanda. Eksit, selain dari pintu eksit utama di bagian luar bangunan gedung, harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat dari setiap arah akses eksit.

Penandaan eksit harus memenuhi kriteria:

  • Tanda eksit harus di tempatnya pada setiap pintu eksit yang disyaratkan untuk tanda eksit
  • Tanda eksit yang bisa diraba harus terbaca
  • Tanda eksit harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
    • Akses Eksit

Akses ke eksit juga harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di semua keadaan di mana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak terlihat oleh pengguna dan pengunjung bangunan gedung. Tanda harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit koridor yang ditempatkan lebih dari 30 m dari tanda terdekat.

  • Tanda Eksit Dekat Permukaan Lantai

Apabila tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan di dekat permukaan lantai sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor.

Bagian bawah dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm atau tidak lebih dari 20 cm. Untuk pintu eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau dekat pinggir pintu terdekat dan tepi tanda tersebut dalam jarak 10 cm dari kosen pintu.

  • Lokasi Pemasangan

Penandaan jalan keluar di bawah yang baru akan dipasang harus diletakkan pada jarak vertikal tidak lebih dari 20 cm di atas ujung bagian atas bukaan jalan ke luar yang dimaksud/ditujukan oleh penandaan.

Penandaan jalan keluar harus diletakkan pada jarak horizontal tidak lebih lebar dari yang diisyaratkan untuk bukaan jalan keluar, dimaksud untuk menunjukkan oleh penandaan ke ujung terdekat dari penandaan.

Informasi lebih lengkap mengenai penandaan arah jalan keluar tercantum dalam SNI 03 – 1746 – 2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung

Permen PU No 26 Tahun 2008